Fimela.com, Jakarta Pejuang ternyata tak selamanya memegang tombak dan bambu runcing. Pejuang tak selamanya berada di garda depan menantang para penjajah. Pejuang bisa saja berada di belakang, menjaga keamanan dan mendukung para pejuang lainnya dari belakang.
BACA JUGA
Advertisement
Seperti Nenek Luh, perempuan yang ternyata berada di balik keberhasilan para pejuang Indonesia melawan penjajah. Dilansir dari berbagai sumber, perempuan yang bernama lengkap Luh Candra Asih, bertugas mengantarkan makanan untuk para pejuang.
Perempuan asal Bali itu masih ingat dengan pengalamannya ketika pertama kali mengantar makanan untuk mereka yang sedang bersembunyi dari para penjajah Jepang di balik Bukit Buleleng. Kala itu, Nenek Luh masih berusia belasan tahun. Karena parasnya yang muda dan masih ABG, kerap digoda saat mengantar makanan oleh para tentara yang sedang bersembunyi.
“Ingat ninik waktu orang teriak-teriak merdeka sudah umur 20-an tahun. Ninik bawa beras ke posko terus bawa makanan ke pejuang yang perang,” katanya kepada salah satu media online.
Tugas Nenek Luh memang cuma mengantar sebakil beras yang dia pikul. Tapi, perjuangannya untuk mengantar beras tak mudah. Dia harus sangat berhati-hati agar sampai tak ketahuan tentara Jepang. Bersama remaja lainnya, mereka harus menunggu para pejuang hingga selesai makan, dan mengambil bakul nasi tersebut.
Perjalanan bolak-balik saat mengantar nasi juga tak seaman yang dibayangkan banyak orang. Pasalnya, Nenek Luh harus berjalan 17 kilo meter. Belum di tengah perjalanan dia dan remaja-remaja lainnya sering melihat mayat-mayat bergelimpangan.
“Kalau mau ke Gigit kan ada monumen patung-patung orang perang. Nah di situ para pejuang bergerilya. Banyak pahlawan mati di sana, ninik jalan sampai 17 kilo bawa nasi,” katanya kepada media yang sama.
Nenek Luh sebenarnya juga termasuk pejuang, girls. Karena, tanpa Nenek Luh dan teman-temannya, para pejuang akan kesulitan mendapatkan makanan. Saat mereka bergerilya di balik bukit, mereka akan kelaparan dan sulit untuk berperang.