Advertisement
Next
Arimbi kecil sempat tinggal di Prancis. Orangtuanya sibuk bekerja, karenanya sepulang sekolah ia terbiasa ditemani Mbok Mi, yang bertugas mengurusi rumah sekaligus memasak. Dari Mbok Mi-lah Arimbi kecil mengenal dapur dan tertarik membuat beberapa menu simpel sejak duduk di kelas 2 SD. Nasi goreng, kuping gajah, dan sayur bening adalah beberapa menu yang pertama kali berhasil Arimbi buat. Uniknya, saat suka pada satu menu, Arimbi tidak akan bosan memasaknya berhari-hari karena selalu ada kreasi baru di tiap masakannya. “Menu hari-hari saya tuh, saya ingat banget, kalau lagi senang sayur bening saya bisa satu minggu makan sayur bening, telur ceplok juga, atau nasi goreng. Satu minggu itu menunya nasi goreng tapi pakai daging cincang, ayam, atau udang goreng, misalnya,” cerita Arimbi.
"Kalau lagi senang sayur bening, saya bisa satu minggu makan sayur bening."
Advertisement
Selain memasak, Arimbi kecil juga mengaku mulai menyukai majalah fashion, seperti Vogue, dan desain interior sejak berumur 10 tahun. Itu semua karena saat tinggal di Austria, rumahnya sering kedatangan teman-teman kakak Arimbi yang hampir semuanya berpakaian modis. Arimbi menambahkan, “Kalau saya diberi uang saku, sementara anak lainnya membeli es krim atau pergi makan-makan, beli hotdog, burger, saya memilih mengumpulkannya untuk membeli buku. Kalau yang terkumpul sudah lumayan banyak, saya baru membeli baju, mempraktikkan apa yang saya lihat dan sukai.”
Kecintaannya pada seni terakomodasi saat Arimbi memilih berkuliah di jurusan desain grafis. Secara kebetulan, di sebelah kampusnya terdapat sekolah kuliner. Arimbi pun jadi sering mendengar pembicaraan seru seputar kuliner, dari makanan apa yang lagi in sampai makan di mana yang asyik, dan mulai terpikir untuk masuk ke sekolah kuliner, apalagi ia juga hobi masak. Sayang keinginannya tidak setujui orangtua Arimbi karena menganggap sekolah kuliner tidak punya masa depan. Itulah kenapa Arimbi tetap meneruskan pendidikannya di desain grafis, “Selesai kuliah saya ingin bekerja di bidang seni pastinya, membuka galeri, bahkan bekerja di museum. Tapi, begitu kembali ke Indonesia, ke Jakarta, tahun 90-an museum belum berkembang, tidak diperhatikan. Sedangkan selera seni di Jakarta pada saat itu masih berkiblat pada lukisan-lukisan klasik Indonesia, berbeda dengan apa yang saya pelajari. Bagi saya membosankan.”
"Saya senang membagi ilmu kepada ibu-ibu, terutama ibu muda, karena mereka sering tidak tahu mesti masak apa di rumah."
Arimbi kembali mencari apa yang kira-kira bisa dikerjakan di Jakarta. Ia bahkan sempat membuka toko bunga dan menekuni bisnis perhiasan. Tapi, semenjak anak keempat lahir, Arimbi vakum sejenak, kemudian justru memulai karier baru di dunia kuliner pada tahun 2010. Mulanya sering dimintai teman-temannya mengajari mereka memasak, akhirnya Arimbi memutuskan berkarier di dunia kuliner dan memulainya dengan menulis tentang dunia kuliner dan lifestyle di beberapa majalah, seperti cara menyuguhkan sarapan yang menggugah selera dan resep masakan tiap bulan, baru kemudian tahun 2011 ia serius mengajar dengan membuka kelas masak di Lifestyle Studio. “Tujuan saya memang lebih untuk sharing. Saya senang membagi ilmu kepada ibu-ibu, terutama ibu muda, karena mereka sering tidak tahu mesti masak apa di rumah. Tidak hanya itu, berbagi ilmu tidak cuma tentang masakan, tapi juga gaya hidup, misalnya tentang kopi, teh, nutrisi, aromaterapi, table setting, atau cara menghias bunga. Segala sesuatu kita bagikan di sini,” jelas Arimbi.
Next
Selama ini terus mengampanyekan makanan sehat, kenapa?
