Fimela.com, Jakarta Rumah tangga Yama Carlos dan Arfita sempat berada dalam kondisi di ujung tanduk. Curahan hati Arfita di media sosial membuka tabir kemelut rumah tangga mereka. Belum lagi ada tudingan perihal kehamilan Arfita sebelum resmi menikah dengan Yama yang dijawab dengan bukti surat nikahnya dengan Yama Carlos. Namun, meski hampir bercerai, rupanya takdir berkata lain. Yama dan Arfita kemudian memutuskan rujuk. Bagaimana ceritanya?
***
Yama Carlos dan Arfita memasuki episode baru dalam kehidupan rumah tangga mereka. Nyaris bercerai, merupakan kisah yang penuh kekalutan bagi Yama. Apalagi, sebelumnya ia sudah merasakan pahitnya perceraian. Karena itu, Yama pun memberikan ruang dan waktu bagi Arfita untuk kembali memikirkan keputusannya untuk berpisah. Konflik dan pertengkaran dalam rumah tangga, membuat Yama Carlos dan istrinya harus berpisah selama empat bulan.
Advertisement
BACA JUGA
Selama itu pula, Yama Carlos merasa hampa tanpa kehadiran anak dan istri tercinta. Begitupula sebaliknya, Arfita pun berpikir tentang kelangsungan masa depan Marco, buah hatinya.
Melalui sebuah mediasi dengan seorang pengacara, Yama dan Arfita kemudian bertemu setelah empat bulan terpisah. Keduanya pun berbicara dari hati ke hati dan mencoba menyelesaikan permasalahan yang mengancam biduk rumah tangga mereka. Hingga pada sebuah kesimpulan, Marco butuh kedua orangtuanya untuk tumbuh kembang. Apalagi usianya masih sangat belia.
"Ya haru biru, akhirnya keinginan dari hati yang terdalam untuk berkumpul memiliki keluarga kecil yang utuh bisa kembali terwujud. Karena saya juga sempat berpikir, apa iya sampai di sini. Apalagi saya baru jadi ibu. Jadi, akhirnya kami putuskan rujuk," ujar Arfita, istri Yama Carlos saat bertandang ke studio Bintang.com belum lama ini.
Proses rujuk pasangan berbeda keyakinan itu memang tidak mudah. Penuh dengan emosi dan derai air mata. Namun, akhirnya keduanya bisa melewati proses tersebut. Bagaimana cerita selengkapnya dari proses rujuk Yama Carlos dan Arfita? Simak penuturan lengkapnya berikut ini.
Advertisement
Gagal Cerai Demi Anak
Anak, menjadi pemersatu Yama Carlos dan Arfita, sang istri. Ketika masing-masing mempertahankan ego, Yama Carlos dan istrinya berusaha kembali memikirkan nasib anak mereka, jika menghadapi kenyataan, kedua orangtuanya harus berpisah.
Bagaimana proses akhirnya kalian bisa rujuk?
Yama: Prosesnya sebenarnya tidak terlalu panjang dan pendek juga. Prosesnya itu dua minggu, tapi kita pisah rumah selama 4 bulan. Mulai proses itu kurang lebih dua minggu, prosesnya bagaimana ya berkomunikasi dengan jalur pengacara kami.
Mungkin ada tangis saat proses tersebut?
Yama: (Berpikir sejenak) Bagaimana ya, mungkin nggak ada sih, sudah ketahan semua. Cuma rasa rindu dan kangen sama anak yang ada. Intinya yang kami pikirikan adalah Marco hingga akhirnya kami bisa bersatu lagi. Selain itu, ternyata kami memang saling membutuhkan, suami butuh istri, istri pasti butuh suami. Marco terutama, pasti butuh baba dan bubunya (panggilan ayah dan ibu untuk Marco). Marco pasti lebih bahagia di tengah baba dan bubunya.
Tapi pasti ada haru biru saat proses tersebut?
