Fimela.com, Jakarta Ternyata nasib anak-anak Rohingya asal Myanmar tak jauh lebih baik daripada orangtua mereka. Di saat anak-anak yang lain disibukkan dengan kegiatan belajar dan bermain, maka mereka sibuk berlari mencari tempat tinggal untuk berlindung.
BACA JUGA
Advertisement
Dilansir dari BBC.com, Jumat (8/9/2017), lebih dari 150 anak-anak Rohinya asal Myanmar terpisah dari orangtua mereka setelah berhasil mengungsi ke Bangladesh, sejak gelombang kekerasan terbaru terhadap kelompok minoritas Rohingya pecah pada Oktober 2016.
"Saya terus mencari orang tua saya, tapi sampai sekarang tidak ada informasi mengenai mereka. Saya sudah bertanya kepada para tetangga dan orang-orang yang baru tiba di Myanmar jika mereka tahu keberadaan orang tua saya," ungkap Yas (nama disamarkan), seorang remaja Rohingya.
Tak hanya terpisah dari orangtua mereka, anak-anak ternyata juga ikut dibantai. Matthew Smith, Kepala Eksekutif Fortify Rights—kelompok pemantau HAM kepada The Sydney Morning Herald menceritakan seorang warga Rohingya yang berusia 41 tahun, mengaku pada Smith, di wilayahnya telah terjadi pembunuhan massal, termasuk korbannya adalah anak-anak, dan pembakaran rumah.
Dia juga telah menemukan saudara dan anggota keluarga lainnya telah meninggal di lapangan setelah kena serangan pasukan keamanan Myanmar di Desa Rakhine, di Chut Pyin, di Kota Ratheduang. "Mereka memiliki bekas luka di tubuh akibat tembakan peluru dan beberapa luka lainnya," katanya. "Dua keponakan saya, kepala mereka terpotong, yang satu berusia enam tahun dan yang lainnya berusia sembilan tahun. Kakak iparku juga ditembak dengan pistol."
Apa yang terjadi pada anak-anak dan para wanita di Rohingya Myanmar tentu saja menarik perhatian masyarakat dunia, termasuk pemenang Nobel Perdamaian MalalaYousafzi. Dalam akun Twitternya, @Malala, Senin, 4 September 2017, ia menuliskan,” Dalam beberapa tahun terakhir, saya berulang kali mengutuk perlakuan yang tragis dan memalukan ini. Saya masih menunggu teman saya, penerima Nobel Aung San Suu Kyi melakukan hal yang sama.”
“Hentikan kekerasan. Hari ini kita melihat gambar anak-anak kecil dibunuh oleh tentara Myanmar. Anak-anak ini tidak menyerang siapapun, tapi rumah mereka dibakar sampai habis,” tegas Malala yang juga dikenal sebagai aktivis pendidikan dari Pakistan.