Advertisement
Next
Minat dan kemauan anak, belum tentu selalu sejalan dengan apa yang ada di pikiran orangtua mereka. Ketakutan orangtua akan hidup kesejahteraan anak mereka kelak menjadi paranoid tersendiri bagi mereka hingga banyak orangtua yang mendikte kehidupan anak, mulai dari pemilihan sekolah, penjurusan minat saat di universitas, hinnga ke dunia kerja. Bagaimana jika orangtua tidak mendukung karir yang dipilih? Ami, 29, seorang fotografer merasakan tekanan dan tentangan dari orangtuanya saat ia memutuskan untuk berprofesi sebagai fotografer.
Hidup untuk fotografi
Entah sejak kapan saya suka fotografi, tapi yang jelas, saya sudah mulai memegang kamera sejak masuk ke dunia kampus. Saya kuliah di satu universitas swasta di daerah Jakarta Selatan mengambil jurusan jurnalistik. Dan saya senang setelah mengetahui bahwa fotografi juga berperan erat dalam dunia jurnalistik yang saya tekuni.
Advertisement
Bisa dikatakan saya kuliah cukup lama, sekitar 7 tahun. Karena sembari kuliah, saya juga kerja paruh waktu dan freelance di beberapa organisasi masyarakat. Melihat perjalanan kuliah saya yang cukup lama, Ibu dan Bapak saya pun mulai campur tangan. Mereka memberi ultimatum untuk segera menyelesaikan kuliah atau semua bantuan biaya akan ditarik karena menurut mereka saya tidak serius dan fotografi yang saya tekuni justru merusak kuliah saya. Akhirnya, saya pun lulus dan diwisuda pada tahun ke-7, tanpa ada satupun keluarga yang datang menghadiri wisuda saya.
Kurang dari satu bulan setelah lulus, Bapak segera menyuruh saya untuk menyiapkan lamaran dan meminta saya untuk mencoba di kantor salah satu kerabatnya. Namun, tentu saja saya tidak setuju dan memutuskan untuk tetap bekerja dengan mengikuti passion saya pada fotografi. Gaji kecil, yang bahkan tidak mencapai UMR pun saya jalani. Karena memang saya suka dengan pekerjaan saya.
Next
Tahu saya tidak mendapat upah layak, Bapak kembali menekan saya untuk segera meninggalkan pekerjaan yang baru dijalani dalam hitungan bulan. Terlebih lagi, kakak perempuan saya memiliki karir sukses dan pastinya berpenghasilan lebih besar dari apa yang saya terima, terjadilah perbandingan antara kakak-beradik yang dilakukan oleh Bapak, semata-mata untuk memperkuat alasannya meminta saya berhenti kerja.
Namun, saya tetap bersikeras dengan keputusan saya untuk melanjutkan pekerjaan yang menurut saya menyenangkan. Untuk menutupi kekurangan ekonomi, saya pun harus mengambil pekerjaan lain untuk membuktikan kepada mereka bahwa saya bisa hidup lewat hobi saya. Apapun risikonya, saya akan tetap berada di dunia fotografi dan menjadikan fotografi sebagai karir saya ke depan, walaupun hingga saat ini orang tua masih menekan saya agar pindah kerja ke tempat “aman dan nyaman” yang telah mereka tentukan.
Potensi, bekal pasti meniti karir
Apa yang dialami oleh Ami, juga terjadi pada seorang fotografer kelas dunia, Todd Anthony Tylor. Todd mengawali karir di dunia fashion sebagai model dan kemudian berubah haluan menjadi seorang fotografer. “Orangtua saya sama sekali tidak mendukung saat saya memutuskan untuk menjadi seorang fotografer. Karena mereka pikir saya tidak akan bisa hidup dari pekerjaan sebagai fotografer. Namun, saya sudah bertekad, apapun yang terjadi, saya tidak akan mundur dari fotografi karena kecintaan total pada dunia ini dan saya yakin bahwa apapun yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh pasti akan membuahkan hasil. Dan sekarang lihat, setelah sampai pada posisi saat ini, tidak ada satu pun keluarga yang tidak mendukung,” ujar Todd pada FIMELA.com.
Advertisement
Next
A.B. Susanto dalam bukunya Karir (Management for Everyone 1) mengatakan bahwa keberhasilan dalam meniti karir sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam mengenali dan mengembangkan potensi yang dimiliki karena itu diperlukan perencanaan pengembangan potensi.
Bukan hanya potensi yang bisa membuat melesat dalam berkarir. Kreativitas dan kecermatan melihat peluang juga diperlukan dalam berkarir. “Bagi seorang karyawan, kreativitas dapat membantu meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas-tugas yang diberikandan kesuksesan dalam karir atau pekerjaan,” ujar A.B. Susanto masih dalam buku yang sama.
Jika kita memang mencintai dan meyakini apapun yang kita kerjakan, rasanya tidak ada alasan untuk mundur hanya karena alasan kenyamanan. “Sejak kali pertama terjun sebagai fotografer, saya sudah menanamkan kecintaan yang amat sangat di dalam diri pada fotografi. Jadi, semua halangan dan rintangan yang saya temui dalam proses merintis karir saya anggap masalah kecil karena tidak sebanding dengan cinta saya pada fotografi,” Todd berbagi. So, apapun yang kamu yakini baik, jangan ragu untuk terus melanjutkan. Buktikan kepada orangtua bahwa kamu bisa sukses dengan caramu sendiri.