Advertisement
Next
Curhat apa aja, sih?
Laki-laki paling nggak betah menunggu dua perempuan atau lebih yang sedang ngobrol. Nggak percaya? Coba tanya pasangan atau saudara laki-laki, apa yang mereka pikirkan ketika terjebak dalam obrolan para perempuan. Sonny (26, marketing manager) mengaku lebih baik menemani kekasihnya berbelanja daripada hang out dengan sahabat-sahabatnya karena nggak mengerti topik obrolan mereka dan terancam bisa menghabiskan waktu seharian.
“Kenapa ya, mereka betah banget bergosip atau curhat dengan bumbu drama. Masalah kecil bisa jadi luar biasa besar cuma karena gaya penceritaan yang kelewat ekspresif! Belum lagi lamanya minta ampun dengan bahasan yang diulang-ulang. Sebenarnya ada satu lagi yang pengen banget aku tahu, apa yang pacarku omongin ke sahabatnya tentang aku dan seberapa sering aku menjadi topik bahasan? Selama ini cuma menebak-nebak, padahal ke sesama perempuan pasti lebih terbuka, apalagi perempuan susah menyimpan rahasia.”
Advertisement
Kenapa hobi memalsukan orgasme?
“Perempuan dan fake orgasm ‘bersahabat’. Kenapa sih, mesti memalsukan gairah sendiri? Alasan itu sampai sekarang belum aku dapat karena sungkan mau menanyakan hal se-sensitif ini kepada pasangan,” ungkap Fredrick (33, developer). Menurutnya, fake orgasm nggak membantu hubungan intim menjadi lebih baik, tapi malah membuat hubungan di ranjang nggak nyaman karena nggak ada keterbukaan di dalamnya.
Nggak ada yang lebih mengerikan dari dandanan kurang oke?
“Ini nih, yang suka bikin geregetan. Masalah kecil, seperti dandanan yang dia rasa kurang, rambut kusut, sepatu kotor, sampai lipstik mulai luntur aja bisa menjadi sesuatu yang serius. Kita senang-senang aja kalau pasangan tampil cantik dan bisa dibanggakan di depan banyak orang, tapi apa nggak ada masalah yang lebih serius dari sekadar penampilan?” keluh Ridwan (28, musisi). Baginya, perempuan nggak perlu terlalu ambisius untuk tampil sempurna, karena tanpa usaha pun kecantikan natural tetap akan terlihat dengan sendirinya. “Bukannya kalau dandan berlebihan atau terlalu sempurna malah membuat laki-laki mundur? Makanya, penasaran apa yang ada di pikiran mereka. Kalau sudah sempurna, lalu mau apa?” lanjutnya.
Next
Mau nonton film dewasa barengan?
“Lucu kali ya, kalau perempuan bisa diajak ngobrol santai tanpa emosi dan jaim. Harapannya seperti sedang ngobrol dengan teman lelaki, dengan perempuan pun bisa sesantai itu. Masalah seks, misalnya, perempuan masih suka malu-malu. Kapan ya, mereka bisa diajak nonton film dewasa barengan atau ngobrolin soal masturbasi? Hehehe. Minimal, bagaimana caranya bisa menggiring mereka ke topik obrolan sensitif macam itu? Pasti menarik,” kata Wisnu (30, kartunis) penasaran. Baginya, perempuan itu misterius. Mereka menyimpan banyak rahasia, tapi malu-malu mengungkapkannya. “Sempat ingin bertanya sama teman yang cukup dekat, tapi begitu mulai masuk ke topik seks dia sudah terlihat canggung,” tutup Wisnu.
Boleh nggak, main sama teman perempuan?
Ditanya tentang apa yang mau ditanyakan, tapi urung diungkapkan kepada perempuan, Raditya pun mengeluarkan uneg-unegnya selama ini, “Pertanyaan atau ijin untuk main atau ketemuan sama teman lawan jenis sama saja dengan mengajak bertengkar pasangan. Padahal, niat awal cuma have fun dan jalan biasa, ujungnya bisa dituduh selingkuh. So, untuk yang satu ini biasanya pergi tanpa ijin alias diam-diam hang out sama teman perempuan daripada menyulut pertengkaran yang bakal terus diungkit tiap ngambek. Kapan sih, perempuan berpikir lebih positif? Masa cuma pergi dengan lawan jenis marahnya kayak kita habis main serong puluhan kali. Panjang! Waspada bolehlah, tapi apa periu mendramatisasi keadaan?”
Apa efek PMS ke mood begitu besar?
“Jangan-jangan PMS cuma jadi alasan untuk bebas jadi menyebalkan, sah marah-marah, atau bersikap semaunya. Bukannya berpikiran negatif, kami sebagai laki-laki nggak pernah merasakan datang bulan dan bagaimana rasanya saat perasaan campur-aduk, karena itu pengen tahu seberapa besar pengaruh hormon terhadap mood mereka. Batas normalnya seperti apa, atau adakah penambahan efek dramatisnya? Harus ya, marah-marah atau nggak mood sepanjang hari? Nggak capek, gitu? Hehehe, jangan tersinggung lho ya, ini kan ungkapan isi hati!” ujar Stefanus (28, public relations). Hidup dikelilingi empat saudara perempuan, ibu, dan kekasih, diakui cukup sulit karena masing-masing memiliki masa PMS berbeda. Katanya kemudian, “Satu per satu menuntut dimaklumi, lama-kelamaan pusing juga!”
Bagaimana Fimelova, kalau menghadapi pertanyaan-pertanyaan seperti di atas, apa reaksimu? Marah, atau siap menjawab rasa penasaran mereka?