Advertisement
Next
Seperti tali elastis yang bisa ditarik-ulur, begitulah ibaratnya hubungan yang sedang kita jalani. Saat kamu bersamanya, kamu merasa dia jadi milikmu seutuhnya, saking dekatnya kamu bahkan merasa kalian tak akan terpisahkan lagi. Lalu tiba-tiba dia menghilang tanpa kabar selama seharian atau hang out bareng sahabat-sahabatnya tanpa memberitahu ataupun menanyakan kabar kita. Pernah begitu? Bisa ditebak, detik itu juga kita akan merasa dia sangat jauh dan lebih menikmati berkutat dengan dunianya sendiri. Dan yang paling membuat tak nyaman, dia bisa begitu senang tanpa kehadiran kita!
“Begitu deh laki-laki, urusan yang berhubungan dengan teman-temannya selalu jadi penting buat dia. Dulu ketika masih sebatas teman lengketnya minta ampun, giliran sudah jadian malah aku dinomorduakan. Tapi, dia rela lho, menemaniku belanja atau mengantarku main dengan sahabat walau aku tahu itu membuatnya bete. Jadi bingung, sebenarnya seberapa berartinya sih, aku buat dia? Kenapa terkadang aku yakin dengan hubungan ini, tapi tak jarang juga aku merasa dia sulit dijangkau?” tanya Christi (23 tahun, asisten manajer).
Tarik-ulur perasaan berlanjut lagi ketika tiba-tiba kita marah besar hanya karena si pacar melakukan kesalahan sepele, momen pas untuk meluapkan kekesalan yang sudah sejak beberapa jam lalu tertumpuk gara-gara hal yang sama sekali tak ada hubungannya dengan si dia. Kencan yang rencananya akan dilewatkan dengan manis jadi bubar, berantakan, dan kamu pun menganggap pacar sangat tidak mengerti keadaanmu. Pernah begitu juga?
Advertisement
“Perempuan yang ingin serius menjalin hubungan cenderung membuka diri dan bicara lebih blak-blakan, lho,” ungkap Hery Wibowo, psikolog Trainer Bandung Consulting Group. Menurut Hery, pada dasarnya tanda bahwa laki-laki dan perempuan siap lebih serius dan siap menjalin hubungan lebih intim itu hampir sama, hanya laki-laki lebih ke arah merencanakan masa depan, sementara perempuan menjadi lebih jujur, terbuka, dan menunjukkan bahwa ia menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangannya. That’s the point!
Next
Masuk akal bila kita sering melampiaskan emosi ke pasangan. Lho, apa hubungannya kedekatan hubungan dengan melampiaskan emosi ke pasangan? “Aku sering seperti itu. Kalau lagi kesal pelampiasan selalu ke pacar. Dia sih, kadang bisa mengerti. Tapi, kalau dia ikut terbawa emosi, kesalnya jadi berlipat ganda. Kalau sudah begitu aku merasa dia sangat tidak mengenalku. Tapi, kenapa malah dikatakan ini bukti kedekatan hubungan kami?” keluh Narash (24 tahun, mahasiswi).
Begini, Fimelova. Logikanya, kalau kita melampiaskan apa yang kita rasakan ke pasangan, artinya kita menganggapnya sebagai orang yang paling dekat dengan kita. Kemarahan kita padanya lebih karena kita merasa dia milik kita, orang yang paling dekat dan seharusnya selalu mengerti keadaan kita, termasuk ketika kita marah, sedih, atau kecewa tingkat dewa. Tak adanya batasan atau rasa sungkan antara kita dan pasangan itulah yang dimaksudkan Hery, membuat kita bebas mengekspresikan apa yang kita rasakan ketimbang melampiaskannya ke orang lain.
Intinya, kembali lagi ke komunikasi intens, bukan untuk memata-matai setiap gerak-geriknya untuk tetap merasa dekat atau menahannya supaya tak jauh-jauh dari kita, tapi untuk menunjukkan kepedulian masing-masing dan menjaga kelanggengan hubungan. Bila “keelastisan” perasaan kita dan pasangan yang kadang dekat dan kadang jauh itu tidak dijaga kestabilannya, bisa jadi kan, benar-benar putus nantinya? Berpikir positif sejak sekarang kalau tak mau perpisahan terjadi. Perasaan tak tentu itu bukan tanda-tanda ketidakcocokan, melainkan hanya dinamika yang terjadi secara alami untuk mencegah kebosanan.