Fimela.com, Jakarta Callind, pernah mendengar atau pernah melihat ‘sesuatu’ yang kini tengan menjadi perbincangan masyarakat Indonesia ini? Buat yang masih bingung Callind adalah aplikasi chatting buatan anak bangsa. Lebih tepatnya, Callind diciptakan oleh seorang gadis asal Kebumen bernama Novi Wahyuningsih.
BACA JUGA
Advertisement
Dalam peringatan Hari Kartini tahun ini, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara turut mengajak pengguna internet di Indonesia menggunakan aplikasi buatan Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh Menkominfo melalui pesan video yang diputar dalam peluncuran aplikasi chatting Callind di Jakarta beberapa waktu lalu. Ia mengajak masyarakat Indonesia untuk memakai aplikasi dalam negeri yang sudah mulai banyak bermunculan.
"Seperti yang hari ini diluncurkan aplikasi media sosial, chatting komersial yang diberi nama Callind bertepatan dengan Hari Kartini," tuturnya.
Menurutnya, aplikasi besutan anak negeri ini berhasil menunjukkan bahwa telah lahir Kartini baru muda. Sekadar informasi, aplikasi Callind ini dikembangkan oleh Novi Wahyuningsih, gadis asal desa Tepakyang, Kecamatan Adimulyo, Kebumen sejak 2016.
"Kartini zaman now, yang tidak hanya bergelut dengan kesetaraan antara wanita atau pria atau gender. Tapi bisa memberikan nilai tambah bagi bangsa ini," tutur Rudiantara. Hadir pada kesempatan itu, Komisaris Utama PT Telkom Indonesia Hendri Saparini dan Sekjen Kementerian Kominfo, Farida Dwi Cahyarini yang mewakili Menkominfo.
Novi selaku pendiri juga sempat menceritakan mengenai aplikasi Callind. Ia mengatakan, Callind merupakan singkatan dari Calling Indonesia yang didesain sebagai aplikasi chatting. Seperti apa aplikasi chatting buatan anak negeri ini? Selengkapnya bisa kamu lihat di bawah ini.
Advertisement
Aplikasi Callind
Melalui aplikasi ini, pengguna dapat melakukan percakapan pribadi, broadcast message, kirim foto, telepon, hingga video call. Aplikasi yang tersedia di Google Play Store ini sudah digunakan 350 ribu pengguna perangkat Android.
"Ditargetkan 5 juta pada tahun 2018," katanya saat peluncuran Callind. Fitur unggulan lain dari aplikasi ini adalah kemampuan untuk menemukan sesama pengguna Callind lain hingga radius 100km meski belum terhubung sebagai kontak.
Novi berharap aplikasi ini dapat diterima oleh pengguna di dalam negeri hingga di dunia, termasuk target 50 juta pengguna dalam tiga tahun. Lebih lanjut ia menuturkan, aplikasi ini juga dapat menjadi sarana promosi dan pemasaran bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebab menggabungkan beragam platform, mulai dari chatting, forum, komunitas, hingga iklan dan jual beli produk.
“Kami sedang dalam proses pengembangan kerja sama dengan beberapa UMKM yang bergerak di sektor ritel yang ada di daerah nasional harapan kami bisa kerja sama dengan UMKM di seluruh Indonesia,” imbuhnya.
Novi juga mengatakan sampai saat ini Callind masih terus melakukan pembenahan dan perbaikan sistem serta pengenalan ke publik. Karenanya, ia berharap saran dan kritik dari masyarakat agar Callind bisa semakin baik. “Kami menyediakan media komunikasi dengan harapan bisa bermanfaat dan menjadi raja di negeri sendiri,” katanya.
Sekjen Kementerian Kominfo Farida Dwi Cahyarini juga mengapresiasi hadirnya Callind yang mewarnai startup di Indonesia. "Ada anak muda di Indonesia, apalagi perempuan yang mampu membuat aplikasi dan mampu bersaing di luar negeri. Kami berharap Callind akan terus dikembangkan lagi," harapnya.
Ajak Gunakan Aplikasi Dalam Negeri
Saat ini di Indonesia ada lebih dari 140 juta orang yang memiliki akses terhadap internet. Hampir sebagian besar pengguna internet di Indonesia menggunakan aplikasi, baik dalam bentuk media sosial, chatting, dan aplikasi lain.
"Banyak aplikasi yang digunakan pengguna internet, apakah itu media sosial, messaging. Mereka menggunakannya berjam-jam," kata Menteri Rudiantara. Pola penggunaan seperti itu, menurut Rudiantara, tak salah. Namun, ia mengkritik pengguna internet di Indonesia yang lebih banyak menggunakan aplikasi besutan perusahaan luar negeri.
"Tidak ada salahnya, tapi kalau kita lihat semua menggunakan aplikasi perusahan internasional, perusahaan asing. Padahal banyak aplikasi media sosial, messaging yang dikembangkan anak muda Indonesia," tuturnya. Karena itu, ia mendorong pengembang aplikasi di Indonesia dapat menyesuaikan aplikasinya.
"Tak bisa dimungkiri aplikasi internasional dianggap selalu lebih mudah digunakan, karenanya saya mengajak siapa pun yang mengembangkan aplikasi di Indonesia untuk selalu meng-upgrade aplikasinya agar disesuaikan dengan kebutuhan pasar," tuturnya.
Penulis: Agustinus Mario Damar
Sumber: Liputan6.com