Menurut sumber terdekatnya, Demi sering di-bully saat masih kecil, dan punya masalah dengan body image dan masalah tersebut bertambah parah seiring dengan ketenaran yang didapatnya. Setelah beberapa foto ‘seksi’-nya beredar dan berita perkelahiannya dengan salah seorang penari latar mencuat, she seek professional help for her “emotional and physical issues.” Beberapa kali, foto-foto Demi jadi headline tabloid dan situs gosip dengan garis-garis memerah bekas goresan benda tajam di pergelangan tangannya. Cukup mengerikan mengingat umurnya yang masih sangat muda, tapi umum terjadi pada beberapa orang yang nggak sanggup mengatasi rasa stres dan kegelisahan.
Advertisement
Melukai diri sendiri, seperti alkohol atau obat-obatan terlarang, bisa menjadi adiksi bagi para penderitanya. Apakah karena trauma masa lalu atau menghadapi masalah yang berat dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa mencari pelampiasan dengan menyakiti diri sendiri sebagai cara untuk lari dari masalah. Apapun alasannya, selalu ada bantuan – dan harapan. Mutilasi diri bisa membuat kita merasa seakan bisa mengatasi masalah, tapi kemudian rasa sakit yang ditimbulkan oleh masalah tersebut akan kembali lagi.
Banyak mitos tentang menyakiti diri sendiri. Salah satunya, self-harm adalah salah satu cara untuk bunuh diri. Padahal faktanya, walaupun banyak penderita yang akhirnya meninggal karena menyakiti diri sendiri, tapi biasanya nggak disengaja; karena penderita tidak bermaksud untuk mengakhiri hidupnya. Karena, self-harm merupakan cara untuk mengatasi rasa sakit yang ditimbulkan dari masalah atau trauma – in order to go on living. Menyakiti diri sendiri juga bukan karena menderita penyakit jiwa atau mencari perhatian. Karena yang dihadapi adalah rasa trauma, dan pada kenyataannya orang-orang yang menyakiti diri sendiri biasanya menyembunyikan apa yang mereka lakukan – karena merasa malu dan takut.
Self-harm biasanya merupakan cara untuk:
- Mengeluarkan emosi. Saat mengalami tingkat stress tinggi, menyakiti diri sendiri – untuk sementara – bisa menenangkan saraf.
- Mengalihkan perhatian dari emotional pain. Trauma yang melanda membuat kita merasa “numb” dan perlu cara untuk memaksa diri merasakan sesuatu.
- Mengekspresikan sesuatu yang nggak bisa diungkapkan.
- Menghukum diri sendiri. Mengalami sejarah masa kecil yang buruk secara fisik, seksual, atau emotional abuse dan menyalahkan diri sendiri, karena hal tersebut.
- Menenangkan diri sendiri.
Ada beberapa perilaku emosional pada orang yang suka menyakiti diri sendiri:
- Percaya bahwa luka fisik bisa membuktikan luka pada jiwa adalah nyata, atau kalau menyakiti diri sendiri, hal yang lebih buruk nggak akan bisa terjadi.
- Tumbuh di keluarga yang secara emosi terkungkung.
- Masalah kejiwaan lainnya. Misalnya obsessive-compulsive disorder, kecanduan, depresi, atau eating disorder – semua kondisi yang membutuhkan pengendalian.
- Nggak di-support oleh lingkungan terdekat.
Karena pakaian bisa menyembunyikan luka fisik, dan pergolakan di dalam bisa ditutupi dengan tampilan yang tenang, self-harm bisa sulit dideteksi. Karena rasa malu dan bersalah, para penderita biasanya berusaha keras untuk merahasiakan luka mereka. Jika kamu curiga anggota keluarga atau teman termasuk yang menyakiti diri sendiri, coba perhatikan tanda-tanda berikut:
- Luka baru atau bekas luka sayatan, lebam, atau luka bakar rokok, biasanya di pergelangan tangan, lengan, paha atau dada.
- Indikasi depresi seperti mood yang rendah, gampang menangis, nggak punya motivasi, atau lemah tidak bersemangat.
- Sering “kecelakaan.” Seseorang yang menyakiti diri sendiri bisa mengaku clumsy atau ceroboh, untuk memberikan alasan atas luka-lukanya.
- Perubahan pola makan. Biasanya terlihat dari kehilangan atau penambahan berat badan yang signifikan, karena penderita eating disorders sering diasosiasikan dengan self-harm.
- Mengenakan lengan panjang atau celana panjang, bahkan di cuaca panas sekalipun.
Bagi orang-orang yang sering menyakiti diri sendiri, cara penyembuhan dimulai dengan keputusan bahwa kamu pengen mengubah hidupmu.
Demi, menyangkal gosip bahwa dia sering menyakiti dirinya selama sekitar tiga tahun, setelah beberapa kali kedapatan terlihat garis-garis bekas luka di pergelangan tangannya. Pertama kali dipergoki kamera pada Juni, 2008. Kemudian Oktober, 2008, saat ulang tahun sahabatnya, Miley Cyrus. Saat semakin santer terdengar kalau Demi memang bermasalah, Desember, 2008, perwakilan Demi mengeluarkan pernyataan yang mengingkari gosip mutilasi diri Demi. “Demi was wearing gummy bracelets just prior to her appearance on the red carpet and, because of how tight they were, they left indentations on her wrist.” Tapi, sumber yang dekat dengan keluarga Demi berkata: “Demi dulu di-bully saat sekolah. Dan dia berjuang melawan eating disorders serta berusaha mengatasi mutilasi diri. Demi is taking control by getting help.” Dan nggak lama kemudian, Demi Lovato masuk rehab. Menurut juru bicaranya, Demi masuk rehab untuk mengatasi masalah emosional yang sudah dia alami cukup lama.
Yang bisa kamu lakukan untuk menolong dirimu:
- Mengakui bahwa kamu punya masalah.
- Berbicara pada orang yang kamu percaya.
- Mengenali penyebab munculnya self-harm.
- Mengakui kalau menyakiti diri sendiri adalah cara unutk menenangkan diri.
- Mengganti self-harm dengan mengekspresikan rasa marah, kesedihan, dan ketakutan dengan cara yang sehat.
- Deal with anger. Coba lari, menari, berteriak, meninju bantal, melempar atau merobek sesuatu.
- Atasi emotional numbness dengan menggenggam es batu, atau frozen food, mandi air dingin, atau mengunyah sesuatu dengan rasa yang kuat seperti cabai, jahe atau kulit jeruk.
- Tenangkan diri dengan mandi berendam, bernapas dalam, menulis jurnal, menggambar, atau berlatih yoga atau meditasi.
- See “blood.” Gambar garis dengan tinta merah di tempat kamu biasa menyakiti diri sendiri.
Jika ini terjadi pada orang terdekatmu, kadang memang sulit untuk menerima fakta tersebut. Kamu bisa merasa shock, bingung, atau bahkan terganggu dengan kebiasaan menyakiti diri – serta merasa bersalah. Tapi mengakui rasa nggak nyaman tersebut pada diri sendiri merupakan langkah pertama yang penting untuk membantu. Dan setelah kamu tahu apa yang kamu rasakan, langkah penting berikutnya adalah mempelajari tentang self-harm.
Berusaha mengerti mengapa teman atau anggota keluarga menyakiti dirinya bisa membantumu melihat situasi dari cara pandang mereka, memberikan perspektif baru – dan membuatmu lebih siap secara mental untuk membantu.
Langkah selanjutnya adalah mencari bantuan profesional dari therapist, psikolog, atau psikiater, tapi pastikan kalau dia terlatih untuk menghadapi self-harm.
Demi Lovato bukan satu-satunya selebriti yang menderita mutilasi diri. Juli, 2010, Angelina Jolie membuka cerita lama tentang dirinya. Pasangan Brad Pitt ini berkata: "I used to cut myself or jump out of airplanes, trying to find something new to push up against because sometimes everything else felt too easy. I was searching for something deeper, something more. I tried everything. I always felt caged, closed in, like I was punching at things that weren't there. I always had too much energy for the room I was in."
Belum lama ini, Demi yang sudah keluar dari rehabilitasi, berbicara tentang keadaan yang membuat dia terpuruk dalam mutilasi diri. "I basically had a nervous breakdown," katanya. "I was really bad off. My parents and my manager pulled me aside and said, 'You need to get some help.' It was an intervention. I wanted freedom from the inner demons. I wanted to start my life over," begitu pernyataan yang dia berikan pada sebuah majalah remaja. "One of the reasons I was so unhappy for years was because I never embraced my emotions and I was trying to stay in control. In treatment, all of the negative things I did were stripped away and I had to start processing my feelings."
Belum lama, Demi bergabung dengan The Jed Foundation untuk membuat sebuah proyek yang membantu para gadis remaja, yang disebut "Love is Louder Than the Pressure to be Perfect." Happy ending to a sad story, huh?
Apakah ada seseorang dalam hidupmu yang menyakiti diri sendiri?
(Image dari berbagai sumber)
Referensi:
Favaro, A. & Santonastaso, P. (2000). Self-injurious behavior in anorexia nervosa. The Journal of Nervous and Mental Disease, 188(8), 537-542.
Favazza, A.R. & Rosenthal, R. J. (1993). Diagnostic issues in self-mutilation. Hospital and Community Psychiatry, 44, 134-140.
Levenkron, S. (1998). Cutting. New York, NY: W. W. Norton and Company.
Stanley, B., Gameroff, M. J., Michalsen, V., & Mann, J. J. (2001). Are suicide attempters who self-mutilate a unique population? American Journal of Psychiatry, 158(3), 427-432.
Suyemoto, K. L. & MacDonald, M. L. (1995). Self-cutting in female adolescents. Psychotherapy, 32(1), 162-171.
Zila, L. M. & Kiselica, M. S. (2001). Understanding and counseling self-mutilation in female adolescents and young adults. Journal of Counseling & Development, 79, 46-52.