Advertisement
Next
Ya, setelah lepas kuliah, saya memutuskan untuk menjalani profesi sebagai pekerja lepas dan membantu beberapa projek dari profesor-profesor di almamater kampus saya dulu. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk bekerja di sebuah lembaga pemberantasan korupsi di Indonesia.
Mungkin masih bisa dikategorikan hanya sesaat, mengingat kurang dari 2 tahun saya bekerja di sana. Ketika saya masih bekerja di lembaga tersebut, ada sebuah tawaran menarik dari seorang ketua yayasan lembaga perpustakaan di Malang. Selain karena pekerjaannya, yang menurut saya, menantang, saya menerima pekerjaan tersebut juga karena ingin coba memulai hidup sendiri di kota lain, hijrah.
Hubungan saya dan sang kepala yayasan cukup baik, sangat baik malah. Bahkan, ketika dia menawarkan pekerjaan tersebut kepada saya, dia juga menawarkan saya untuk tinggal di rumahnya nanti. Sangat antusias dan tidak sabar saya ingin segera hijrah ke kota Malang untuk memulai babak kehidupan baru.
Advertisement
Setibanya di Malang, Ibu Ketua menyambut saya dengan sangat baik. Di rumah, ia memperlakukan saya layaknya anak sendiri, asisten rumah tangga di rumahnya pun berlaku yang sama pada saya. Di kantor baru, saya juga bisa langsung beradaptasi dengan teman-teman lain dan bergaul dengan baik. Baru beberapa bulan di sana, saya sudah bisa mencuri simpati dan perhatian dari semua orang di kantor dan juga orang di sekitar rumah. Saya tipe orang yang mudah bergaul, beberapa teman dekat saya bahkan mengatakan saya ini terlalu sering berlagak ‘sok kenal’ kepada orang-orang yang baru saya temui. Jadi, nggak heran kalau saya mudah beradaptasi.
Entah apa yang menjadi pemicu, Ibu Ketua Yayasan mulai berlaku aneh. Komunikasi kami tidak lagi seperti dulu ketika saya baru kali pertama datang. Kemudian, mulailah ia menyebarkan berita-berita yang tidak menyenangkan tentang saya di kantor dan kepada asisten rumah tangga di rumah. Yang paling saya ingat adalah ketika saya dituduh menghilangkan kamera kantor. Dan berita itu dengan cepat menyebar di kantor.
Next
Pernah saya pergi ke sebuah event di luar kantor dengan membawa kamera. Setelah event selesai, saya tidak kembali lagi ke kantor karena harus lanjut pergi ke satu tempat. Akhirnya, kamera pun saya titipkan kepada teman saya untuk ditaruh kembali di kantor. Keesokan harinya, saya dipanggil Ibu Ketua Yayasan karena dia menganggap saya lalai sehingga properti kantor bisa hilang. Teman yang saya titipkan mengatakan bahwa kamera telah ia letakkan di tempat yang seharusnya dan saya tahu kalau teman saya tidak berbohong. Akhirnya, saya dibantu teman-teman lainnya mencari kamera tersebut.
Hingga pada satu sore, teman saya tergesa-gesa menghampiri saya dan berbisik. Rupanya, ia baru saja mencari kamera ke ruangan Ibu Ketua Yayasan. “Kamera yang dicari, ada di ruangan Ibu. Kayaknya memang sengaja disembunyikan,” ujarnya. Heran dan tidak mengerti pastinya.
Bukan hanya itu, di rumah, Ibu juga berusaha menyebarkan berita yang tidak-tidak tentang saya kepada asisten rumah tangga. Namun, asisten rumah tangga yang cukup dekat saya, justru malah membela saya. Dan disayangkan, Ibu malah mengira asisten rumah tangga di rumah menjadi mata-mata saya dan mendapat mendapat sogokan dari saya.
Akhirnya, karena tidak tahan, saya keluar dari rumah. Saya memutuskan mencari kos-kosan. Tidak nyaman tinggal dan bekerja dengan orang atau atasan tepatnya, yang bermuka dua. Di depan saya, Ibu sama sekali tidak pernah berkata buruk, namun ternyata di belakang saya banyak kebohongan yang ia sebarkan. Setelah saya bercerita tentang apa yang saya alami di kantor kepada asisten rumah tangga di rumah, ia pun membenarkan tingkah Ibu yang seperti itu. Bahwa memang benar Ibu sering memperlakukan pegawainya yang berasal dari luar kota seerti itu. Ingin rasanya saya tinggalkan pekerjaan ini, namun lagi-lagi saya berpikir tentang profesionalisme.
Advertisement
Next
“Seorang pemimpin yang baik harus bisa berempati pada bawahannya, tapi tidak sampai ikut larut pada masalah bawahan. Perlu menjaga jarak, di kantor atau situasi kerja, tetapi di luar jam kantor, tetap bisa bersikap santai dan bergaul dengan bawahan. Jika pemimpin merupakan sumber ketidaknyamanan karyawan maka iklim kerja perusahaan akan buruk, motivasi dan kinerja karyawan akan menurun. Walaupun belum tentu menurunkan profit perusahaan, tetapi bisa jadi frekuensi pergantian karyawan meningkat, loyalitas menurun,” ujar Amanda Agustario, Psikolog dan Dosen UPI YAI.
Entah apa yang harus dipanut dari seorang pemimpin yang memiliki 2 kepribadian. Omongan seorang atasan atau pemimpin yang seharusnya bisa dipegang, nyatanya sama sekali jauh berbeda dan bertentangan. Namun, tentu bukan hanya pandangan subketif kepada seseorang yang bisa dijadikan pertimbangan untuk membuat keputusan. Ternyata, masih ada hal lain yang lebih penting daripada sekadar perlakuan atasan yang diterima. Walaupun atasan memegang peran, tapi ingat kalau perjalanan kariermu tidak sepenuhnya ditentukan oleh atasan.