Advertisement
Next
Saat perempuan berkumpul, yang dibicarakan cenderung tak jauh dari relationship. Itu pulalah yang menjadi topik di sela makan siang bareng teman sekantor. Obrolan kami pun mengarah ke pernikahan dan perpisahan, dengan contoh kasus mantan pacar teman saya yang sudah menikah, tapi sedang dalam proses perceraian. Sang mantan, yang kini menjadi sahabatnya, menceritakan hubungan asmara, sampai pernikahannya dengan perempuan yang baru dipacari beberapa bulan. Keputusan menikah cepat itu rupanya justru memicu masalah baru. Tak lama setelah resmi menjadi suami-istri, mereka kerap bertengkar hebat, dan kini pisah ranjang. Peristiwa besar bergantian datang dalam kebersamaan singkat mereka.
Cinta saja belum cukup.
Cinta belum cukup kuat menjadi alasan menuju ke jenjang yang lebih serius. Butuh kesiapan dan komitmen dari kedua belah pihak. Karenanya, ada pula pasangan yang memilih lama berpacaran agar lebih saling mengenal sembari menyatukan visi dan misi bersama sebelum terikat dalam pernikahan. Cinta sudah pasti menjadi dasar kebersamaan, tapi bukan satu-satunya syarat bersatunya dua orang. Masih ada faktor lain, seperti kecocokan, persamaan tujuan, dan hal penting lain yang ikut menjadi pertimbangan. “Aku berpacaran dengan seseorang selama 4 tahun lebih, tapi akhirnya menikah dengan orang lain. Walaupun aku mencintai pacar 4 tahunku, ada beberapa hal yang membuat kami tak mungkin bersama. Sementara dengan suamiku, semuanya terasa lebih mudah dijalani,” kata Nellyana (25 tahun, ibu rumah tangga).
Advertisement
Next
Waktu bukan patokan, tapi proses perkenalan butuh waktu.
Banyak orang bilang, waktu bukanlah patokan untuk mengukur keseriusan suatu hubungan. Tapi, waktu sangat diperlukan dalam proses perkenalan dua kepribadian, juga dalam proses penyesuaiannya. Pada akhirnya, kualitas hubungan ditentukan oleh dua pribadi itu sendiri, dengan waktu sebagai latar. Karenanya, jika perkenalan dalam waktu singkat sudah menghasilkan kualitas hubungan yang kuat, tak ada salahnya maju ke jenjang yang lebih serius, tapi jika kualitas hubungan masih dirasa kurang walau sudah menjalin hubungan sekian lama, lebih baik tak gegabah melangkah sebelum ada kemantapan dalam hati.
Buktinya, berpacaran lama belum jaminan akan menuju ke pernikahan. Itulah yang dialami Sari (25 tahun, writer). Hubungan yang dijalin selama 6,5 tahun kandas begitu saja setelah ia mencari kejelasan kepada pasangannya. Sang pacar yang sama sekali belum memiliki bayangan, kemudian memilih berpisah. Alasannya, ia tak menemukan kecocokan dengan Sari. “Bagaimana mungkin bisa sama-sama selama 6,5 tahun, tapi dia baru sadar kalau kita tidak cocok, cuma karena ketakutannya berkomitmen,” protes Sari. Mendengar ceritanya, saya pikir Sari justru beruntung akhirnya berpisah dengan sang pacar. Kenapa? Karena sang pacar memilih mundur di saat hubungan mereka belum terlalu jauh. Lebih baik menyadari dan berusaha jujur saat belum siap berkomitmen, ketimbang nekat menikah, tapi kemudian gagal.
Advertisement
Next
Bersikap tak acuh itu (kadang-kadang) perlu.
