Advertisement
Next
Menerima dan ikhlas adalah satu-satunya cara untuk bertahan untuk kemudian melanjutkan perjalanan hidup sendirian. Nah, di momen inilah biasanya kita mulai merangkai asa baru: memilih untuk sendiri dulu atau bertemu orang baru. Para Fimelova ini berbagi pengalaman saat menjalani masa-masa penyesuaian diri setelah kembali single. Simak, yuk!
“Nggak ada patokan waktu, sampai ketemu orang baru yang bisa bikin kita lupa sama orang lama.”
-Anggy, 25 tahun, writer-
Advertisement
“Secepatnya. Aku nggak betah sendirian sih, tipenya. Harus ada yang ngemong dan menemani.”
-Rosma, 28 tahun, accounting-
“Kapan pun. Kita harus melangkah ke depan dengan orang dan hubungan baru, jadi sama sekali nggak membiarkan masa lalu turut campur dalam hidupku lagi.”
-Evy, 23 tahun, tour guide-
“Sendiri aja lebih nyaman, sampai laki-laki yang dirasa tepat bisa menyembuhkan sakit hati dan bisa kita percayai lagi datang. Nggak harus selalu orang baru, cinta bisa datang dari mana pun.
-Widi, 27 tahun, marketing consultant-
“Masih belum bisa melupakan mantan sampai sekarang. Masih belum bisa membuka hati. aku susah jatuh cinta, sih. Tapi bukan berarti terus-terusan terpuruk, ya. Hadapi saja hari-hari seperti biasa.”
-Indah, 23 tahun, freelance editor-
“Langsung cari gantinya biar bisa memperlihatkan ke mantan aku bisa dapet yang lebih baik dalam waktu singkat. Biar dia tahu dia nggak ada artinya lagi buatku.”
-Maria, 26 tahun, marketing staff-
“Kalau bisa langsung mencari yang cocok dan membuatku nyaman. Tidak perlu lama-lama pacaran, langsung menikah saja daripada gagal lagi.”
-Rhisanti, 25 tahun, translater-
“Enak sendiri untuk saat ini, bebas mau apa saja tanpa ada yang ngeribetin hidupku. Isi waktu dengan karier, teman-teman, dan menyenangkan diri sendiri.”
-Tata, 24 tahun, accounting-
Next
Masing-masing punya pilihan sendiri berdasarkan pengalaman, mencari hal yang paling membuat mereka nyaman. Tujuannya satu, berusaha menghibur diri dari pahitnya perpisahan dan tak menjadikan waktu sebagai patokan untuk menjalin hubungan baru. Langsung memiliki pasangan setelah putus cinta juga tak salah, demikian yang diungkapkan psikolog Rosdiana Setyaningrum yang merupakan owner ADR Adisory. Tapi, yang kemudian menjadi masalah adalah kebiasaan membanding-bandingkan sang mantan dengan pacar teranyar. Ini bisa menimbulkan konflik baru sekaligus membuat hubungan lagi-lagi kandas.
"Pada akhirnya patah hati bukan akhir dari segalanya. Rasa sakit itu justru membuat kita terpacu mengejar kehidupan yang lebih baik."
Perjelas juga alasan kita menjalin hubungan baru, memang merasa cocok dengan si dia atau karena sebab yang masih ada kaitannya dengan mantan? Kalau benar begitu, artinya kamu belum bisa move on dan akan lebih baik menikmati waktu single, menetralkan perasaan ketimbang mengorbankan orang lain untuk bertanggung jawab atas kekecewaanmu pada mantan.
Coba deh baca Honeymoon with My Brother. Buku kisah nyata Franz Wisner ini menceritakan dirinya yang diputuskan Annie, pacar 10 tahunnya, saat pernikahan plus rencana bulan madu sudah di depan mata. Franz makin terluka karena kariernya pun hancur di saat yang sama. Beruntung, ia masih memiliki sahabat dan keluarga yang mendukungnya melewati masa-masa berat itu. Ia pun kemudian tetap melangsungkan pesta pernikahan tanpa pendamping, “berbulan madu” dengan sang adik ke Kostarika, dan melakukan “bulan madu lanjutan” dengan berkeliling dunia! Franz akhirnya sadar banyak orang yang jauh lebih tak beruntung daripada dirinya, juga menemukan bahwa dengan bertualang dan menulis hidupnya jadi lebih berarti. Pada akhirnya patah hati bukan akhir dari segalanya, Fimelova. Rasa sakit itu justru membuat kita terpacu mengejar kehidupan yang lebih baik. Seperti kata George Herbert, the best revenge is living well, right?