Fimela.com, Jakarta Adalah Desi Utami, perempuan asal Jawa Tengah yang bisa mengajar Bahasa Inggris di Jepang, meskipun pada awalnya tak suka dengan bahasa ini. Desi pada awalnya hanya mendapatkan score TOEFL 360. Namun, dengan usaha yang giat, perlahan-lahan Desi dapat meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris.
BACA JUGA
Advertisement
Semua berawal sejak dia masih kuliah S1 di Universitas Gajah Mada (UGM). Saat itu, Desi tak suka dengan Bahasa Inggris. Bahkan, dia mnegaku sangat kesulitan dalam membaca buku-buku kuliah berbahasa Inggris. Kalau mahasiswa lain membaca 1-2 kali bahan ajar, Desi justru harus membacanya hingga 5 kali. Itu pun dengan membuka kamus untuk memahami maksud dari teks tersebut.
Ketidaksukaannya terhadap Bahasa Inggris ternyata justru bikin dia terpaksa untuk belajar lebih giat. Pasalnya, hampir semua buku-buku kuliahnya berbahasa Inggris. Berkuliah.com menulis, di tahun ketiga, dia ditawari untuk mencoba mengikuti seleksi pertukaran mahasiswa ke Jepang, dalam Program JENESYS.
Proses seleksi berlangsung selama 6 bulan. Untungnya, program ini tak mensyaratkan score TOEFL. Desi hanya harus belajar sebelum hari wawancara menggunakan bahasa Inggris. Kalau Dewi lulus, dia akan melakukan program pertukaran pelajar di Yamagata University.
Bersama 3 mahasiswa UGM lainnya, Dewi kemudian diterima dan beangkat ke Jepang untuk belajar selama 6 bulan. Meski selalu belajar dan berlatih berbahasa Inggris sendiri, dia merasa belum cukup. Desi lantas memutuskan untuk ikut les di ELTI selama 1,5 bulan.
Les singkat itu teernyata membantu Desi mendapatkan score TOEFL satu digit di depan. "Tambah semangat belajar, mulai mencintai Bahasa Inggris, dengan menikmati proses belajarnya," katanya kepada Beerkuliah.com.
Usai lulus S1, Dewi kembali mendaftarkan dirinya untuk ikut beasiswa dari International Petroleum Exploration Foundation (INPEX). Saat itu, syaratnya memiliki score TOEFL 550. Meskipun score Desi masih jauh di bawahnya, dia tak menyerah untuk tetap mendaftar. "saya tulis bahwa saya mempunyai sedikit kemampuan Bahasa Jepang," katanya. Dan ternyata, cara itu berhasil! Dia kembali terbang ke Jepang untuk kedua kalinya.
Selama menempuh pendidikan S2 di Negeri Sakura, dia memutuskan untuk mengajar bahasa Inggris. Mulai dari di Taman Bermain Kantor Kecamatan Tsukisamu, SLTP dan SLTA Hokurei di Hokkaido, sampai ANT English School yang memiliki murid berumur 5-66 tahun.
Keterbatasan wawasan dalam berbahasa ternyata bisa Desi terobos dengan semangat dan proses pembelajaran yang tiada henti. Perempuan asal Imogiri ini kini membagikan kisahnya demi mendorong anak-anak muda Indonesia lainnya untuk berkarier dan menempuh pendidikan di luar negeri, meski kemampuan berbahasa Inggrisnya belum mahir.