Sukses

Lifestyle

Eksklusif Sharlene Purwanto, Berani Resign untuk Bikin Brand

Fimela.com, Jakarta Masuk ke dalam salah satu kebutuhan pokok manusia selain pangan dan papan, sandang alias pakaian menjadi hal penting untuk dimiliki. Maka, tak heran jika banyak bisnis pakaian menjamur di dunia ini. Di Indonesia sendiri, bisa kamu temukan sendiri beragam konsep bisnis pakaian yang memiliki pasarnya masing-masing. Baik secara online maupun offline.

Salah satunya yakni Lene, brand pakaian wanita milik Sharlene Purwanto. Dipasarkan secara online sejak April 2016, Lene hadir mewarnai pangsa pasar pakaian wanita dengan potongan yang berbeda. Kehadirannya memberi warna baru dunia fashion untuk wanita zaman sekarang tampil elegan dan anggun tanpa menguras kantong.

Meski masih terbilang baru, namun, bisa dibilang Lene telah mampu merangkul banyak orang untuk mengagumi setiap potongan pada pakaian yang diciptakan. Mereka tak hanya menawarkan pakaian yang bagus, namun, lebih dari itu, Lene bertekad untuk memberi semangat dan keyakinan yang terbungkus dalam setiap kemasan agar wanita percaya akan dirinya sendiri.

Sharlene Purwanto. (Fotografer: Daniel Kampua/DI: Muhammad Iqbal Nurfajri)

Menurut Sharlene, hasratnya pada bidang fashion-nya hadir bukan karena hanya sekadar keinginan. Ketertarikan dengan dunia fashion sudah ia rasakan sejak kecil. Uniknya, perempuan yang besar di Singapura ini pernah termotivasi untuk menjadi fashion designer karena waktu kecil ia tak punya baju-baju cantik. "Dari kecil aku suka dress up, tapi nggak pernah punya yang cantik. Dari situ, aku punya motivasi kalau sudah besar, aku ingin bikin baju sendiri," kata perempuan lulusan Lasalle College of the Arts Singapore jurusan Apparel Design tersebut.

Sebelum memutuskan untuk mendirikan Lene, perempuan kelahiran Jakarta, 20 Juni 1990 ini pernah bekerja di sejumlah posisi di bidang fashion pada perusahaan retail internasional selama beberapa tahun. Namun ia tak cukup puas untuk menekuni passion-nya. Dari pekerjaan-pekerjaan di bidang fashion yang pernah dilakoninya, ia pun merasa terpanggil untuk lebih tenggelam pada passion-nya dengan membuat brand serta pakaian produksi sendiri.

Sharlene Purwanto. (Fotografer: Daniel Kampua/DI: Muhammad Iqbal Nurfajri)

Menurutnya, kerja kantoran membuat dirinya tak bisa mobile dengan leluasa karena ada waktu dan aturan yang mengikat dirinya. Untuk itu, anak sulung dari dua bersaudara tersebut pun memberanikan diri untuk keluar dari pekerjaan dan merancang bisnis pakaian wanita yang sejak kecil ia impikan. Meski awalnya mendapat ragu dari keluarga, namun, dara berambut panjang ini nggak langsung patah semangat. Ia membuktikan bahwa dirinya bisa mendirikan dan mengembangkan bisnisnya.

Lantas, bagaimana Sharlene dalam menjalani bisnis yang sempat diragukan orangtuanya itu? Bagaimana ia mempertahankan bisnis pakaiannya di tengah derasnya persaingan? Berkunjung ke Bintang.com pada 18 Agustus 2017 lalu, berikut sederet petikan wawancara bersama reporter Febriyani Frisca dan fotografer Daniel Kampua.

 

Sharlene dan Lene

Sebagai perancang busana yang harus punya stok ide berlimpah, Lene rupanya mengaku tak kesulitan untuk mendapatkan ide. Menurutnya, ide bisa datang dari mana saja. Termasuk dari para customernya yang memberikan saran. Lalu apa yang membuat Lene ini beda dengan bisnis serupa lainnya? Yuk, simak petikan wawancaranya.

Lagi sibuk apa selain berkutat di Lene Studio?

Nggak ada, cuma itu doing hahahaha.

Oiya, Lene itu dibacanya gimana, sih?

Lene itu dibacanya "Lin". Jadi, Lene itu nama panggilan aku dari orangtua. Nama aku kan Sharlene. Kalau orang-orang manggil aku "Shar", keluargaku manggil aku "Lene". Makanya aku kasih nama brand-ku dengan nama itu. 

