Advertisement
Next
Pelukan
“Aku paling suka berpelukan, terutama setelah perselisihan kecil. Nggak bisa digambarkan, tapi pelukan dari orang yang disayang memberikan kenyamanan yang nggak ada duanya. Perempuan membutuhkan sosok yang bisa melindungi dan menenangkan, kalau kamu bisa mendapatkannya saat memeluk seseorang, berarti dialah yang tepat ada di sampingmu.” Ungkap Andrian, 24, wedding singer.
Kontak fisik memang memiliki efek positif untuk kesehatan fisik dan mental. Hormon oksitosin yang diproduksi tubuh saat berpelukan bahkan memunculkan perasaan bahagia dan ikatan emosional. Dalam The Joy of Touching, Helen Colton juga mengungkap kalau sentuhan mempercepat proses penyembuhan saat kondisi tubuh menurun akibat meningkatnya hemoglobin yang membuat suplai oksigen ke jantung dan otak lebih lancar.
Advertisement
Komitmen
“Dengan berkomitmen, seseorang pasti akan menjaga hubungannya dengan cara apa pun karena dia merasa punya tanggung jawab atas hubungan itu. Beberapa kali hubunganku kandas karena pasangan tak sanggup berkomitmen. Begitu bertemu dengan orang yang serius dan siap, baru aku merasa mantap. Setidaknya dia punya niat baik untuk memulai komitmen denganku. Itu sudah jadi nilai plus,” kenang Anty, 29, IT staff.
Perempuan memang membutuhkan sosok yang pas dengannya, termasuk mau menerima dan mendampinginya seumur hidup. “Perasaan diakui dan diinginkan pasangan itu luar biasa, perempuan akan mendapatkan apa yang disebut dengan kesejahteraan emosi,” ungkap Irma Rahayu dari Emotion Healing Therapy.
Me time
“Walaupun menikah, tak berarti semua hal harus selalu dilakukan berdua. Kita juga butuh waktu untuk sendiri, punya rahasia pribadi, juga waktu untuk berkumpul dengan teman-teman tanpa ‘diganggu’ pasangan. Bukannya tak menghargai, tapi ini termasuk trik agar tak jenuh dalam hubungan, sekaligus memperluas jaringan pertemanan,” ungkap Lynna, 35, operational manager.
But, ada yang perlu diingat, pesan psikolog Rangga Radityaputra. “Yang penting adalah motifmu memilih sendiri. Jika tujuannya untuk take a break dari rutinitas, masih aman,” papar psikolog dari Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI itu. Maksudnya, waktu sendiri itu benar-benar untuk satu tujuan baik, bukan karena motif lain, seperti sengaja menghindari pasangan atau malah berselingkuh.
Next
Hubungan harmonis dengan sahabat dan keluarga
“Pasangan asli Jawa, sementara aku dari Timur. Perbedaan budaya membuatku sulit beradaptasi dengan keluarganya. Mesti basa-basi dan kalem sementara aku biasanya ceplas-ceplos. Jenuh juga, tapi mau nggak mau harus tulus menerima. Orang bilang menikah nggak cuma dengan pasangan, tapi juga dengan keluarganya,” papar Sherli, 25, accounting.
Sebagai istri dan menantu, kita perlu berdiri di posisi yang tepat. Psikolog Endang Pudjiastuti Untung dari Universitas Islam Bandung pun mengungkapkan status mertua dan menantu setara dengan orangtua dan anak kandung, tapi secara psikologis berbeda sehingga sangat sensitif, rentan terhadap pikiran negatif. “Itu yang kemudian harus menjadi pertimbangan sebelum menikah, siap nggak mendapat keluarga baru, lengkap dengan kelebihan, kekurangan, dan sesekali konflik,” tutup Sherli.
Jujur soal keuangan
Perbedaan pendapat dalam rumah tangga memang kerap menjadi pemicu kerenggangan hubungan. Laki-laki dengan pandangan tak perlu membeli jika tak membutuhkan suatu barang, berbanding terbalik dengan hobi belanja perempuan. “Seringkali perempuan menghabiskan uang melebihi anggaran dan pada akhirnya mengalami masalah keuangan serius,” ujar Ruth Engs, profesor Ilmu Kesehatan di Indiana University. “Iya, awalnya aku suka menyembunyikan tagihan kartu kredit. Untuk menyiasati, belanjaan dimasukkan di sela-sela barang lama. Lucunya, saat pakai pertama kali suami suka tanya, ‘Eh, baru ya?’. Itu tandanya dia nggak yakin barang yang aku pakai baru atau nggak. Tinggal bilang, ‘Dasar papa nggak perhatian, ah.’ Selesai!” ungkap Cecil, 28, ibu rumah tangga.
Padahal, bersikap tak jujur bukanlah solusi. Menurut Julie, daripada berbohong untuk menghindari perang argumen, lebih baik memutar otak untuk mencari jalan keluarnya. Misalnya, dengan mengutak-atik uang bulanan, menyisihkan dana untuk memenuhi kebutuhan bulanan dengan pintar dan disiplin menggunakannya demi mendapatkan uang sisa untuk memenuhi hasrat belanja. Jangan mau dianggap cuma bisa menghamburkan uang, tapi mesti punya solusi untuk memfasilitasi naluri gila belanja kita.
Advertisement
Next
Pertengkaran kecil
Salah satu mentor TalkInc, Alex Sriewijono, pernah mengungkapkan kalau pertengkaran justru mempermanis hubungan. “Jangan harap hubungan akan selalu manis. Justru setelah mengalami kepahitan, rasa manis itu akan lebih terasa,” ujarnya. Secara psikologis, hubungan antarmanusia memang membutuhkan fase bertengkar untuk menemukan kembali esensi hubungan dan kembali mesra. “Pada dasarnya perempuan dan laki-laki juga bisa jadi teamwork yang baik,” ungkap psikolog Bondan Seno Prasetyadi dari PT Mitra Langgeng Sejati. Kuncinya, komunikasi. Tiap pribadi memiliki pemikiran, dan dalam rumah tangga yang baik, pemikiran itu seharusnya saling melengkapi, bukan saling bersaing untuk jadi pemenang.
“Benar banget, malah dari pertengkaran kita juga bisa makin mengenal karakter pasangan dan belajar menyelesaikan masalah. Belajar lebih dewasa dan saling berkorban meredam amarah, supaya pertengkaran kecil tak menyebar dan jadi besar. Setelah perselisihan, biasanya juga jadi lebih bisa menghargai pasangan dan lebih mesra dari biasanya,” kata Puspa, 30, staf pengajar.