Advertisement
Next
Kebuntuan dalam percintaan, rasanya bukan hal baru lagi dalam sebuah hubungan. Menjalin hubungan dengan pasangan yang berbeda (agama dan suku) ataupun menjalin hubungan dengan pasangan yang sudah jelas menjadi pasangan orang lain, dua faktor yang ‘berbahaya’ tapi masih cukup banyak dilakukan . Atas nama ‘cinta’ dan ‘kasih sayang’ orang masih terus menjalani sebuah hubungan yang jelas tanpa di masa depan. Apa yang membuat bisa bertahan menjalani hubungan tanpa masa depan? Dan bagaimana ketika hubungan tanpa masa depan yang dijalani benar-benar menemui jalan buntu?
Jalin hubungan dengan kekasih orang
Advertisement
“Entah hubungan antara saya dan dia bisa disebut hubungan percintaan atau bukan karena saya pun tidak tahu bagaimana perasaannya pada saya. Saya lebih suka menyebut hubungan yang saya jalani layaknya sebuah judul film, ‘friends with benefit’ walaupun pada kenyataannya tidak akan ada hubungan yang seperti itu karena pada akhirnya semua akan menggunakan perasaan. Saya cukup dekat dengan seorang lelaki yang menurut saya sangat baik. Semua perhatian ia curahkan pada saya, bahkan sekitar 2 tahun lalu, ketika saya masih sering pulang subuh karena deadline, dia pasti selalu ada untuk menjemput dan mengantar saya ke rumah, dan selalu memastikan saya masuk ke dalam pintu rumah sebelum ia pergi,” Ninu, 24, Editor. Hingga akhirnya, Ninu jatuh hati pada sosok laki-laki perokok yang sebenarnya paling ia hindari.
“Sejatinya perempuan dan laki-laki akan memberikan sinyal alami saat mereka memiliki ketertarikan satu sama lain. Nah, tinggal bagaimana masing-masing dari mereka yang menangkap sinyal yang dikirimkan oleh (calon) pasangan mereka. Jika memang ada “penyimpangan” sesudahnya, tentu itu kembali kepada pribadi masing-masing,” ujar Farah Andjarsari, S. Psi., M. Psi., Psikolog dan dosen sebuah universitas.
Next
“Dari hari ke hari saya semakin sayang padanya padahal saya juga tidak tahu perasaannya sebenarnya. Sampai akhirnya, ‘facebook’ tidak sengaja memberi kenyataan pahit bahwa sebenarnya ia telah memiliki pacar di luar sana. Saya segera konfirmasi kenyataan yang saya temukan di social media padanya dan ternyata ia ‘mengiyakan’. Sakit hati pastinya, hancur, dan tidak ingin lagi bersentuhan dengan yang namanya ‘cinta’. Ternyata saya terlalu menganggap lebih niat baiknya karena bagi saya terlalu baik seorang lelaki yang mau menjemput rutin seorang perempuan dari kantor pada pukul 3 pagi dan memastikan si perempuan sampai dengan selamat di rumah. Setelah peristiwa tersebut, saya dan dia sempat hilang kontak karena saya sengaja menghindar dan dia sepertinya mengurangi frekuensi komunikasi. Namun, pada satu titik, saya merasa ‘mengapa tidak kembali menjalin “hubungan” dengannya, toh kami sama-sama menikmati kebersamaan. Akhirnya saya mulai kembali menghubunginya dan seperti yang diduga, gayung pun bersambut. Namun, saya tetaplah seorang perempuan yang masih didominasi oleh perasaan. Ya, rasa sayang itu kembali mencuat. Akhirnya, saya memutuskan bahwa hubungan ini tidak boleh lagi diteruskan,” Ninu menutup.
Advertisement
Next
Jalin hubungan beda keyakinan
“Saat itu usia saya baru 16 tahun sedangkan dia berusia 21 tahun. Saya menjalin hubungan dengan lelaki yang berbeda keyakinan. Tantangan besar dari pihak keluarga pasti saya temui karena tidak ada satupun keluarga yang mendukung hubungan berbeda keyakinan, tapi saya sudah memikirkan konsekuensinya sejak awal saya menjalin hubungan dengannya,” ujar Shita, Produser.
Berbeda keyakinan dengan pasangan, tidak membuat hubungan Shita kandas begitu saja di tengah jalan, bahkan hingga saat ini, usia hubungan mereka sudah memasuki tahun ke-7. “Saya bisa bertahan sama dia sampai sekarang karena kami memiliki visi, misi, dan cita-cita yang sama. Saat ini hubungan kami pun sudah mengarah ke jenjang yang lebih serius. Perbedaan pasti selalu ada yang terpenting adalah bagaimana kita bisa saling mengerti ,memahami dan mengisi kekurangan kita satu sama lain. Saya tidak ingin orang lain berubah karena saya. Jika memang dia berubah, dia memang berubah karena keinginannya sendiri. Yang jelas, saya selalu berusaha untuk menjadi teman, sahabat, sekaligus pacar yang bisa membuatnya nyaman. Dan Thank God, saat ini kami pun sudah seiman,” tutur Shita.
Next
Namun, nasib berbeda harus dialami oleh Deta, 25, Editor. Menjalin hubungan dengan lelaki berbeda keyakinan selama 2 tahun, harus ia akhiri karena mendapat penolakan besar dari keluarga. “Jujur, saya tidak berpikir panjang saat saya memutuskan untuk menjalin hubungan dengannya. Karena dia lelaki yang sangat baik, saya rasa itu sudah menjadi alasan cukup untuk menerimanya menjadi pacar saya. Tantangan besar tentu datang dari keluarga ketika mengetahui saya menjalin hubungan dengan lelaki berbeda keyakinan, bukan hanya dari keluarga inti tapi dari keluarga besar. Bahkan, saya pernah disidang dalam satu pertemuan keluarga besar. Ya, disidang layaknya seorang penjahat. Saat itu saya sadar bahwa toleransi antarumat beragama hanya ada di dalam pelajaran saja dan itu semakin membuat saya mencintai perbedaaan dan tertantang,” Deta mengawali cerita.
Penerimaan yang baik dari pihak keluarga sang pacar menjadi alasan bagi Deta untuk terus menjalani hubungan dengan lelaki yang tinggal di Kota Kembang tersebut. Tapi, pada suatu saat karena kondisi kritis yang dialami oleh neneknya, akhirnya Deta memutuskan untuk mengakhiri hubungannya. “Saya sadar bahwa hubungan saya dan dia hanya sebatas hubungan di Kota Kembang. Kita bahagia karena kita berada berdekatan dan saya termasuk orang yang tidak percaya dengan Long Distance Relationship. Akhirnya, saya pun mengkhiri hubungan dengannya. Saat ini, saya kembali menjalani hubungan dengan lelaki yang berbeda, tapi bukan berbeda keyakinan, kali ini hanya masalah suku. Mama dan papa masih memberikan tentangan pada hubungan saya sekarang. Tapi, kali ini saya pastinya akan memperjuangkan hubungan saya,” ujar Deta bersemangat.
Advertisement
Next
Berbeda dari Shita dan Deta, Tri, 25, Marketing yang juga menjalin hubungan dengan lelaki berbeda keyakinan, menjalani hubungannya dengan cukup santai. “Saya termasuk orang yang cukup santai jadi saya jalani saja hubungan ini apa adanya. Lagipula, saya juga tidak berniat untuk membawa hubungan ini ke arah yang lebih serius. Tapi, belum tahu juga sih bagaimana ke depannya, berhubung saya ini termasuk orang yang cukup liberal. Anehnya, protes dan tentangan bukan datang dari mama. Protes malah datang dari teman-teman yang memang sudah berpikir untuk menikah,” ujar Tri.
Masih belum berpikir untuk menikah di usianya saat ini, membuat Tri cukup santai menjalani hubungan dengan lelaki yang berbeda keyakinan. “ Saya rasa belum waktunya saya berbicara lebih jauh sama dia karena we’re still too young. Deep inside saya punya batas waktu untuk ini yang tentunya nggak akan saya bagi ke dia. Dan sebenarnya yang saya hindari adalah salah satu di antara kami untuk pindah keyakinan. Jadi, jalani saya dulu apa yang ada di depan mata,” Tri berbagi.
Kondisi apapun yang dihadapi oleh sebuah hubungan, kedewasaan dan kebijaksaan dalam bersikap adalah kunci utama untuk mencari jalan keluar. Sebelum berada dalam sebuah hubungan pelik tanpa masa depan, ada baiknya kamu “selektif” memilih pasangan terutama untuk kamu yang sudah serius untuk menikah. Jangan pernah mencoba untuk menjalani sebuah hubungan yang jelas tanpa masa depan, kecuali kamu dan pasangan siap merontokkan tembok penghalang membangun jalan baru hidup kalian berdua.
“Dalam sebuah hubungan sebaiknya tidak ada pemaksaan antara yang satu dengan yang lainnya. Dan jangan pernah berniat mengubah seseorang hanya demi kepentingan pribadi. Sesuatu yang berubah secara instan karena keterpaksaan tidak akan berlangsung lama. Begitupun halnya dengan pasangan, jangan pernah memaksakan kehendak pada pasangan. Jika sudah punya perasaan bahwa hubungan yang dijalani tidak memiliki masa depan, sebaiknya segera diakhiri sebelum kedua pihak sama-sama tersakiti,” Farah menambahkan.