Bagaiman awal mula kamu bisa mendirikan Lene ini?

Setelah kuliah di Singapura, aku balik ke Jakarta, aku kerja sebagai fashion designer di salah satu retail company di Jakarta, tapi setelah kerja dua tahun, aku pikir aku sudah siap untuk bikin brand sendiri karena sudah punya pengalaman. Bagi aku, pengalaman itu penting banget. Kerja sama orang banyak banget ilmu yang nggak bisa ditemui kalau kita bekerja sendiri.

Apa yang bikin tertarik tertarik sama dunia fashion? Kenapa?

Mungkin karena dari kecil aku suka dress up kali, ya. Waktu kecil, aku nggak pernah punya baju-baju yang cantik gitu. Dari situ, aku punya motivasi kalau sudah besar, aku ingin bikin baju sendiri. Dari kecil juga udah tertarik banget sama fashion, berlanjut saat sekolah, dan ujung-ujungnya, saat kuliah ya ke fashion juga, sih.

Sharlene Purwanto. (Fotografer: Daniel Kampua/DI: Muhammad Iqbal Nurfajri)

Apa yang membuat Lene beda dengan clothing line lain?

Gaya Lene itu elegan, feminin, tapi nggak girly. Pakaian-pakaian Lene itu kualitasnya nomor satu. Jadi, cutting dan kualitas baju Lene itu sangat bagus. Itu sih quality-nya. Dan pakaian-pakaian Lene itu klasik dan timeless. Misalnya season kali ini sudah habis, pakaian itu tetap bisa dipakai karena desainnya klasik.

Semua dikerjakan sama orang Indonesia?

Ya, produksinya dikerjakan sama orang-orang Indonesia dan didesain langsung sama aku.

Biasanya dapat inspirasi mendesain pakaian dari mana?

Inspirasi itu bisa didapat dari banyak hal. Banyak juga inspirasi datang dari customer aku. Sebenarnya aku juga nggak mau bilang mereka customer, ya. Karena biasanya setelah jadi customer mereka malah jadi teman. Kami suka bertukar pikiran tentang desain dan input untuk Lene. Jadi, aku juga dapat inspirasi banyak dari customer aku.

Bagaimana strategi pemasaran Lene?

Salah satunya dengan media sosial Instagram. Boleh diliat Instagram kami yang sangat visual. Soalnya aku orangnya visual banget. Semua harus ditata dengan cantik dan rapi. Mungkin salah satu penyebab orang-orang menemukan Lene di Instagram yaitu karena konsep foto kami dan feed-nya yang sangat menarik. Mungkin itu yang bikin orang penasaran. Selain itu ada endorse orang-orang yang cocok dengan kategori Lene Women.

Lene Women?

Iya, jadi Lene Women itu adalah wanita yang independen, berkarir dan nggak berkarir. Menurutku, independen itu bisa jadi siapa saja, kayak ibu rumah tangga atau wanita yang bekerja di kantor.

Sharlene Purwanto. (Fotografer: Daniel Kampua/DI: Muhammad Iqbal Nurfajri)

Target pasar Lene siapa saja, sih?

Target pasar kami itu sekitar umur 22-35. Target kami middle up dan harga pakaian kami start dari Rp250.000 sampai Rp3 juta.

Apakah Lene adalah bisnis pertama kamu?

Sebenernya sebelum bikin bisnis Lene yang sekarang ini, aku pernah jualan baju import sambil aku kerja. Ingin lihat market, tuh, sukanya kayak apa, sih. Namun, lama kelamaan, aku berpikir untuk bikin Lene dengan branding yang serius, dengan konsep yang matang.

Merasa terpanggil untuk jadi entrepreneur sejak kapan, sih?

Jiwa entrepreneur itu muncul setelah keluar dari kerja kantoran, sih. Karena kalau kerja kantoran, kan, ada fixed time ya seperti bekerja dari jam 9 sampai jam 5, cuti setahun cuma dapat beberapa kali. Sedangkan aku lebih ingin mobile. Jadi, jalur entrepreneur ini lah yang menurut aku lebih pas untuk diambil dengan mengembangkan Lene ini.

Pernah ingin coba bisnis lain nggak, sih?

Aku ingin banget belajar tentang dermatologis. Aku sebagai wanita suka banget sama skincare, kayak cari-cari info gitu. Aku ingin banget belajar banyak tentang dermatologis, tapi, karena keterbatasan waktu dalam menjalankan bisnis ini kayak nggak ada waktu aja gitu. Aku ingin banget sih untuk menjalankan bisnis kecantikan, kayak punya skin care. Untuk kuliah lagi pun kayaknya nggak mungkin, sih. Keinginanku aja.

