Fimela.com, Jakarta Traveling makin populer. Itulah kiranya fenomena yang tak bisa dielak, apalagi dihindari saya, kamu, dan sekian juta orang yang kedapatan suka melancong. Perbedaan atmosfer membuat selusin penyesuaian sudah semestinya dilakukan.
Maklum-maklum yang banyak, bahkan terkadang tiada bertepi, bukan tak mungkin dialami selama berada di negeri orang. Antre, berisik, atau destinasi terlalu ramai kiranya bisa jadi gambaran singkat potret traveling beberapa tahun belakangan.
Advertisement
BACA JUGA
Riuh-rendah dunia pariwisata ini tentu saja berimbas pada banyak faktor. Tak selalu baik, namun tak semuanya buruk. Pandangan macam itu sebenarnya sangat subjektif, bergantung pada tujuan perjalanan dari tiap individu yang sangat mungkin berbeda.
Indonesia sendiri merupakan satu dari sekian banyak tempat di Bumi yang cenderung mengandalkan wisata alam. Kalau bisa dikatakan, siapa sih yang bisa menolak cantik hamparan lanskap Negeri Khatulistiwa? Dari puncak gunung tertinggi, palung laut paling dalam, bawah atau atas permukaan air, Indonesia memesona (hampir) tiada celah.
Melihat animo yang demikian besar, baik dari pelancong dalam maupun luar negeri, wajar saja sebenarnya bila beberapa destinasi traveling di Indonesia berbenah diri. Namun, apakah niat mengurusi ini sudah tepat guna?
Advertisement
Jangan 'Urusi' Wisata Alam!
Mungkin bermaksud berbenah dan menambah elok destinasi yang sebenarnya terlalu sayang untuk dipoles macam-macam, pembangunan di beberapa tujuan wisata populer di Indonesia mendapat sorotan publik, khususnya warga dunia maya.
Sebagaimana diketahui, beberapa waktu lalu beredar potret pembangunan sejumlah 'pemanis' di sudut tak seharusnya. Beberapa tempat yang dimaksud adalah kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan Kawah Ijen di Banyuwangi.
Merupakan dua wisata andalan, tentu tak keliru bila pengunjung di dua destinasi itu dikatakan lebih banyak ketimbang beberapa sudut lain di timur Jawa. Pertanyaan saya, tepatkah letup euforia para pelancong itu 'dijawab' dengan pembangunan tak perlu?
Saya sendiri kali pertama menemukan 'fenomena' ini di salah satu kicauan fotografer kawakan, Arbain Rambey. "Tugu ini bikin bagus atau bikin jelek?", tulisnya melengkapi unggahan foto tersebut. Pancingan yang berhasil, saya pikir, banyak warganet yang memberi komentar, di mana kebanyakan mengecam keberadaan si bangunan-tanpa-maksud.
Gagal paham, satu-satunya dugaan yang bisa saya munculkan adalah tugu ini dibangun untuk kepentingan foto. Tapi, sebegitunya nih? Kurangkah semata lanskap Bromo untuk dijadikan latar berfoto dan bekal memori ketika kembali pulang ke rumah?
Surat Terbuka untuk Pihak Kementerian Pariwisata
Bongkar! Bikin jelek! Setop pembangunannya! Protes soal keberadaan tugu di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan rencana pengadaan gazebo di bibir kawah Ijen, Banyuwangi juga hadir dalam sebuah surat terbuka.
Dilayangkan oleh Sahabat Bromo dan Masyarakat Fotografi Indonesia yang ditujukan untuk pihak Kementerian Pariwisata. Surat itu kurang lebih berisi protes pihak yang sudah disebutkan atas pembangunan tugu di kawasan Bromo.
"Pembangunan tugu semacam ini sama sekali tidak menambah keindahan, justru membuat jelek foto-foto panorama alam yang diambil di sana," demikian salah satu kalimat yang tertulis di surat terbuka tersebut.
Protes ini dilayangkan mengingat Bromo masuk dalam kategori destinasi wisata atam di kawasan taman nasional yang sekiranya tak perlu dibuatkan tugu nama. Tiadalah perlu menghamburkan uang lebih untuk membuat fasilitas tiada tepat guna.
"Adapun Bromo adalah tempat wisata yang merupakan anugerah Tuhan yang indah sehingga sama sekali tidak perlu dibangun tugu nama di sana. Kami memohon agar pemerintah, dalam hal ini pihak Kementerian Pariwisata, segera memerintahkan Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru membongkar tugu nama yang sudah mereka bangun di kawasan Bromo," begitu bunyi akhir surat tersebut.
Cantik panorama Indonesia sudah menghasilkan beragam sebutan, mulai dari keping surga yang jatuh ke Bumi, hingga tanah di mana keelokan bisa ditemui dengan mudah, jadi pengelolaan 'nirwana' ini sudah semestinya tepat. Sudah diberi rupawan, mengapa harus mencari buruk rupa?
Asnida Riani,
Editor Celeb Bintang.com