Jakarta (foto: Windy Sucipto)
Bagi Najwa, bekerja dengan seorang pekerja keras yang menaruh perhatian besar pada detail merupakan kesempatan emas untuk melahirkan karya terbaik. Menurutnya, detail sangat dibutuhkan untuk menciptakan karya jurnalistik yang sempurna. Setiap informasi yang masuk ke ruang redaksi memerlukan verifikasi fakta sebelum diolah dan disajikan ke publik. Ia senantiasa menuntut dirinya dan tim untuk melakukan pemeriksaan fakta secara sempurna agar informasi yang mereka sajikan layak dikonsumsi orang banyak.
Advertisement
“Sekarang dengan berbagai kemudahan akses informasi justru muncul tantangan bagi jurnalis masa kini untuk melakukan pengecekan fakta langsung dari sumber pertama,” jelasnya.
Kemajuan teknologi kini telah membuat berbagai informasi bisa didapatkan siapapun hanya dengan mengklik mouse komputer. Kemudahan ini justru membuat Najwa khawatir generasi jurnalis masa kini terbiasa untuk memproses berita dengan cara instan. Ia takut jurnalis muda kini lebih memilih mengambil informasi yang mereka dapatkan dari internet ketimbang mengambilnya langsung dari narasumber pertama. Padahal informasi yang dipublikasikan di dunia maya belum tentu sudah terverifikasi kebenarannya.
“Di satu sisi kemajuan teknologi memberikan kemudahan informasi tapi di sisi lain ini bisa membiasakan kita untuk take it for granted,” kata Najwa.
(foto: Instagram Najwa Shihab)
Menurut Najwa, ada dua kemampuan fundamental dalam profesi jurnalis yang tidak bisa terasah bila jurnalis tidak turun ke lapangan. Pertama adalah kemampuan menjalin hubungan dengan narasumber secara personal. Bagi Najwa kemampuan ini penting dimiliki jurnalis agar bisa menjadi wartawan yang bisa dipercaya oleh narasumber. Kepercayaan narasumber adalah modal utama wartawan untuk mendapatkan informasi sebagai bahan baku utama karya jurnalistik.
“Kemampuan networking ini kan adalah dasar utama apakah seseorang bisa menjadi jurnalis yang ideal, dan ini hanya bisa didapatkan bila wartawan bertemu langsung dengan sumber berita.”
Kedua adalah kemampuan untuk mendapatkan informasi dari tangan pertama. Verifikasi fakta sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan berita agar nantinya masyarakat tidak mengkonsumsi informasi yang menyesatkan. Menurut Najwa, informasi harus didapatkan dari sumber yang bisa dimintai pertanggungjawaban, yaitu sumber pertama.
“Jangan sampai karena terbiasa mencari informasi dari internet kita menjadi malas untuk menjemput informasi langsung dari narasumber.”
(foto: Instagram Najwa Shihab)
Kemajuan teknologi informasi bagi Najwa tidak sekadar dianggap sebagai ancaman, namun juga kesempatan. Najwa menjelaskan kini dengan kehadiran teknologi informasi yang multiplatform, seseorang bisa memproduksi berita cetak dan televisi sekaligus. Contohnya adalah tren siaran berita video yang dilakukan banyak wartawan menggunakan aplikasi Periscope. Kecanggihan teknologi informasi kini memberi kesempatan bagi siapapun untuk bisa menjadi reporter berita televisi kapanpun dan di manapun.
Menurut Najwa, kemajuan teknologi informasi seharusnya bisa menjadi peluang dan kesempatan besar untuk berkarya. Kuncinya adalah menguasai berbagai kemampuan fundamental peliputan berita dan penguasaan teknologi terkini.
uncul tantangan bagi jurnalis masa kini untuk melakukan pengecekan fakta langsung dari sumber pertama,” jelasnya.
Kemajuan teknologi kini telah membuat berbagai informasi bisa didapatkan siapapun hanya dengan mengklik mouse komputer. Kemudahan ini justru membuat Najwa khawatir generasi jurnalis masa kini terbiasa untuk memproses berita dengan cara instan. Ia takut jurnalis muda kini lebih memilih mengambil informasi yang mereka dapatkan dari internet ketimbang mengambilnya langsung dari narasumber pertama. Padahal informasi yang dipublikasikan di dunia maya belum tentu sudah terverifikasi kebenarannya.
“Di satu sisi kemajuan teknologi memberikan kemudahan informasi tapi di sisi lain ini bisa membiasakan kita untuk take it for granted,” kata Najwa.
Menurut Najwa, ada dua kemampuan fundamental dalam profesi jurnalis yang tidak bisa terasah bila jurnalis tidak turun ke lapangan. Pertama adalah kemampuan menjalin hubungan dengan narasumber secara personal. Bagi Najwa kemampuan ini penting dimiliki jurnalis agar bisa menjadi wartawan yang bisa dipercaya oleh narasumber. Kepercayaan narasumber adalah modal utama wartawan untuk mendapatkan informasi sebagai bahan baku utama karya jurnalistik.
“Kemampuan networking ini kan adalah dasar utama apakah seseorang bisa menjadi jurnalis yang ideal, dan ini hanya bisa didapatkan bila wartawan bertemu langsung dengan sumber berita.”
Kedua adalah kemampuan untuk mendapatkan informasi dari tangan pertama. Verifikasi fakta sangat dibutuhkan dalam proses pengolahan berita agar nantinya masyarakat tidak mengkonsumsi informasi yang menyesatkan. Menurut Najwa, informasi harus didapatkan dari sumber yang bisa dimintai pertanggungjawaban, yaitu sumber pertama.
“Jangan sampai karena terbiasa mencari informasi dari internet kita menjadi malas untuk menjemput informasi langsung dari narasumber.”
Kemajuan teknologi informasi bagi Najwa tidak sekadar dianggap sebagai ancaman, namun juga kesempatan. Najwa menjelaskan kini dengan kehadiran teknologi informasi yang multiplatform, seseorang bisa memproduksi berita cetak dan televisi sekaligus. Contohnya adalah tren siaran berita video yang dilakukan banyak wartawan menggunakan aplikasi Periscope. Kecanggihan teknologi informasi kini memberi kesempatan bagi siapapun untuk bisa menjadi reporter berita televisi kapanpun dan di manapun.
Baginya, kemajuan teknologi informasi seharusnya bisa menjadi peluang dan kesempatan besar untuk berkarya. Kuncinya adalah menguasai berbagai kemampuan fundamental peliputan berita dan penguasaan teknologi terkini.
Foto: Windy Sucipto