Advertisement
Next
Sebagai lulusan teknik industri, Sitta mulai terjun ke dunia profesional sebagai karyawan di perusahaan konsultan. Hobi menulis sudah ia geluti sejak berumur 8 tahun. Sitta mengaku, sejak dulu passion-nya ada pada dunia tulis-menulis. “Saya kuliah jurusan teknik industri. Dan sempat bekerja di sebuah perusahaan konsultan. Saat bekerja saya ditugaskan di Papua selama beberapa bulan untuk menangani projek di sebuah perusahaan asing. Tapi, dunia teknik industri yang saya dalami sebenarnya hanya sebatas untuk memenuhi kewajiban saya sebagai anak kepada orang tua. Setelah menikah dan bekerja selama beberapa tahun, saya melepaskan pekerjaan sebagai konsultan dan fokus mengurus rumah. Dan kegiatan sebagai penulis masih bisa saya lakukan di rumah,” ujar Sitta.
Setelah dikaruniai dua orang anak, akhirnya tahun 2010 Sitta memutuskan total berhenti bekerja dan fokus untuk mengurus anak. Tapi, Sitta tetap tidak bisa melepaskan kegiatan menulisnya. “Sekarang saya fokus mengurus anak saja dan sesekali menulis kalau memang ada kesempatan. Suami saya sebenarnya nggak pernah melarang untuk bekerja, memang saya yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga. Sampai saat ini menulis adalah kegiatan yang sangat berharga buat saya karena memang nggak punya kesempatan yang pasti untuk menulis. Karena itu saya benar-benar menjadikan kegiatan menulis sebagai pekerjaan sampingan,” ungkapnya sambil tertawa ringan.
Advertisement
Next
Sitta Karina sama sekali nggak bisa dilepaskan dari dunia remaja. Berbagai tulisan yang dia hasilkan selalu dengan tema remaja. Sebenarnya dari mana sumber inspirasi tulisan ibu yang juga menyukai dunia fashion ini? “Sumber inspirasi tulisan saya dari pengalaman pribadi. Dulu dunia saya sangat rusak, tapi Alhamdulillah saya mengalami titik balik saat saya sedang dinas di Papua. Di sanalah saya merenung dan akhirnya memutuskan untuk berubah. Nah, saya tidak ingin remaja-remaja sekarang mengalami hal yang sama seperti saya. Karena itu, saya memaparkan fakta-fakta berdasarkan pengalaman pribadi supaya remaja-remaja di luar sana mawas diri. Bagaimana caranya? Ya, melalui tulisan-tulisan ringan yang saya buat,” tuturnya serius.
Jika menyebut nama Sitta Karina sudah pasti orang akan mengaitkannya dengan remaja. Bahkan, ia pun mengaku memang tidak bisa keluar dari dunia remaja. Mulai dari bahan bacaan hingga hasil tulisannya pun berkutat dengan tema besar remaja. “Untuk buku-buku bacaan saya juga lebih suka membaca buku tentang remaja. Ada beberapa buku tentang remaja dari luar (negeri) yang saya suka. Dan buku-buku tersebut juga saya jadikan buku pelajaran (menulis) karena saya memang sama sekali nggak punya dasar ilmu cara menulis yang baik,” ujarnya.
Perjalanannya menjadi ibu rumah tangga dan sekaligus sebagai penulis seperti sekarang bukannya tanpa perjuangan. Sebelum diterbitkan, layaknya para penulis pemula lain, Sitta pun mengalami penolakan dari berbagai penerbit. Marah, kesal, putus asa, hingga akhirnya berbesar hati saat ditolak penerbit-penerbit pun dirasakannya. Sampai akhirnya, ketika berusia 23 tahun buku pertama Sitta diterbitkan. “Saya cukup lama memasukkan naskah ke penerbit-penerbit. Belum lagi menunggu giliran untuk dibaca editor, setelah itu ditolak lagi. Sempat kesal dan marah. Tapi, saya nggak berhenti begitu aja, sampai akhirnya naskah saya diterima dan buku pertama saya terbit. Setelah terbit buku, baru saya menjadi kontributor untuk mengisi rubrik tetap di sebuah majalah remaja,” Sitta mengenang.
Advertisement
Next
Ada satu lagi cita-cita yang ingin diwujudkannya, menjadi seorang fashion designer. “Saya termasuk orang yang suka mengikuti fashion. Kadang saya juga membuat rancangan beberapa baju. Dulu saya sempat merancang baju prom night sendiri, loh. Someday saya pingin banget jadi fashion designer dan membuat baju untuk kalangan menengah,” ujar perempuan pengoleksi scarf ini.
Bertolak belakang dengan latar belakang pendidikannya di bidang teknik, ternyata Sitta menyukai kegiatan yang berbau seni. Mulai dari fotografi hingga membuat berbagai pajangan rumah sendiri dilakoninya. Ini terlihat dari beberapa hasil karya seninya yang menempel di dinding rumah. Berhenti kerja di kantor nggak berarti bisa bersantai di rumah. Mengurus dua orang anak tanpa kegiatan lain ternyata cukup membuat stres penulis yang sudah menghasilkan 17 novel ini. “Mengurus anak dan fokus di rumah bukanlah pekerjaan mudah. Saya cukup lelah dan stres hanya berkutat di rumah sehingga saya harus punya waktu sendiri minimal 2 jam dalam seminggu. Untungnya saat saya menikmati waktu sendiri, suami mau mengerti dan menjaga anak-anak. Selain itu, terkadang saya juga melepas stres dengan jogging keliling komplek pagi hari,” ujarnya menutup pembicaraan dan mempersilakan tim FIMELA.com untuk menyantap makan siang.-