Saya sendiri pada dasarnya mempunyai dasar pemikiran yang positif terhadap kehidupan. Saya punya harapan, percaya akan hal-hal yang baik, dan terkadang mungkin terlihat naif karena selalu menganggap bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, “kelemahan” saya terletak pada hati yang rapuh dan sensitif. Karenanya, khusus untuk hal-hal yang berhubungan dengan masalah hati, saya mempunyai “benteng-benteng tinggi” untuk melindungi hati saya supaya tidak tersakiti. Terkadang dengan tidak mau membuka hati, menjaga jarak dengan orang lain, atau memikirkan kemungkinan yang terburuk supaya saya siap apabila things don’t go as expected. Istilahnya, I expect the worst so I will not get hurt.
Tetapi, kita tidak bisa mengelak bahwa segala sesuatu yang dilakukan berulang-ulang akan menjadi sebuah habit atau kebiasaan, yang kemudian membentuk sifat atau karakter yang sulit diubah. Pemikiran saya dalam masalah hati yang awalnya memikirkan the worst case hanya untuk mempersiapkan diri dari kemungkinan buruk, lambat laun berubah menjadi cara pikir yang negatif. Secara tidak sadar, saya menjadi orang yang mencari sisi negatif dari suatu kejadian. Misalnya, apabila pasangan sudah memberikan kejutan-kejutan pada hari itu, namun kemudian melakukan suatu hal yang mengecewakan, saya akan terfokus pada kekecewaan saya tersebut.
Advertisement
Atau, apabila pasangan melakukan kesalahan yang mungkin wajar dilakukan karena dia toh masih manusia juga, akan menjadi kesalahan yang terasa begitu menyakiti karena berada dalam mikroskop lensa negatif yang saya pakai. Dari situ, pikiran-pikiran negatif terus berkembang dan membuat hubungan yang seharusnya adem ayem, berubah menjadi hubungan yang dihantui pertengkaran yang tidak ada habisnya.
Sungguh, satu sikap yang tadinya saya lakukan untuk “melindungi” hati saya malah berdampak menjadi “pembunuh” hubungan. Ironis? Tidak juga, karena segala sesuatu yang kita lakukan itu memiliki dampak. Apabila saya menabur suatu yang negatif, tentunya saya tidak perlu terkejut jika menuai hal yang negatif juga.
Dari hasil “meditasi” saya, saya sadar. Cara pandang saya harus diubah. Saya tidak bisa terus melakukan hal yang sama dan mengharapkan suatu hasil yang berbeda. Saya mulai belajar untuk kembali melihat segala sesuatu dengan positif dan mengucap syukur di dalam segala hal.
Saat ini, mari kita introspeksi diri bersama. Apakah kamu dan pasangan sering meributkan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak penting untuk diributkan? Apakah kamu sering meragukan atau malah curiga terhadap pasangan walaupun dia belum pernah terang-terangan membohongi kamu? Atau mungkin kamu sulit untuk percaya pada pasangan tanpa alasan yang jelas? Hal-hal di atas adalah beberapa tanda bahwa mungkin selama ini kamu telah mengenakan kacamata negatif di dalam hubungan kamu dan pasangan.
Kejadian-kejadian yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan kamu boleh terjadi, tetapi kamu yang menentukan kebahagiaanmu sendiri. Apabila kamu terfokus pada hal-hal yang negatif, tentunya sulit untuk merasa bahagia dan hidupmu akan penuh dengan kekecewaan. Tetapi apabila kamu memfokuskan diri pada sisi positif, percayalah sikap positif yang kamu tabur di dalam hubungan akan membawa dampak positif ke dalam hubungan kalian.
Bagaimana dengan kamu? Masih adakah hal yang kamu sesali di dalam hubungan kamu dengan pasangan? Jika ya, mulai lah dengan bersikap positif. Introspeksi diri, belajar menerima kenyataan dan mengucap syukurlah karena telah diizinkan untuk melewati suatu pengalaman berharga. Ingatlah, saat kamu telah benar-benar menerima kekecewaan dengan lapang dada, kamu tidak akan menyalahkan orang lain, keadaan ataupun Tuhan. You’ll forgive and let go. Dan lucunya, kamu pun akan merasa sangat lega dan bisa berbahagia kembali.