"Di tiap momen perempuan maunya tampil sempurna, misalnya saat menikah ribet soal dandanan, dan ketika mengandung ribet lagi soal bentuk tubuh yang nggak lagi menarik. Tapi kan, intinya tetap pada momen. Pernikahan, kehamilan, sampai kelahiran tetap jadi yang terpenting," ujar Veronica (25,staf keuangan).
Sementara Febria (33, assistant managing director) berpendapat, "Beruntung saat hamil aku nggak mengalami masalah seperti leher menghitam, berat badan naik, atau kaki bengkak. Kalau perempuan lain sibuk memikirkan perubahan bentuk tubuh, kehamilan justru menjadi senjataku untuk makan banyak dan nggak dandan tanpa merasa bersalah! Mungkin kekhawatiran berlebihan perempuan lebih kepada penilaian orang. Kita selalu takut terlihat nggak sempurna sehingga nggak siap menerima perubahan dan pandangan orang lain, termasuk suami, akan perubahan itu."
Sekitar 71% dari 1000 perempuan yang mengikuti poll situs berita Dailymail memang mengaku merasa “tertekan” untuk tampil menarik saat hamil. Stretch mark dan berat badan naik bahkan menjadi ketakutan terbesar ketimbang perubahan hormonal, biaya persalinan, rasa sakit saat melahirkan, sampai kelancaran ASI.
Advertisement
Menyisihkan anggaran untuk memperbanyak koleksi outfit menjadi salah satu kebutuhan pokok perempuan hamil. Belum lagi bermacam produk kecantikan untuk meminimalisasi stretch mark, melembapkan kulit, dan menjaga kesegaran wajah, juga kesibukan memantau kenaikan berat badan dan rencana-rencana ke depan untuk kembali langsing. Media sosial menjadi saksinya. Keluhan soal badan yang tak lagi seksi, jerawat yang bermunculan, atau laporan ke publik soal makanan yang hari ini berhasil dilahap (yang ujungnya balik ke berat badan), masuk dalam jadwal rutin perempuan masa kini.
Beberapa teman yang tergolong kurang aktif di media sosial, tiba-tiba menjadi super-eksis sejak awal mengandung. Tiap hari ada saja yang menjadi bahan, mulai dari share artikel-artikel seputar ibu muda, makanan-makanan yang diidamkan—jagung bakar, nasi bakar, mie buatan suami—sampai foto narsis perkembangan janin dan bobot tubuh mereka. Bagian terakhir ini yang paling sering disinggung. Salah satu dari mereka bahkan masih rajin menceritakan berat badannya yang berhasil turun 45 kg setelah melahirkan. Sampai hari ini, dia pun belum berhenti memamerkan tubuh langsing yang katanya sudah mirip Nadya Hutagalung itu!
Anna Surti Ariani dari Klinik Terpadu UI kemudian menambahkan, wajar perempuan merasa cemas dan cenderung depresi di masa kehamilannya karena begitu banyak hal yang menjadi beban pikiran, belum lagi akibat hormon yang tak stabil. Baik Vero maupun Febria pun sepakat, perempuan pada dasarnya hanya membutuhkan penilaian positif sebagai bentuk dukungan atas segala perasaan dan pikiran yang campur-aduk selama berbadan dua. “Makanya, sedikit saja dibilang gemuk, jerawatan, atau kelihatan lebih kusam langsung merasa dunia mau kiamat. Kita merasa nggak lagi menarik dan gagal menunjukkan eksistensi,” tutup Vero.
Padahal, tak perlu terlihat sempurna untuk mendapat penilaian positif. Kalau kata Kim Zittel, pengamat sosial dari Buffalo State College, perempuan dirasa perlu menurunkan standar, karena tuntutan diri sendiri itulah yang sebenarnya membuat perempuan makin frustasi. Ditambah, saat berkaca dalam posisi perut membuncit, lengan membesar, kaki membengkak, dan pipi menggembung, yang terlihat sama sekali tak sesuai harapan. Ya, atau tidak?