Advertisement
Next
Menikah, keluarga jadi prioritas utama
”Memasuki alam kedewasaan, seorang laki-laki harus mempersiapkan diri untuk dapat hidup dan menghidupi keluarganya, kaum perempuan juga harus mempersiapkan diri untuk berumah tangga,” ujar Dr. Sarlito Wirawan dalam Psikologi Umum. Banyak di antara kita yang tentu setelah memutuskan untuk berkomitmen ke jenjang pernikahan masih ingin terus menjalani karir yang memang telah kita jalani sebelumnya. Namun, pastinya ketika sudah memutuskan untuk menikah, akan ada “tuntutan” untuk menjadikan keluarga sebagai prioritas utama.
Advertisement
“Bagi saya, saat perempuan memutuskan untuk menikah maka ia sudah harus siap untuk menempatkan keluarga di atas semua urusannya. Tentu saya tidak akan melarang siapa pun yang akan menjadi istri saya kelak untuk berkarir, namun saat sudah berstatus menjadi istri, karir bukan lagi yang utama,” ujar Muhammad Assad, penulis buku Notes from Qatar.
Next
Bebas berkarya dan aktualisasi diri, asal tetap hargai suami
Walaupun sudah menikah dan memiliki anak, tapi nggak bisa dipungkiri bahwa kita perlu tetap berkarya, bersosialisasi, dan aktualisasi diri. Para lelaki yang mengaku memiliki ego tinggi menuntut istri untuk menghargai mereka sebagai kepala keluarga. Well, nggak harus melihat sosok seorang suami, hidup saling menghargai memang sudah sepatutnya menjadi bagian dari rutinitas kita, bukan.
“Jujur saya katakan bahwa kami, para lelaki memiliki ego tinggi, terlebih jika sudah menyangkut harga diri dan berujung pada permasalahan keuangan. Tidak jarang perempuan yang berkarir dan berkarya di luar sana suka lupa dengan prinsip tersebut dan yang malah nantinya akan menyinggung harga diri suami. Padahal, ketika sudah berstatus sebagai istri, perempuan berkarir dan berkarya memang sebatas untuk mengisi waktu luang, bukan untuk mencari penghidupan,” Antariksa, pemilik usaha Production House.
Advertisement
Next
Mengandalkan asisten rumah tangga boleh, asal…
Membagi waktu antara kerja dan mengurus rumah tentu bukan hal yang mudah. Sebagai perempuan yang memutuskan untuk terus berkarir usai menikah, kita dituntut untuk bisa multitasking. Mengurus rumah dan pekerjaan dalam waktu bersamaan akan menyita pikiran dan tenaga, karena itulah asisten rumah tangga cukup diperlukan untuk membantu keberlangsungan kehidupan di rumah.
“Seharian bekerja di kantor dan masih harus mengurus rumah lagi ketika pulang kerja pasti akan sangat menguras tenaga. Saat nanti saya berkeluarga, tentu saya akan mengijinkan istri saya untuk menggunakan asisten rumah tangga untuk meringankan pekerjaan rumah, seperti mencuci atapun menjaga anak. Namun, itu bukan berarti ia bisa menyerahkan semua hal yang berhubungan dengan rumah kepada asisten, tentu ia harus tahu mana hal-hal penting yang harus ditangani langsung,” tutur Assad.
Next
Baby sitter, bukan pengganti ‘Ibu’
Sebagai seorang Ibu, perempuan pastinya harus menempatkan kepentingan anak di atas apapun, tak terkecuali karir dan suami. Kriteria lain seorang perempuan ideal bagi lelaki adalah bisa menjadi seorang Ibu yang memerhatikan anak-anak mereka.
“Ketika perempuan berkeluarga dan memiliki seorang anak khususnya maka sudah selayaknya kepentingan anak jadi yang utama. Suster atau baby sitter hanya bersifat membantu sementara, namun pekerjaan mengasuh dan mendidik yang sesungguhnya tetap menjadi peran seorang Ibu. Dan perempuan yang baik adalah perempuan yang tidak melupakan kodrat mereka,” Adjie Silarus, meditator.
Seperti yang dikatakan seorang pakar Psikologi, Carl Jung, sifat feminin dalam kepribadian berorientasi ‘komunal’ (memelihara hubungan interpersonal) dengan cara mengasuh, memberi cinta kasih, perlindungan, kepekaan, dan emosi sosiabilitas. Inilah yang membuat seorang perempuan memang dilahirkan dan “dituntut” sebagai makhluk yang bersifat sebagai ‘perawat’, terlebih dalam urusan rumah tangga. Namun, bukan berarti kita hanya harus hidup dalam lingkup domestik karena berkarya bisa menjadi salah satu cara terbebas dari stres akibat tekanan rumah tangga.