Sukses

Lifestyle

Lama Berpacaran, Belum Tentu Siap Menikah

Next

Saya ingat, beberapa waktu lalu saya pernah menceritakan kisah seorang teman yang berpisah dari pacar 6,5 tahunnya hanya karena ia menanyakan kejelasan hubungan mereka, tanpa sedikit pun memaksa si mantan untuk menikahinya. Hanya menanyakan arah hubungan, dan semua berakhir begitu saja! Si pacar ketika itu memakai alasan ketidakcocokan untuk berpisah, kemudian dengan cepat memiliki pacar baru dan melupakan teman saya begitu saja.

Semengerikan itukah pernikahan? Mungkin, memang begitu. Sedikit berbagi kisah, dulu saya pun pernah merasakan ketakutan itu. Beberapa tahun lalu, saya menjalin hubungan dengan dua orang yang membuat saya mundur perlahan setelah ada kata pernikahan dalam hubungan kami. Dengan pacar pertama, sebenarnya saya merasa sangat nyaman karena diterima dengan baik oleh keluarga besarnya, tapi saya mulai terusik setelah pembicaraan mengenai masa depan sering dia dan keluarganya lontarkan. Pengandaian tentang konsep pernikahan, bagaimana nantinya rumah tangga kami, tinggal di mana, sampai usaha apa yang akan dirintis bersama, tiba-tiba memenuhi otak saya dan membuat saya sangat ketakutan. Saya merasa terjebak di situasi yang sama sekali belum siap saya hadapi, bahkan belum ingin membayangkannya. Saya menjauh karena ketakutan itu tak juga menghilang.

Next

Lalu, saya bertemu dengan orang lain yang akhirnya juga memasukkan kata pernikahan dalam beberapa kali obrolan santai kami. Saya merasa masih terlalu muda untuk berpikir tentang pernikahan, sementara pasangan saya memang sudah ngebet menikah. Saat itu, saya baru saja menyelesaikan kuliah, artinya mimpi untuk berkarier dan melakukan banyak hal lain bahkan belum saya mulai, masak sudah harus mengubur semuanya karena terikat dengan status dan tanggung jawab sebesar itu? No! Belum saatnya, pikir saya.

Salahkah perasaan itu? Saya sempat bertanya-tanya. Apa tanpa impian menikah, artinya hubungan yang terjalin dengan seseorang tak begitu berarti untuk kita? Karena, beberapa orang mengaku mereka sama sekali tak punya gambaran tentang pernikahan sampai mereka bertemu orang yang bisa membuka pintu khayal mereka tentang masa depan.

Next

Kemudian, jawabannya saya dapat dari seorang psikolog asal Lampung, Retno A. Riani, yang kini mengabdikan dirinya di sebuah rumah sakit di Lampung. Perasaan sangat berperan untuk memutuskan pasangan hidup, itu sudah jelas. Tapi, perasaan seperti apa yang membuat seseorang bisa merasa siap menerima pasangannya seumur hidup dalam ikatan sakral bernama pernikahan? Menurut Retno, “perasaan bisa menerima keadaan”. Artinya, seseorang siap berkomitmen ketika dengan tanggung jawab dan kesadaran penuh bisa menerima pasangan dalam situasi apa pun. Bagaimana perasaan siap menerima keadaan itu bisa muncul? Tentu, Retno melanjutkan, hal itu membutuhkan proses yang semua orang lalui dalam masa perkenalan maupun pendekatan.

Next

Pengalaman pahit masa lalu maupun ketakutan untuk merasakan patah hati, mungkin bisa jadi salah satu alasan seseorang lebih berhati-hati memilih pasangan, hingga memunculkan ketakutan. Maka, teruslah bermimpi mendapatkan pasangan yang tepat, saran Retno, agar bisa memotivasi diri sendiri untuk berani mencoba dan berharap lebih dari sebuah hubungan. Yang mesti dipertimbangkan, selain cinta, laki-laki pilihan mesti laki-laki yang bisa memegang kata-katanya, dengan begitu kejujuran dan kesetiaannya tak diragukan lagi, juga yang taat beribadah agar bisa mengarahkan dan mendidik keluarga dengan baik, serta laki-laki yang sehat, kuat, dan terutama yang bisa diterima keluarga dan orang-orang di sekitar kita.

Ketika semua sudah masuk ke dalam kriteria, masihkah ada alasan lain yang membuatmu takut melangkah ke jenjang hubungan yang lebih serius dengan si dia? Share pengalaman dan pendapatmu di sini, Fimelova!

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading