Fimela.com, Jakarta Dewi Sandra mengaku telah menemukan ketenangan usai dirinya memutuskan untuk 'berhijrah' empat tahun lalu. Perjalanan kehidupannya yang berliku, membuatnya semakin sadar, bahwa kehidupan usai kematian itu adalah kekal. Berubah 180 derajat dalam memang bukan hal yang mudah. Artis berdarah Inggris itu hanya memasrahkan dirinya pada Sang Pencipta. Ia merasakan banyak sekali kemudahan dalam menjalani babak baru dalam kehidupannya tersebut, termasuk masalah kariernya di dunia hiburan. Belum lama ini, Dewi dipercaya untuk berakting dalam film Ayat-Ayat Cinta 2.
***
Wajah Dewi Sandra terlihat bersinar dalam sebuah sesi wawancara khusus dengan Bintang.com belum lama ini. Selain menceritakan tentang keterlibatannya sebagai pemain dalam film Ayat-Ayat Cinta 2, perempuan berdarah Inggris itu juga menceritakan tentang kehidupannya pasca berhijrah.
Advertisement
BACA JUGA
Dewi merasa apa yang dilakukan sebelum memutuskan berhijrah, merupakan sebuah proses menemukan jawaban tentang makna kehidupan. Kesalahan demi kesalahan yang ia perbuat di masa lalu, juga dijadikan bahan untuknya lebih banyak belajar tentang agama yang dianutnya.
Rasa syukur diungkapkan Dewi Sandra, lantaran ia merasa Tuhan masih memberikannya kesempatan untuk hidup lebih baik lagi. Bisa menjalankan perintah ajaran agama yang dianutnya, serta masih diberikannya kesempatan ia berkarier di industri hiburan. Meski tidak segencar dahulu, namun Dewi bersyukur bisa mengedepankan kualitas aktivitasnya di dunia akting, seperti ikut berperan di film Ayat-Ayat Cinta 2.
"Oh my god! Yang pasti berdamai dengan diri adalah hal yang paling sulit. Kesalahan-kesalahan masa lalu akan selalu menjadi masa lalu kita, mau dibuang atau dianggap itu nggak pernah ada, nggak mungkin. Apalagi di era digital, tinggal ketik Dewi Sandra, banyak masa lalu saya di internet. Berarti jejak kita yang ditinggalkan akan selalu punya bekas," ujar Dewi Sandra sambil tersenyum.
Banyak hal diceritakan Dewi Sandra dalam sesi wawancara khusus dengan Bintang.com. Selain tentang film Ayat-Ayat Cinta, poligami, hingga kehidupannya yang semakin tenang usai berhijrah. Seperti apa cerita selengkapnya?
Advertisement
Beban berat Dewi Sandra, berakting di film Ayat-Ayat Cinta 2
Dewi Sandra merasa bangga bisa terlibat dalam film Ayat-Ayat Cinta 2. Film tersebut merupakan sekuel dari film Ayat-Ayat Cinta yang sukses 10 tahun silam. Hal itu kemudian diakui Dewi Sandra sebagai beban bagi dirinya dan semua pendukung film. Namun kemudian, Dewi Sandra menjadikannya sebagai sebuah tantangan.
Katanya kamu punya peran yang sangat penting di Ayat-Ayat Cinta 2?
Aku berperan sebagai Sabina, salah satu peran yang paling beda dengan karakter lainnya. Dia itu introvert, tidak banyak bicara, sosok yang misterius. Kalau belum nonton filmnya, pasti banyak yang bertanya-tanya, sebenarnya dia ngapain di film ini. Jawaban itu akan dikupas satu per satu.
Merasa beban karena kesuksesan Ayat-Ayat Cinta?
Kita semua, dari pak Manoj (Manoj Punjabi) sampai Mas Guntur, Kang Abik, pemain, kru yang lain, bohong kalau bilang nggak ada beban, pasti ada beban. Tapi kita nggak mau bawa beban itu terus yang membuat kita nggak jujur dengan karyanya. Seiring berjalannya proses pembuatan film ini, kita putuskan harus memotong film ini dengan AAC sebelumnya.
Bagaimana menghadapi ekspetasi orang atas film ini?
Pasti akan ada pro dan kontra. Ada yang lebih suka yang pertama atau yang kedua. Ini resiko membuat sekuel yang harus bisa diterima dengan besar hati. Kita sudah bekerja semaksimal, sejujur mungkin dan kita ingin memberikan yang terbaik.
AAC 2 masih berkisar tentang poligami, komentar kamu?
Sekarang memang sudah lebih terbuka (poligami). Pendapat aku sendiri, ini memang topik yang sangat kontroversial dan sebenarnya dilematis untuk dibahas. Kadang-kadang ada yang bisa terima banget, anti banget dan ada di tengah-tengah. Menurut aku, itu (poligami) tetap menarik untuk dibahas. Ya mungkin berat untuk perempuan, tapi laki-laki seperti sosok Fahri (diperankan Fedi Nuril) juga berat menjalaninya. Banyak yang melihat dari sisi perempuan sebagai korban yang nggak enaknya saja tapi ini jadi suatu pembicaraan yang seru dan menarik.
Pernah menemukan sosok Fahri dalam kehidupan kamu?
Kalau gue percaya bahwa orang baik itu ada dan banyak. Tapi sebelum kita mencari orang baik itu, kita juga harus berusaha memperbaiki diri dan Alhamdulillah setelah aku memutuskan itu (memperbaiki diri), banyak doa yang dijawab Tuhan. Seperti waktu aku meminta jika diberikan kesempatan lagi, aku inginkan imam dalam sujud dan doa. Seorang lelaki yang bisa memimpin, menuntun, merangkul aku dengan baik sehingga tujuan dunia akherat bisa bersama-sama. Alhamdulillah Allah mendengar doaku, dan dipertemukan dengan suamiku saat ini.
Masih berani mengangkat tema poligami di AAC2, bagaimana pendapat kamu?
Film ini sesuai dengan perkembangan zaman, masyarakat lebih luas lagi mempelajari (tentang poligami). Film ini sudah menghabiskan waktu 10 tahun untuk muncul lagi sekuelnya. Selama itu pula ada film lain bahkan sinetron yang membahas ini (poligami). Poligami akan selalu menjadi topik yang menarik untuk ibu-ibu dan bapak- bapak dalam tanda kutip. Apapun yang diributkan tentang poligami, semuanya harus kembali ke niat. Harus diluruskan dan memang ilmunya juga harus ada dalam menjalankan hal tersebut, dibutuhkan pertanggungjawaban, butuh satu kebijaksanaan juga untuk setiap pihak dalam hubungan seperti ini (poligami).
Tantangan Dewi Sandra dalam berhijrah
Dewi Sandra yakin, dalam kehidupan banyak tantangan dan rintangan. Apalagi jika ingin menjadi manusia yang lebih baik lagi. Namun ia juga percaya, doa dan pinta pada Tuhan, akan terus membimbingnya untuk tidak keluar jalur dalam melangkah.
Bicara tentang poligami, kamu sendiri siap jika dipoligami?
Gini, kalau ditanya apakah saya siap atau tidak (dipoligami) nggak tahu, karena it's not happend. Mudah-mudahan saya masih dikasih kesempatan untuk menikmati hidup bersama suami saya seorang diri, itu doa aku. Makanya, saya selaku percaya, orang-orang yang diuji, atau orang-orang yang siap menjalankan poligami, levelnya sudah di atas, di atas saya, di atas rata-rata. Kalau saya sendiri merasa masih cetek (urusan agama). Saya tidak benci dengan poligami, tapi saya belum ada di level yang mengerti seutuhnya tentang itu (poligami).
Di fase apa, kamu akhirnya sadar untuk berhijrah?
Mungkin sebenarnya sepanjang hidup itu adalah ujian, lika liku itu adalah teguran. Namun menyadari adanya teguran atau tidak, itu masalah yang berbeda. Jadi dulu, mungkin karena masih muda, belum paham, tambeng dan sombong, saya sering mengatakan kalau ini hanya kehidupan, jadi tidak ada introspeksi diri. Ketika umur 25 tahun ke atas, lalu mengalami kegagalan rumah tangga untuk kedua kali dan kehilangan orangtua, statusku jadi janda yatim piatu, menjadi tamparan buat aku.
Apa yang kamu pikirkan saat itu?
Berarti apa yang Allah berikan bisa diambil seketika itu juga. Jangankan orang lain, hidup dan nyawa gue juga bisa mengalami hal yang sama. Di situ aku mulai kritis terhadap kehidupan dan keadaan yang sedang kita jalani di dunia ini. Aku mulai bertanya-tanya, tujuan hidup gue itu sebenarnya apa? Mau gini-gini terus capek, mau berubah, mulai dari mana, dengan cara seperti apa. Pertanyaan- pertanyaan itu memaksa kita mencari jawaban.
Akhirnya terjawab pertanyaan kamu itu?
Aku memutuskan harus ada satu revolusi dari diri yang harus aku jalankan. Berarti kala gue hidup kayak gini-gini saja, pasti akan mengulangi hal yang sama. Kita nggak akan lulus dalam suatu ujian kalau kita belum bisa menyelesaikan masalah tersebut. Jadi akan terus menerus menyalahkan lingkungan dan orang lain, nggak ada habisnya. Aku percaya manusia itu mahluk spiritual yang harus mencari dan dekat dengan yang namanya urusan hati. Gue akhirnya memutuskan untuk mencari jawaban dan bertemu dengan orang-orang yang paham. Alhamdulillah, guru spiritual sudah banyak, tinggal kita pilih saja. Alhamdulillah saat ini apa yang aku jalani, merupakan jalan yang terbaik.
Awal berhijrah merasa kesulitan atau tertekan?
Oh my god! Yang pasti berdamai dengan diri adalah hal yang paling sulit. Kesalahan-kesalahan masa lalu akan selalu menjadi masa lalu kita, mau dibuang atau dianggap itu nggak pernah ada, nggak mungkin. Apalagi di era digital, tinggal ketik Dewi Sandra, banyak masa lalu saya di internet. Berarti jejak kita yang ditinggalkan akan selalu punya bekas. Kalau flash back 3 - 4 tahun ke belakang, aku jadi lebih sedikit tenang, meski belum sempurna. Setidaknya sebagai manusia, aku punya step perubahan.
Ada kekhawatiran tentang masalah finansial saat berhijrah dengan penampilan baru?
Waktu aku memutuskan berhijab, masalah materi menjadi pikiran terakhir. Menurut aku, masih banyak hal yang lebih mahal, ada kesehatan rohani dan jasmani, itu lebih mahal. Gimana caranya mau beli itu kalau nggak dikasih hidayah sama Tuhan. Ditawarkan uang satu miliar pun nggak kebeli. Aku serangkan pada Tuhan masalah rezeki dan aku damai saat memutuskan itu. Saat kita ada di titik itu, Allah akan menunjukkan betapa Mahanya Dia, Maha Kasih, Maha Penyayang, Maha Pemberi Rezeki dan lain-lain.
Masalah anak bagaimana?
Ini pertanyaan yang sering aku dapat dan aku balikan, apakah aku akan lebih bahagia dengan seorang anak? Itu nggak fair bagi aku jika seorang anak yang akan hadir di dalam kehidupan aku dibebankan, 'loe harus bikin gue bahagia'. Dengan atau tanpa anak, harusnya aku bersyukur dan bahagia. Sebagai manusia normal gue pengin punya anak, pengin punya keturunan, pengin lihat hasi dari pernikahan aku dan Mas Agus yang dibangun dengan cinta. Tapi kalau itu nggak terjadi (punya anak) aku tetap ingin jadi orang yang selalu bersyukur. Kalau memang tidak bisa memiliki anak kandung, mungkin ini akan dibahas tahap adopsi. Ini sebuah proses yang harus dipersiapkan.
Dewi Sandra telah melalui proses kehidupan yang membuat ia akhirnya tersadar, bahwa hidup bukan hanya sekadar memenuhi kebutuhan jasmani saja, namun rohani pun diperlukan agar terarah dalam melangkah. Kini, ia bisa tersenyum dengan wajah yang lebih bercahaya untuk melanjutkan kehidupannya yang lebih baik lagi. Semoga selalu dalam lindungan Tuhan ya.