Jakarta Adalah Adrian Aryo Bismo, seorang chef berusia 20 tahun yang namanya mulai melambung sejak banyak orang memperhatikan foto-foto yang ia taruh di Instagram. “Saya memperlakukan makanan saya seperti seni, dan sangat jeli dengan plating. Mungkin itu sebabnya para Instagrammers suka melihat foto-foto makanan yang saya posting. Awalnya mereka lihat di Instagram, lalu saya dihubungi via telepon. Nggak lama kemudian saya jadi kenal semuanya, termasuk Odie Djamil, Ray Janson, dan lainnya,” ujarnya ketika ditanya awal mula ia bisa masuk ke jejaring masak-memasak di Jakarta.
Meskipun masih sangat muda, Adrian bukanlah seorang chef tanpa pengalaman. Begitu lulus dari kuliah Tata Boga di Singapura, ia sempat kerja di sebuah restoran Michelin Star bergaya Italia yang berlokasi di Singapura. “Waktu itu saya masih training, tapi sudah harus kerja sampai 13-14 jam, bahkan sampai menginap di restoran. Saya sempat down banget karena awalnya kan saya cuma anak Jakarta yang suka masak di dapur sendiri, tiba-tiba harus terjun ke dunia yang seperti itu. Tapi along the way, saya belajar banyak banget.”
Advertisement
Lengan Adrian menjadi saksi bisu perjalanan karirnya sebagai seorang chef. Atasannya di Hotel Mandarin Oriental Singapura pernah menempelkan sendok panas ke lengan Adrian karena ia dianggap lambat saat mengupas kentang. Adrian dituntut untuk bisa mengupas kentang berkarung-karung hanya dalam waktu lima menit. “It was painful but meaningful,” kenangnya.
Tidak hanya pahit yang ia rasakan saat bekerja di Singapura. Adrian memperoleh ilmu yang luar biasa berharga dari mentornya, yang merupakan coach tim Singapura saat mengikuti kompetisi memasak kelas dunia Bocuse D’or. Berkat coach ini juga Adrian mampu mempercepat laju kerjanya berkali-kali lipat.
Pengalamannya di Singapura tidak serta merta memuluskan karir Adrian di dunia culinary Indonesia. Perbedaan budaya di kedua negara juga menjadi salah satu tantangan berat yang harus ia hadapi. “Yang susah adalah umur, karena saya masih muda dan bawahan saya banyak yang lebih tua,” kata pencinta molecular stuff yang pernah mengenyam pengalaman di Namaaz Dining. Di Singapura, ia tidak perlu khawatir menyandang usia 20 tahun ketika harus memimpin sejumlah anak buah yang berusia lebih tua jauh darinya. Sementara di Indonesia ia harus lebih taktis dalam memperlakukan anak buah yang berusia lebih tua darinya.
“Whatever you have to do ya do it,” kata Adrian. Untuk menaklukkan dunia culinary, Adrian percaya kuncinya adalah harus striving and never give up. “Mungkin jawabannya cliché, but you have to be passionate. Being a chef is more than cooking. It is how you manage chef, appreciate time, appreciate temperature. Semuanya harus balance dan up to the level. Harus ada unsur artistiknya juga supaya makannya kelihatan appetizing,” pesannya.
Ingin karirmu meningkat? Do not underestimate the power of social media, Fimelova!