Yama: Ada ya haru birunya, tapi saya lebih melihat hal itu karena perasaan kangen ke anak dan istri yang terpisah selama empat bulan, harunya di situ. Berkumpul kembali semakin haru tapi haru bahagia.
Arfita: Haru biru banget karena akhirnya keinginan dari hati yang terdalam untuk berkumpul, memiliki keluarga kecil yang utuh bisa kembali terwujud. Karena saya juga sempat berpikir, apa iya sampai di sini (cerai) apalagi saya baru jadi ibu. Jadi, akhirnya kami pustuskan rujuk.
Sempat melampiaskan kemarahan di media sosial terhadap suami, apa penyebabnya?
Arfita: Ya, mungkin salah satu faktirnya masih baby blues sindrome. Saya juga sedang punya masalah banyak, ya adalah beberapa tekanan dan masalah yang nggak ada habisnya kepada saya. Saya jadi overload dan jadi seperti meledak-ledak.
Tapi kamu sepertinya tetap tenang hadapi kemarahan istri di medsos, kenapa?
Yama: Nggak saya tanggepin karena buat saya, buat apa ditanggepin. Buat saya media sosial kita share sesuatu yang wujudkan kebahagiaan, cinta kasih dan kasih sayang. Kalau saya tanggepin semakin melebar. Karena haters paling bahagia ketika ada sesuatu yang negatif ditanggepin. Menurut saya, diamkan saja. Nggak usah ditanggepin saja sudah banyak yang nanggepin. Saya bingungnya lebih banyak yang sok tahu. Saya terkadang membacanya gimana gitu. Masalah pribadi kita berdua kayaknya orang lain yang lebih tahu.
Istri juga sempat memposting surat nikah, maksudnya?
Yama: Mungkin itu banyaknya pertanyaan dan opini publik dari pasukan dunia maya. Mereka membuat asumsi sendiri, kesimpulan sendiri. Mungkin itu membuat istri saya harus memposting yang seperti itu. Harusnya memang tidak perlu diposting karena mencakup semuanya di belakang.
Termasuk menjalani rumah tangga berbeda keyakinan?
Yama: Masyarakat di negara ini sangat sensitif ketika unsur itu (perbedaan keyakinan) dibicarakan, apalagi berbicara perbedaan kayaknya sudah paling benar sendiri. Kubu satu dengan kubu yang lain, padahal yang menjalankan kami berdua. Yang ikut komentar seperti paling suci sendiri hidupnya padahal belum tentu.
Tapi kamu sempat nanggepin?
Yama: Sempat saya tanggepin karena sudah semakin ngawur, cuma saya nanggepinnya tidak merujuk suatu nama tapi untuk semua tapi tidak memojokkan. Saya berpikir simple saja, oke ini ada unsur yang berbeda (keyakinan) tapi ketika kita menjalankannya dengan cinta kasih, semua niat baik, Tuhan pasti akan kasih jalan, memberkati dan merestui. Buat apa Tuhan menciptakan perbedaan kalau untuk dikotak-kotakan lagi. Tuhan bukan punya salah satu unsur atau agama, Tuhan milik kita semua.
Hampir Cerai, Buat Yama Carlos-Arfita Lebih Dewasa
Hampir bercerai, ternyata membuat Yama Carlos dan Arfita lebih dewasa. Terlebih Yama pernah merasakan kegagalan dalam berumah tangga. Tentu, ia tidak tidak ingin ada lagi perpisahan. Apalagi dengan Arfita, ia telah memiliki buah hati yang menggemaskan.
Apa saja yang kamu lakukan selama berpisah dari anak dan istri?
Yama: Yang pasti saya berpikir bagaimana caranya memindahkan mereka berdua kembali ke rumah, hidup kembali sama saya dan membangun rumah tangga bersama lagi. Kedua ya, supaya pikiran saya agak nggak melulu mikirin itu, saya memperbanyak kegiatan yang berhubungan dengan pekerjaan walaupun dalam pekerjaan kebayang terus muka anak. Namanya hubungan darah itu lebih kuat.
