Advertisement
Next
Seorang teman datang pada saya beberapa waktu lalu sambil menangis pilu. “Dia married….” Cuma itu yang bisa dikatakannya, dan saya sudah tahu apa yang selanjutnya akan terjadi, curhatan semalam suntuk! Dialah yang memutuskan hubungan terlebih dulu karena bosan, kemudian sadar masih mencintai mantannya itu di saat sang mantan menemukan pacar baru. “Aku kalah. Aku malu banget belum bisa move on!” lanjut teman saya sambil terus meratapi nasibnya.
Dia merasa kalah karena mantannya secepat itu menemukan pendamping, melupakannya yang ternyata masih menyimpan rasa. Nggak berhenti di situ, rasa penasarannya membuat teman saya itu rela memata-matai mantannya, salah satunya memantau lewat social media. Tiap kali ada hal baru tentang mantannya dan si pacar, dia akan langsung curhat habis-habisan. Buat apa? Ada manfaatnya terus terjebak masa lalu dan menangisinya? Psikolog Amy Johnson mengungkapkan, “Hubungan berakhir, maka segalanya sudah berakhir. Bertahan dengan kehancuran hanya akan merendahkan harga dirimu dan segala hal yang kamu miliki untuk diri sendiri." Artinya, say goodbye pada masa lalu adalah satu-satunya jalan.
Advertisement
Kalah? Kenapa kamu harus merasa kalah? Apa ada yang dilombakan? Saya sendiri nggak memungkiri jika perasaan itu memang sering mengganggu hidup kita saat kita menemukan bahwa orang yang dulu pernah ada di samping kita menemukan pasangan baru, bahkan memilih mereka jadi pendampingnya seumur hidup. Sementara kita? Masih jadi single abadi, atau sibuk jalin hubungan dengan beberapa laki-laki tanpa kejelasan siapa yang ingin lebih serius dengan kita. Tapi, sekali lagi, kalau niat melupakan masa lalu nggak muncul dari diri sendiri, kita akan makin tersiksa dengan emosi kita sendiri cuma karena perasaan iri.
Next
Teman lain pernah mengaku bingung ketika dia mendapat undangan pernikahan mantan pacarnya. Walaupun setelah putus hubungan mereka baik, tetap saja ada rasa canggung. Apalagi, putusnya hubungan mereka karena orang ketiga, dan perempuan yang jadi calon istri mantan pacarnya itulah yang menyebabkan teman saya patah hati bertahun-tahun. “Nggak tahu mau datang apa nggak nih, kalau datang masa aku sendirian? Agak aneh juga karena aku kenal dengan keluarga besarnya,” ungkap teman saya ketika itu.
Ya, sejak putus teman saya memang memutuskan untuk nggak menjalin hubungan dengan laki-laki karena sakit hatinya masih sangat dalam. “Tapi, kalau nggak datang nanti aku dianggap nggak berbesar hati. Kalau mau menang, aku harus datang dan menunjukkan pernikahan mereka nggak berarti apa-apa buat hidupku, biasa saja,” tambahnya mantab. Dan benar, dia akhirnya datang sendirian demi harga dirinya, walaupun dia mengaku harus mati-matian menahan rasa sakitnya yang muncul lagi setelah sekian lama terpendam. “Melihat mereka berdua seperti melihat perselingkuhan 3 tahun lalu. Tapi ya sudahlah. Dia bukan lagi ‘sesuatu’ dalam hidupku, kok,” tutup teman saya pasrah.
Sepertinya istilah menang dan kalah memang nggak pernah bisa lepas dari hubunganmu dan sang mantan. Entah yang masih berhubungan baik maupun yang berpisah dengan menyisakan dendam. Motivasi untuk membuktikan siapa yang lebih eksis, yang lebih baik kehidupannya setelah berpisah, dan paling bersikap wajar seringkali jadi alasan untuk bersaing diam-diam. Entah persaingan untuk secepatnya mendapatkan pacar pengganti, persaingan menikah lebih dulu, sampai kelapangan dada untuk datang dan memberikan ucapan selamat secara langsung di pelaminan sang mantan.
Persaingan diam-diam itulah yang akhirnya lagi-lagi jadi jebakan buat kita sendiri untuk selalu membawa masa lalu dalam kehidupan baru kita. Kalau mencari pasangan cuma karena takut kalah dari mantan, atau membuat keputusan penting dalam hidup terburu-buru cuma agar sang mantan melihat kamu bisa move on duluan, apa itu nggak sama dengan terjebak pada masa lalu?
Tutup buku. Itu yang paling penting. Kalau dia datang lagi di hidupmu, anggaplah dia cuma orang lain yang sudah berbeda alam denganmu dan sama sekali nggak berpengaruh apa-apa dalam hidupmu. Bagaimana dengan kabar pernikahannya? Anggap saja kamu masih membangun pondasi yang lebih kuat untuk membangun rumah tangga dengan seseorang. Bukannya apa yang dipersiapkan lebih matang dan penuh pertimbangan akan memberi hasil yang lebih baik?
Jadi, apa motivasimu setelah tahu sang mantan akan menikah? Dan, apa sebenarnya yang kamu rasakan, cemburu dengan kehidupan barunya, atau cuma terobsesi untuk membuktikan eksistensimu di depannya? Kamu yang tahu jawabnya.