Advertisement
Next
“Diari bagiku seperti soulmate. Ke mana saja aku selalu bawa supaya kalau ada kejadian spesial, atau punya uneg-uneg, bisa langsung aku catat. Jadi, aku lebih nyaman dengan diari pribadiku yang tak bisa diakses orang lain.â€
-Mia, 22, Rawa Belong-
Advertisement
“Pernah beberapa kali diariku tertinggal di kantor. Untungnya, aku cepat sadar. Tapi, pernah sekali diari itu dibuka teman, untung bagian yang sempat dibaca cuma tentang catatan pengeluaran bulanan! Kalau blog, aku tidak terbiasa memamerkan kehidupan pribadiku, lebih nyaman pakai diari konvensional.â€
-Mirna, 24, Palmerah-
Waspada: Kalau kamu tipe teledor yang suka menggeletakkan barang di sembarang tempat, diari bisa jadi masalah besar untukmu. Pertama, kalau diarimu ditemukan orang tak dikenal, kemudian ia dapat banyak info dari sana, kamu dan orang-orang terdekatmu bisa jadi sasaran kejahatan. Kedua, kalau diari itu ditemukan orang terdekatmu, bisa timbul masalah ketika dia menemukan uneg-unegmu tentangnya yang kamu tulis tanpa sensor. Wah, bakal ada perang besar!
Bagaimana dengan sesi curhat di dunia maya yang bukan hanya jadi milik pribadi, tapi juga dikonsumsi publik? Baca terus!
Next
“Aku selalu share-in semua hal lewat blog pribadi, itu termasuk diari bukan, ya? Kalau share di dunia maya siapa pun bisa baca, jadi nggak mungkin tulis masalah pribadi terlalu blak-blakan, walau kadang apa yang kutulis diprotes teman-teman karena dinilai kurang pantas di-publish. Keceplosan, sih. Menulis bikin jadi plong, lega karena apa yang ada di otak bisa keluar. Siapa tahu tulisanku juga menginspirasi orang, kan manfaatnya nggak cuma buat aku jadinya.”
-Arkha, 24, Yogyakarta-
“Saya sering terbawa suasana ketika baca tulisan saya tentang masa lalu. Ujung-ujungnya jadi kepikiran dan ingin sekali mengulang beberapa momen. Tapi, saya tak cukup berani menghubungi salah satu orang dari masa lalu saya. Jadi, saya menyiasatinya dengan menuliskan rasa kangen saya lewat blog sambil berharap ada yang membacanya.”
-Floren, 31, Tangerang-
Waspada: Diari bisa jadi ancaman bagimu. Kenapa? Ketika kamu membaca ulang dan mengingat-ingat masa lalu, diari akan membawamu ke cerita lama yang membuatmu ingin kembali ke masa itu. Kamu rindu bernostalgia dengan orang-orang dari masa lalu, kemudian tanpa pikir panjang mem-publish uneg-uneg dan berharap ada tanggapan dari mereka.. Tapi, apa benar tanggapan mereka sangat kamu harapkan? Sudah membayangkan konsekuensi pertemuan kembalimu dengan cinta lama? Bisa positif memang, tapi kalau mereka sudah punya kehidupan baru, apa lagi yang kamu harapkan?
“Aku nggak pernah secara khusus menulis diari. Biasanya aku bernostalgia dengan melihat kembali akun Facebook atau Twitter-ku. Dari situ saja udah sering sedih, apalagi kalau punya diari atau blog pribadi, ya? Mana tahan.”
-Risa, 23, Yogyakarta-
Waspada: Kalau membuka kembali tempat-tempat berisi kenangan, atau membaca ulang diari dan menemukan kisah perjuanganmu hingga sukses seperti sekarang, kamu pasti akan termotivasi untuk lebih baik lagi ke depannya. Tapi, kalau yang kamu temukan hanya kisah sedih dan curahan hati yang putus asa, bisa-bisa kamu ikut larut dan kembali meratapi kisahmu. Apalagi, saat membacanya suasana hatimu juga sedang tak baik. Lengkap sudah adonan untuk menghasilkan depresi yang sempurna. Jadi, kamu harus pintar-pintar kendalikan emosi ketika berhubungan dengan masa lalu.
Kalau kalian, tuangkan uneg-uneg di diari atau blog? Atau mau share cerita seru seputar diarimu di sini?