Strategi Sharlene Hadapi Persaingan Bisnis Serupa

Setiap bisnis pasti ada hambatan dan tantangan. Begitu pula dengan Sharlene dalam menjalani Lene, bisnis pakaian online-nya. Banyaknya bisnis serupa menjadi tantangan tersendiri baginya. Terlebih, para pesaingnya membandrol harga pakaian yang terbilang lebih friendly. Lantas, bagaimana Sharlene menyikapinya?

Bagaimana peran keluarga kamu dalam bisnis ini?

Aku pernah diragukan untuk memulai bisnis ini. Menurut orangtuaku, kenapa sih harus memulai bisnis sendiri? Takutnya kan belum tentu sukses, belum tentu provitable, tapi aku meyakinkan mereka kalau aku bisa dengan plan-plan ke depan untuk Lene jadi bisa brand yang legit. Setelah 3-4 bulan berjalan, mereka baru percaya kalau aku serius dengan bisnis yang aku jalani.

Ngerasa apa yang kamu lakukan sekarang ini karena bakat, nggak, sih?

Nggak juga, sih, menurutku ini karena kerja keras. Apapun yang kita lakukan, bisnis apapun, yang penting harus ada kerja keras dan passion. Aku terima kasih banget sama Tuhan untuk passion aku di dunia fashion.

Berapa jumlah karyawan Lene?

Baru dikit banget.. Sekitar 8 orang.

Tantangan dalam menjalankan bisnis ini?

Semakin hari, semakin banyak orang yang bikin brand baju. Tantangannya sangat besar, sih, buat aku. Mungkin karena Lene sendiri price point-nya di middle high, jadi susah untuk bersaing karena banyak yang jual dengan harga friendly. Tantangannya adalah bagaimana Lene mempertahankan branding-nya. Soalnya aku bikin Lene bukan untuk coba-coba, tapi untuk jangka panjang.

Sharlene Purwanto. (Fotografer: Daniel Kampua/DI: Muhammad Iqbal Nurfajri)

Nggak mau coba untuk bikin pakaian dengan harga yang friendly juga biar menjangkau banyak orang?

Mungkin nanti mau bikin second line, satu brand baru dengan harga yang lebih terjangkau, dan Lene akan tetap dengan brand-nya.

Apa yang bikin kamu terus bertahan dengan persaingan yang ketat ini?

Support dari orang-orang di sekitar dan kepercayaan diri sendiri. Kalau bukan kita yang menyemangati diri sendiri saat banyak tantangan, siapa lagi? Tapi, di samping itu juga ada orang-orang terdekat, karyawan aku juga yang menyemangati.

Kalau boleh sebut angka, berapa sih modal awal untuk bikin bisnis clothing ini?

Emmm.. Sekitar Rp150-Rp200 juta.

Bagaimana break event point-nya?

Butuh waktu, sih, tapi puji syukur sudah balik modal dalam waktu 1,5 tahun.

Sharlene Purwanto. (Fotografer: Daniel Kampua/DI: Muhammad Iqbal Nurfajri)

Wow! Keren. Lantas, sebagai pebisnis perempuan, pernah nggak dipandang sebelah mata?

Nggak pernah. Mungkin karena sekarang di Indonesia ini sudah lebih maju maju, jadi banyak banget woman entrepreneur. Apalagi sekarang banyak orang yang melek media sosial dan internet bikin banyak wanita yang berbisnis online tanpa kapital yang besar. Jadi, kalau dipandang rendah, sih, nggak ya. Justru mungkin laki-laki bakal respect ke perempuan kalau mau kerja juga. So far, sih, belum pernah direndahkan, jangan sampai. Ya laki-laki juga nggak perlu begitu. Wanita juga punya peran dalam keluarga, seperti jualan lewat Instagram yang bisa bantu perekonomian keluarga.

Harapan untuk Lene 5 tahun ke depan?

Jangka pendek, kami berharap agar segera punya offline store di mall-mall Jakarta. Inginnya sih punya butik sendiri. Tapi, kalau untuk jangka panjang ya inginnya go international, tapi, sebelum ke sana kami ingin punya butik sendiri terlebih dahulu.

Tips dong untuk anak-anak muda yang ingin berbisnis seperti kamu?

Harus mau dan punya keinginan untuk mencoba. Karena kalau kita cuma pengin ini pengin itu, tapi, nggak punya niat dan nggak take action, ya nggak akan terjadi. Jadi kita harus punya niat dan take action of what you wanna do in our life.

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading