Jakarta Sudah berapa kali kamu dihujani pertanyaan “kapan nikah”, Fimelova? Setiap bertemu kerabat, teman-teman atau bahkan tetangga, apakah itu pertanyaan yang paling sering kamu dapatkan? Kalau iya kamu memang sudah memasuki usia dewasa muda. Terlebih saat kamu memasuki usia 25 tahun. Para perempuan seakan harus sudah siap dengan pertanyaan tadi.
Advertisement
Ternyata menikah pada usia muda bukan jadi pilihan. Kalau dulu pada zaman ibu kita, para perempuan masih harus menghadapi kelaziman untuk menikah di usia sebelum 25 tahun, tapi kini hal itu tidak berlaku lagi. Mengejar karir dan posisi lebih menjadi prioritas dari kebanyakan perempuan masa kini.
Pengajar psikologi UPI YAI, Fara Dwi Andjarsari, S. Psi, M. Psi, Psi, mengatakan, ada banyak faktor yang memengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan, salah satunya adalah pengalaman. Faktor pengalaman biasanya menjadi pertimbangan utama untuk semua orang dalam mengambil keputusan. Seorang perempuan, perempuan karir atau bukan, bisa saja enggan untuk berkomitmen dan melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius.
Misalnya saja, pengalaman buruk disakiti oleh seorang lelaki atau mungkin tiba-tiba ditinggal pergi menjelang pernikahan atau mungkin ketidaksempurnaan seorang ayah yang didapat di rumah. Pengalaman seperti inilah yang sangat membekas dan akhirnya membuat para perempuan karir bertahan dengan status lajang mereka dan memberikan image yang negatif pada sebuah hubungan. Ditambah lagi, kemampuan mereka untuk berdiri di atas kaki mereka sendiri.
Bergesernya nilai dan banyaknya kesempatan untuk berkembang juga memengaruhi munculnya fenomena ini. Banyak perempuan yang memilih untuk melanjutkan pendidikannya atau mengejar karirnya ketimbang buru-buru menikah.
Fara menjelaskan, untuk masyarakat urban yang dihadapkan dengan banyaknya kesempatan untuk mengembangkan diri, menikah menjadi bukan perioritas lagi. Dulu, yang menjadi salah satu alasan banyaknya perempuan yang menikah muda adalah sikap orang tua yang over protective sehingga cepat menikahkan anak-anak mereka sebelum hal yang tidak diinginkan menimpa anak mereka. Sedangkan saat ini, perempuan yang menikah pada umur 24—26 sering dianggap menikah usia muda karena memang banyaknya peluang yang bisa dijalani oleh perempuan untuk mengembangkan karir dan pendidikan mereka. Sehingga banyak yang berpikiran enggan berkomitmen dan menikah sebelum mereka bisa mapan.
Tapi kita tidak bisa menyalahkan pilihan-pilihan tadi. Zaman kini sudah semakin maju dan berkembang. Perkembangan zaman ini memunculkan cara berpikir yang baru dan akhirnya mengubah apa yang seakan sudaha menjadi pola dari masa lalu. Namun, berbagai faktor yang melatarbelakangi keputusan orang untuk menjadi ‘lajang’ ataupun ‘menikah’ tentu semuanya akan dikembalikan pada tujuan awal setiap pribadi. Dan tentunya tidak berlaku ‘benar’ atau ‘salah’ dalam masalah ini karena tentunya prinsip setiap individu pasti berbeda.
Kamu sendiri bagaimana, Fimelova?