Advertisement
Next
Benarkah syarat pernikahan harmonis dan bahagia adalah dengan tetap memasukkan bumbu seks di dalamnya? Nyatanya, tak sedikit pasangan yang berhenti melakukan hubungan seksual dengan bermacam alasan, mulai dari kesehatan sampai kesepakatan bersama. Satu hal yang pasti, bukan karena pernikahan mereka bermasalah.
Seorang dosen dari universitas ternama mengaku tak menjadikan seks sebagai menu utama dalam pernikahannya. Beberapa tahun setelah menikah, suami divonis menderita diabetes dan terancam sama sekali tak bisa memberikan keturunan. Meski awalnya mengaku berat, ia menjalani hari-harinya tetap sebagai seorang istri yang menyayangi suaminya dengan tulus. Berkat usaha bersama, mereka berhasil memiliki dua orang anak. Sayang, penyakit diabetes sang suami kian parah sehingga sejak belasan tahun lalu mereka tak lagi berhubungan seksual.
Tetap utuhkah pernikahan mereka? Bahkan sangat harmonis dan mesra! Ketika menemuinya beberapa waktu lalu, kami mendapati pengakuan yang mengharukan, “Intinya ikhlas dan menerima. Cinta saya jauh lebih besar dibandingkan tiap masalah yang datang dalam rumah tangga kami. Orang selalu bilang pernikahan tanpa seks rentan perpisahan, karenanya saya menjawab anggapan orang dengan kemesraan. Kami buktikan, tanpa seks bukan berarti hubungan kami tak hangat. Tanpa seks kehidupan kami sangat normal.”
Advertisement
“Pernikahan dibangun dari banyak elemen. Ada cinta, kasih sayang, kepercayaan, penghargaan, komitmen, komunikasi, pengorbanan, kepedulian, dan lainnya, termasuk seks. Ketika seks hilang, masih banyak elemen lain yang bisa menutupinya,” Gendhis (24 tahun, recruitment staff) berpendapat. Ini berdasarkan pengalaman saudaranya yang juga sepakat berhenti melakukan hubungan intim. Kata Gendhis, “Kami dulu sempat berpikir rumah tangga mereka nggak beres. Siapa sih, yang nggak curiga melihat mereka pisah ranjang, punya kamar masing-masing lengkap dengan barang milik pribadi yang terpisah?”
Next
Alasan pertama, keputusan itu diambil karena sang istri sempat menderita kelainan tulang sehingga harus menjalani terapi tidur di dipan tanpa kasur. Mereka juga mengaku sudah terlalu tua untuk rutin berhubungan intim sehingga memutuskan fokus bekerja dan mendampingi anak. “Sampai sekarang tetap harmonis. Ke mana pun selalu berdua, saling perhatian. Kelihatan kok, pasangan yang tulus dan saling cinta,” Gendhis menutup cerita.
"Pernikahan itu tetap bisa dijalani dengan pengorbanan tulus yang dasarnya kasih sayang."
Kembali lagi pada komitmen masing-masing. Kesepakatan yang dibuat bersama dan konsekuen ditaati akan melahirkan kepercayaan, sehingga masing-masing bisa menjaga hubungan tetap harmonis. Bukan berarti, lantas seks kehilangan pamor. Seks tetap sangat penting dalam pernikahan. Dan itu jelas. Agung (30 tahun, staf keuangan) bahkan mengaku rutin bercinta setiap malam untuk menjaga vitalitas, mood, dan demi mendapatkan tidur yang nyenyak. “Seks itu bikin tubuh tetap segar. Seharian saya dan istri bekerja, baru bertemu malam harinya, itu pun dalam kondisi lelah. Tapi, bukannya makin lelah, bercinta malah membuat rasa lelah, letih, dan stres seharian lenyap. Karena itulah, seks jadi prioritas bagi kami,” aku Agung.
Advertisement
Next
Semua pasangan mengharapkan pernikahan mereka penuh cinta… dan seks. Tapi, kembali lagi ke filosofi cinta yang menerima apa adanya. Ketika kebutuhan seksual tak terpenuhi, masih banyak faktor lain yang bisa diperkuat agar hubungan tetap harmonis. Dalam “Mencintai tanpa Seks”, Lianny Hendranata—autohypnosis trainer for health & beauty sekaligus penulis buku The Power of Sex—mengaku terkejut ketika mengetahui bahwa mencintai tanpa seks dianggap sangat biasa oleh pasangan yang mempraktikkannya. Hal itu juga bukan jadi alasan perceraian atau perselingkuhan.
“Pernikahan itu tetap bisa dijalani dengan pengorbanan tulus yang dasarnya kasih sayang,” ungkap Lianny. Dalam rumah tangga dengan komitmen tanpa seks, biasanya ekspetasinya pun akan berubah secara perlahan dan alami. Salah satu bentuk dari penyesuaian diri. Lagipula, membangkitkan keintiman sebenarnya tak melulu soal penetrasi. Mengungkapkan perasaan masing-masing dengan bersentuhan fisik, seperti berpegangan tangan, berpelukan, juga berciuman, juga termasuk dalam aktivitas intim.
Berbagai pandangan bisa diungkapkan untuk memperdebatkannya, tapi pernikahan berjalan bukan dengan pandangan dan teori semata. Ada permakluman-permakluman yang terdengar tak masuk akal, tapi jadi logis karena alasan hati.