Tak jarang juga, mereka yang belum siap akhirnya terpaksa menikah akibat pasangan atau keluarga pasangan “ngebet” meminta anaknya segera dinikahi. Empat orang teman laki-laki saya pun mengaku menikah karena desakan pihak lain, sementara mereka sebenarnya masih ingin berkarier dan menikmati masa lajang. “Sayang sih sayang, tapi kalau kita merasa waktunya belum pas, bagaimana? Daripada dipikir nggak serius, ya sudah dinikahi saja,” kata salah satu teman saya jujur.
Selain kesiapan, hati-hati terjebak pada opini publik. Belum mantap dengan pasangan, tapi orang-orang di sekeliling merasa laki-laki yang ada di sampingmu adalah laki-laki yang baik, misalnya. Dalam hal ini, andalkanlah hati kecil, toh yang menjalani hubungan adalah kita, ketika nantinya ada masalah atau ketidakcocokan yang mengganjal di hati, cuma kita yang merasakan dampak negatifnya, bukan orang lain. Dengarkan apa kata mereka hanya sebatas masukan, bukan harga mati yang mau tak mau harus dituruti.
Next
Bicarakan masa depan di awal hubungan (yang serius).
Seringkali hal-hal yang berkaitan dengan masa depan menjadi masalah di kemudian hari, seperti masalah keuangan, jumlah anak, kebiasaan masing-masing yang tak membuat nyaman, dan hal lainnya. Dua kepribadian akan menyatu, artinya ada dua prinsip pula yang harus diselaraskan. “Kebanyakan yang kukenal baru membicarakan satu masalah saat sudah dihadapkan pada masalah itu. Ternyata, pola pikir berbeda. Sahabatku bercerai 2 bulan lalu, masalahnya ya itu tadi, banyak tidak klop-nya. Masalah keuangan terutama, sejak awal bersama keuangan mereka terpisah. Kan, aneh,” cerita Winda (28 tahun, arsitek).
Faktanya, menurut psikolog yang juga Direktur Konsultasi Psikologi Biro Persona Medan Irna Minauli, cuma 5 persen pasangan yang kehidupan pernikahannya bahagia. Banyak pasangan yang memilih memendam masalah atau konflik internal. Padahal, sewaktu-waktu justru bisa meledak. Nah, itulah pentingnya komunikasi dan evaluasi. Apakah sejak berpacaran kamu merasa banyak ketidakcocokan dengan si dia? Kalau kamu pikir semua butuh penyesuaian, jalani dengan tujuan baik. Tapi, kalau konflik berkepanjangan tak berakhir juga, ada yang mesti kamu jawab dari hati yang terdalam: benar-benar berjodohkah kalian?
Advertisement
Next
Mudah bersama, mudah pula berpisah?
Kembali ke pertanyaan semula. Benarkah komitmen yang terburu-buru memperbesar kemungkinan perpisahan? Jawabannya, iya. Bukan berarti semua pernikahan yang melalui proses perkenalan singkat akan berakhir dengan perpisahan, melainkan yang tak melandasi perkenalan singkat itu dengan keyakinan, kepercayaan, komitmen, dan kemantapan bahwa apa yang dirasakan adalah cinta sejati, bukan terbawa suasana atau pertimbangan lain di luar perasaan pribadi.
Baca deh, How to Marry the Wrong Guy: A Guide for Avoiding the Biggest Mistake of Your Life, kamu akan menemukan alasan mengapa kita cenderung menjalani pernikahan yang salah. Baca sebelum kamu terjebak dalam hubungan yang keliru. Anne Milford, penulis buku itu, menjelaskan bisa jadi hubunganmu keliru karena kamu menikah saat orang lain menikah alias menjadi pengikut, pacar sudah terlanjur dekat dengan keluarga padahal hubungan tak sehat, atau malu mengaku gagal dalam sebuah hubungan. Nah, saatnya menyimpulkan sendiri, kapan saat tepat untuk memutuskan menikah dengan si dia, dan lebih berhati-hati dengan kecenderungan yang mengarahkanmu kepada pernikahan yang keliru. Good luck!