Advertisement
Next
Awal bulan ini, sebuah kejadian tragis terjadi di salah satu stasiun kereta bawah tanah Manhattan, New York, AS. Seorang laki-laki Asia bernama Ki Suk Han (58 tahun) tewas tersambar kereta commuter setelah didorong hingga terjatuh di lintasan kereta oleh seseorang, yang belakangan diketahui seorang gelandangan bernama Naeem Davis. Sebelumnya, ia dan orang asing itu memang terlihat beradu mulut. Yang mengecewakan, tak ada satu pun orang yang tergerak menolong Ki Suk Han sebelum tertabrak, padahal beberapa orang menyaksikan kejadian itu, salah satunya fotografer lepas New York Post yang malah sibuk mengabadikan momen mengerikan tersebut. Bahkan, gambar saat Ki Suk Han berusaha menyelamatkan diri dipajang di halaman depan New York Post keesokan harinya. Foto bertuliskan pushed on the subway track, this man is about to die itu pun langsung menuai kemarahan publik dan kritikan di media sosial.
Kejadian malang semacam ini juga terjadi di Foshan, Guandong, China pada pertengahan Oktober silam. Seorang anak perempuan bernama Yue Yue (2 tahun) tertabrak 2 mobil van di jalanan, dan diacuhkan oleh orang-orang yang melintas saat kejadian tersebut! Pertama kali Yue Yue tergilas ban mobil van, pengemudinya tak berhenti dan dengan cuek meninggalkannya tergeletak. Tak lama, mobil van kedua juga menabraknya. Kejadian itu disaksikan cukup banyak orang yang lewat, tapi baru orang ke-19 yang memindahkan Yue Yue ke tepi jalan. Ia adalah perempuan tua yang bekerja sebagai pemulung. Sementara itu, ibu Yue Yue sibuk berbelanja di sekitar tempat kejadian sehingga tak mengawasi buah hatinya. Beberapa waktu mendapat perawatan intensif, Yue Yue tak mampu melewati masa kritisnya dan meninggal dunia.
Di China sendiri kasus Yue Yue dianggap berkaitan dengan perkembangan perekonomian di negara itu yang membuat gaya hidup materialistik melunturkan kepedulian terhadap sesama. Orang-orang bukannya tak kasihan, tapi lebih mementingkan keselamatan diri mereka sendiri ketimbang menolong Yue Yue. Kesenjangan antara yang kaya dan miskin menimbulkan prasangka akan adanya pemerasan dari pihak korban jika orang yang ingin menolong justru dianggap ikut andil dalam penabrakan tersebut. Terbukti, nilai moral kalah oleh motif ekonomi.
Advertisement
Dua kejadian tragis yang sebenarnya sama-sama bisa diantisipasi kan, Fimelova, tapi akibat sikap cuek dan ketidakpedulian terhadap sesama, dua nyawa harus melayang sia-sia. Ketidakpedulian, lunturnya kepekaan terhadap orang lain, bahkan bisa mengakibatkan kematian. Sudah tidak adakah hati nurani di zaman ini? Di mana sikap simpati, apalagi empati, terhadap sesama?
Next
Kalau mau mengambil contoh di sekitar kita, tentu lebih banyak, dan masing-masing dari kita pun mengalaminya. Jangankan permasalahan hidup dan mati, hal sepele, pencurian spion mobil mewah, misalnya. Di tengah kemacetan pelaku pencurian dengan santai berjalan seolah tak berbuat salah. Mereka tak takut, malah tertawa puas. Karena apa? Karena tak ada satu pun orang yang berkumpul di kemacetan Ibukota berminat membantu korban dengan mengejar pelaku. Seperti patung, semua menyaksikan tapi seketika itu merasa cukup cuma dengan menyaksikannya. Mungkin hanya satu yang ada di pikiran: “Ya sudah, mau berbuat apa lagi? Ajukan asuransi, masalah selesai, kan?” Hal-hal semacam itulah yang membuat kejahatan di jalanan terus terjadi, dan kian banyak terjadi, karena dibiarkan terjadi begitu saja. Akibat apa? Ketidakpedulian terhadap sesama, terhadap lingkungan sekitar.
Kedua cerita tragis dari negeri seberang, juga peristiwa kecil terkait kepedulian yang kerap terjadi di depan mata kita, pantas menjadi bahan renungan. Tempatkan diri kita di posisi korban maupun orang-orang yang dengan cueknya menganggap sebuah peristiwa tak pernah terjadi. Bagaimana kalau kita menjadi salah satu orang yang ada di tempat-tempat kejadian itu? Menjadi penolong, atau sama seperti mereka-mereka yang memilih acuh tak acuh demi kepentingan pribadi?
Saatnya melakukan refleksi: sudahkah kita peduli pada hal di luar diri sendiri? Makin mudah kita temukan orang-orang dengan sifat individualistis, bahkan mungkin kita termasuk salah satunya. Padahal, jiwa sosial adalah salah satu pelajaran dasar universal. Kepedulian menjadi sangat penting dalam hidup karena tak ada seorang pun yang bisa hidup sendiri. Jiwa sosial yang tinggi adalah modal untuk bersosialisasi dan hidup nyaman dalam kebersamaan. Apa ruginya sedikit menilik lingkungan sekitar setelah terus-menerus sibuk mengejar target pribadi?