“Memberikan kesadaran masyarakat pada gaya hidup sehat lewat makanan sehat itu penting karena dari makanan yang sehat akan tercipta masyarakat yang sehat, dan dari masyarakat yang sehat akan lahir sebuah bangsa yang sehat. Saya selalu percaya itu.”
Western atau Indonesian Food?
“Sekarang saya memang lebih suka masak masakan Indonesia karena banyak orang yang sudah ahli masak masakan Barat. Masakan Barat itu lebih gampang daripada masakan Asia. Nah, justru yang saya lihat sekarang ini ibu-ibu modern banyak yang ‘terintimidasi’ dengan cara memasak makanan Indonesia. Mereka pikir mengulek bumbu itu ribet, terus bumbunya juga banyak sekali dan belum tentu ada di supermarket. Saya mengajarkan kepada mereka bahwa sebenarnya masakan Indonesia itu juga bisa dibuat dengan peralatan modern. Mengolah bumbu dengan food processor misalnya, nggak kalah kok dengan ulekan tangan sendiri.”
Hobi selain masak?
“Saya sering ke museum. Kalau saya sedang berkunjung ke sebuah negara, biasanya saya sempatkan untuk mengunjungi museum. Segala macam museum, sih, tidak hanya museum lukisan. Museum mainan anak, misalnya, atau museum jajanan tradisional, museum tekstil, museum sejarah. Dari sana saya biasanya akan mendapatkan banyak ide dan bisa belajar budaya lain.”
Style berpakaian, terinspirasi dari mana? Fanatik dengan merek tertentu?
“Inspirasi baju selalu datang dari mana saja. Kalau lagi jalan-jalan terus saya melihat ada anak yang pakai baju lucu; atau lihat acara di tv; ke pasar, saya melihat berbagai macam warna sayur, ikan, daging, tiba-tiba bisa kepikiran kalau baju warna ini dipadukan dengan warna ini lucu juga, ya. Inspirasi juga bisa datang dari toko kain, terutama kain batik. Saya suka sekali melihat kain batik karena dari sana banyak sekali motif dan warna. Masalah merek, saya bukan tipe yang fanatik dengan merek tertentu, tapi sudah pasti saya harus merasa nyaman, terutama untuk sepatu, ya. Saya tidak suka memakai hak tinggi.”
Advertisement
Next
Biasa membatasi jam kerja?
“Pekerjaan saya ini sudah jelas tanpa jam yang pasti. Saya kerja dari pagi sampai sore, tapi kalau butuh waktu ekstra untuk menyelesaikan pekerjaan, ya saya lakukan dengan senang hati. Saya tidak pernah ngomel atau marah. Semua pekerjaan saya rasa kalau dikerjakan dengan senang, dan memang passion-nya di situ, kita sendiri akan merasa tidak punya batasan waktu. Tapi juga harus diingat, kita sebagai perempuan dan ibu rumah tangga punya tanggung jawab, anak-anak dan suami.”
Cara menikmati me time?
“Ke spa. Di sana saya merasa dimanjakan. Saya bisa spa, massage, bisa manicure dan pedicure, creambath. Rasa penat dengan pekerjaan bisa hilang. Aromaterapi di dalam ruang spa juga bisa membuat saya rileks dan tenang. Bisa dilakukan kapan saja sih, tidak ada jadwal khusus. Saat saya punya waktu luang sudah pasti yang ada di pikiran saya ya spa.”
Apa yang membuat tertarik bergabung ke Yayasan Jantung Indonesia?
“Sebelumnya saya sudah mengenal pengurusnya. Karena saya sendiri merasa lebih nyaman bekerja bersama orang yang sudah saya kenal sebelumnya, dan kebetulan saya sangat tahu misi Yayasan Jantung Indonesia itu apa. Saat saya bergabung dengan yayasan amal, saya harus tahu uang itu akan ke mana larinya. Tujuan utama Yayasan Jantung Indonesia sendiri adalah untuk operasi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang lahir dengan penyakit jantung bawaan.”
Ada mimpi yang belum tercapai?
“Saya memang menemukan dunia saya di sini, di dunia kuliner. Karena itu saya ingin sekali ada pendidikan kuliner untuk anak, sehingga kita bisa mengajarkan ke mereka makanan dan gaya hidup sehat itu seperti apa. Saya juga ingin ada sekolah kuliner yang bisa diikuti berbagai lapisan masyarakat, dari semua kalangan, membagikan kembali ilmu yang selama ini saya dapatkan.”