Fimela.com, Jakarta Tak semua orang hidup dalam kecukupan dan bisa merasakan fasilitas yang aman dan nyaman. Hingga kini masih banyak orang yang harus berjuang untuk tetap bisa sekolah, meski harus menempuh perjalana jauh dan menempuh jalur ekstrim dan mengancam nyawa, seperti yang dialami dua gadis ini.
Radhika dan Yashoda, begitu nama panggilan mereka. Setiap hari, kedua gadis berumur 16 dan 14 tahun ini sudah bangun dari tidur lelap mereka sejak pukul lima pagi. Sembari bersiap diri, mereka akan bercanda berebut roti yang akan mengisi perut mereka selama di perjalanan.
Bukan tanpa alasan mereka memulai hari sepagi itu. Lokasi sekolah mereka berada di daerah Maneri dan Malla, sekitar dua sampai tiga jam dari rumah. Selain itu, kedua gadis yang tinggal di wilayah terpencil pegunungan Himalaya ini harus melalui jalur yang berbahaya untuk sampai di sekolah mereka.
Sebelum berangkat, keduanya selalu menyempatkan diri untuk berdoa di kuil Hindu yang berlokasi di pusat desa mereka di Syaba, Himalaya. Sang ayah, yang turut mengantar kepergian mereka sampai di kuil, akan melepas keduanya dengan senyum dan harapan. Tidak ada jalur lain yang bisa mereka lalui, berbekal buku dan bekal makan siang, mereka terpaksa berjalan melalui jalur sempit yang penuh bebatuan.
BACA JUGA
Setelah dua jam melintasi jalur tersebut, mereka akan menempuh jalur tersulit, yakni melalui sungai Bhagirati. Jalur ini dianggap berbahaya oleh penduduk sekitar karena untuk melewatinya, mereka harus menaiki keranjang kecil. Keranjang ini dihubungkan oleh tali yang harus mereka tarik untuk sampai ke ujung sungai.
"Kami harus berpegangan pada keranjang troli dengan sangat ketat untuk memastikan tidak jatuh di air deras," kata Yashoda seperti dilansir oleh BBC. Mirisnya, saat musim hujan untuk melewati jalur tersebut mereka harus lebih keras menarik talinya dan tak boleh terjadi kesalahan, karena bisa membuat mereka terluka bahkan membuat jari terputus.
Advertisement
Jalur Hutan Belantara
Selamat dari arus sungai yang deras, mereka tak bisa bernafas lega. Setelah ini, mereka harus melewati jalur hutan belantara dimana terdapat penampakan macan tutul dan beruang. Namun, nampaknya semua rasa sakit dan lelah mereka terbayar akan harapan mereka. Kelak, Yashoda ingin menjadi polisi sementara Radhika bercita-cita menjadi guru. Oleh karena alasan itulah, mereka tak ingin berhenti sekolah dan mau terus berjuang sampai cita-cita mereka berhasil diraih.
Radhika dan Yasoda hanya segelintir contoh anak-anak yang hidup di Syaba. Ada sekitar 200 desa lain yang menetap di wilayah pegunungan Himalaya. Beberapa desa memiliki jalan yang dilalui kendaraan, namun sebagian lagi tak ada. Warga desa harus berjalan kaki jika ingin bepergian.
Penulis: Tyssa Madelina
Sumber: Kapanlagi.com