Advertisement
Next
Maraknya penggunaan jejaring sosial saat ini tak jarang dimanfaatkan oleh sebagian perusahaan yang sudah “melek” dengan teknologi sebagai tolak ukur untuk menentukan nasib dan juga perilaku karyawan mereka. Bukan tidak mungkin jejaring sosial ini memberikan dampak pada kahidupan karir si pemilik akun.
Di Amerika sudah ada kasus pemecatan karyawan akibat jejaring sosial. Berpihak pada lawan bisnis perusahaan, berkomentar buruk terhadap kantor tempat bekerja, atau bahkan menampilkan gambar atau video yang bersifat sangat pribadi adalah faktor yang sangat mungkin membuat kamu kehilangan pekerjaan atau nama baik di mata perusahaan. Dan ini sudah terjadi di Amerika, seorang karyawan dipecat karena diketahui memberikan ‘like’ di Facebook fanpage perusahaan pesaing tempatnya bekerja.
Next
“Awal diciptakan, jejaring sosial adalah untuk digunakan di luar urusan profesional (kerja). Jadi, sebaiknya memang tidak perlu membawa urusan profesional ke ranah jejaring sosial,†ujar Adri Fabrianus, S. Psi., M. Psi., saat dihubungi FIMELA.com melalui telepon.
Kini di Indonesia, tidak sedikit perusahaan yang menanyakan akun Twitter dan Facebook pada calon karyawan mereka. Dan memang disediakan kolom khusus pada aplikasi pendaftaran untuk menyertakan akun Facebook dan Twitter kita di sana. “Kalaupun ada perusahaan yang meminta calon karyawan mereka untuk mencantumkan akun pribadi dalam form aplikasi lamaran, sebenarnya si calon karyawan pun berhak untuk mempertanyakannya dan juga berhak menolak mengisi form jika memang perusahaan tersebut tidak bisa memberikan alasan yang kuat,†Adri Fabrianus kembali berkomentar.
Advertisement
Next
Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini tidak sedikit perusahaan yang memanfaatkan jejaring sosial sebagai salah satu sarana untuk bekerja, terutama perusahaan yang bergerak di bidang online. Bahkan, tidak jarang untuk memenuhi tuntutan pekerjaan, banyak perusahaan yang meminta karyawan mereka membuat akun yang khusus digunakan untuk bekerja. “Saya membuat akun Twitter lain yang khusus saya gunakan untuk bekerja. Saya bukan bekerja di media online, tapi Twitter merupakan alat penting bagi pekerjaan saya. Dan perusahaan mewajibkan semua karyawan untuk membuat Twitter yang dibuat dengan menggunakan nama perusahaan. Jadi, akun Twitter yang menggunakan nama perusahaan tidak akan dipenuhi dengan twit-twit galau,” ujar Christine, 24, yang bekerja pada sebuah perusahaan media sambil tertawa.
Yang jadi pertanyaan, apakah perusahaan bisa menjadikan jejaring sosial sebagai tolak ukur untuk menilai sikap karyawan mereka? Apakah intervensi perusahaan pada kehidupan karyawan mereka sudah sampai pada tahap “pemeriksaan” akun jejaring sosial milik pribadi? Bukankah tidak jarang juga status-status akun jejaring sosial yang muncul adalah ulah bajakan dari teman-teman si pemilik akun? Bagaimana sebuah perusahaan bisa menangkap dan memahami gejala seperti ini?
Next
Banyaknya orang yang mengaitkan antara status-status di jejaring sosial seseorang dengan pekerjaan mereka tentu membuat sebagian orang gerah. ‘My tweet is my personal thing. If you don’t like it just unfollow’, banyak ditemui pada profil akun saat ini.
"Awal diciptakan, jejaring sosial adalah untuk digunakan di luar urusan profesional (kerja)."Ya, jejaring sosial memang bisa menjadi salah satu alat yang digunakan untuk memantau kehidupan karyawan mereka, tapi rasanya tidak arif sebuah perusahaan jika menjadikan jejaring sosial sebagai salah satu indikator untuk memberikan penilaian kerja pada karyawan mereka.
“Sekarang saya jarang mem-post tweet karena bos saya mem-follow akun Twitter saya. Padahal banyak sekali yang ingin saya lontarkan di Twitter, mulai dari masalah pekerjaan hingga cerita dengan teman-teman,” ujar Evlin, 24.
Advertisement
Next
Di Amerika, seorang karyawan dipecat karena diketahui memberikan ‘like’ di Facebook fanpage perusahaan pesaing tempatnya bekerja.Bukankah jejaring sosial merupakan salah satu ranah pribadi tempat orang menumpahkan ekspresi mereka. Jejaring sosial diciptakan agar terbangunnya komunikasi timbal balik dari satu akun dengan akun lain. Lalu apa gunanya kita memiliki akun jejaring sosial namun tidak pernah digunakan hanya karena takut diberi penilaian buruk oleh perusahaan jika sewaktu-waktu pihak perusahaan memantau akun jejaring sosial kita? Lain halnya jika kita memang sengaja membuat akun untuk kepentingan pekerjaan, kita memang harus menjaga sikap karena nama perusahaan akan hinggap dalam nama akun yang kita buat.
Setidaknya harus ada kebijaksanaan antara si pemilik akun dengan pihak perusahaan dalam menggunakan jejaring sosial. Tidak etis juga jika seorang karyawan secara terang-terangan menjatuhkan tempatnya bekerja di publik. Dan kurang arif juga rasanya sebuah perusahaan jika memberi sanksi pada karyawan mereka hanya berdasarkan status jejaring sosial milik mereka. Bagaimana menurutmu, Fimelova?