Selama berpisah, komunikasi kalian bagaimana?
Arfita: Kami diskusi berkali-kali omongan dari yang baik sampai yang tidak baik lagi, satu tujuan saja, ke anak. Kami diskusinya nyatuin visi dan misi lagi untuk memiliki keluarga kecil yang utuh dan bahagia. Bersama membahagiakan anak kita.
Menikah beda keyakinan, apakah ada pertentangan di keluarga dan bagaimana kalian mengatasinya?
Yama: Lebih baik kita bicara bagaimana kita ingin membuktikan kepada keluarga, kami bisa menjadi keluarga yang bahagia. Sebenarnya sih simple cuma tidak mudah dijalankan juga kalau menurut saya, cara membuktikan kami ke keluarga masing-masing, kami buktikan kami bisa hidup berkeluarga secara mandiri dan bahagia. Anak bahagia kami besarkan bersama-sama. Itu yang akan menjadi barang bukti bahwa perbedaan itu dikesampingkan. Yang penting kami bertiga bahagia. Tapi kalau perbedaan itu selalu diungkit-ungkit, ya selesai.
Lalu, konsep rumah tangga apa yang kalian bangun? Bagaimana dengan keyakinan anak kelak?
Yama: Kalau saya dari lahir bilang ke istri saya, silahkan anak kita, kamu didik sesuai dengan (keyakinan) ibunya dulu, tapi ketika besar nanti biarkan dia memilih mana yang dia yakini. Mau a, b, c atau d. Tapi kalau buat saya yang penting dia takut sama Tuhan dan memilih salah satu keyakinannya yang cocok dengan dia. Jangan terlalu fanatik terhadap ajaran tapi kamu lupa sama Tuhan. Tapi kalau kamu takut sama Tuhan, ajaran akan mengalir.
Bagaimana peran orangtua dalam konflik rumah tangga kalian?
Yama: Kalau keluarga saya lepas tangan, yang penting jangan ada perceraian. Bawa anak istri kamu kembali ke rumah.
Arfita: Kalau keluarga saya terus terang ada beberapa masukan dan nasehat, ya baik karena pasti orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Terlepas dari nasehat itu, semua dikembalikan ke saya, mau memilihnya bagaimana dan pilihan yang saya ambil pasti yang terbaik buat orangtua. Akhirnya kami putuskan untuk rujuk, orangtua pun ikut antar aku sama Marco kembali ke rumah.
Bagaimana cara kalian melihat masalah rumah tangga yang pernah kalian hadapi?
Yama: Semoga apa yang sudah kami lewati, ini proses pendewasaan kami. Ini kan baru satu tahun usia rumah tangga, masih panjang perjalanan dan banyak rencana. Yang pasti, semua ketika ada masalah dibicarakan dan dipikirkan baik-baik dan langsung lihat ke anak. karena kalau lihat ke anak, pasti masalah akan selesai. Anak itu, lepas dari ego kita, kalau ada masalah ikut ego ya bubar. Kalau melihat ke anak pasti akan kembali lagi. Ikuti kata hati ke anak, ya balik lagi.
Lalu, apa rencana ke depan kalian?
Yama: Planning ke depan, saya sebagai kepala keluarga, ingin membentuk rumah tangga yang kuat luar dalam dimana kami membesarkan anak menjadi anak yang bahagia, suka cita. Sayang sama baba bubunya dan menjadi anak yang bisa menjadi berkat bagi orang-orang disekitarnya nanti. Oh iya, kami juga akan membentuk Marco menjadi abang, artinya punya anak lagi, hahaha. Saya ingin punya keluarga besar, hahaha.
Tawa Yama Carlos membuat Arfita sang istri tersenyum. Kini, keduanya telah melewati ujian cinta yang nyaris membuat mereka berpisah. Mungkin memang benar seperti yang disampaikan orangtua terdahulu, dalam perceraian, pasti anak akan menjadi korban. Selalu bahagia ya Yama dan Arfita