Fimela.com, Jakarta Memulai bisnis di bidang fashion sejak tahun 2010, Feronica Kristoofer, business woman sekaligus desainer ini mengaku bahwa awalnya ia membangun bisnisnya ini karena tak bisa menemukan gaun pengantin seperti yang ia inginkan. Seiring dengan hal tersebut, kelemahan dan kebutuhan pasar pun dijadikannya sebagai peluang untuk melebarkan bisnisnya ini.
Tak ada background sebagai desainer, Feronica mengatakan bahwa dirinya bisa menjadi desainer karena belajar secara otodidak. Menghadapi berbagai macam klien dengan gaya, selera, usia juga bentuk badan yang berbeda-beda membuatnya banyak belajar dan mengetahui kebutuhan pasar. "Dengan menangani banyak orang jadi banyak tahu, pasar tuh senangnya yang seperti apa," ujar Feronica kepada Bintang.com.
Advertisement
Menjadi seorang orangtua tunggal, Feronica menyadari bahwa dirinya harus berjuang keras untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya juga dua anaknya. Diakuinya, anak-anak menjadi motivasi terbesarnya untuk terus berjuang dan bekerja keras, demi masa depan yang lebih baik.
"Aku fight buat mereka, aku nggak mau tergantung sama siapa-siapa buat masa depan anak-anak," tegasnya.
BACA JUGA
Usaha keras yang dilakoni Feronica pun tak hanya menggeluti bidang fashion, di mana ia telah memiliki dua brand yaitu, Kristoofer untuk koleksi gaun pengantin, dan Lovina untuk produk ready to wear, Feronica kini juga mulai merambah bisnis di bidang kesehatan. Bukan karena alasan uang, awal ia menyelami bidang ini karena rasa simpati akan kondisi kesehatan orang-orang disekitarnya.
Setelah kurang lebih menjalani bisnis di bidang kesehatan selama enam bulan, Feronica mendapatkan perasaan yang berbeda, di mana ia merasa mendapatkan kepuasan yang lebih besar dari bisnis yang pernah dijalaninya, yaitu bisa membantu banyak orang untuk sembuh. Berbisnis dengan hati, berikut adalah petikan wawancara lengkap bersama Feronica Kristoofer.
Advertisement
Menjadi Desainer dan Memanfaatkan Kelemahan Pasar
Menjadi seorang desainer memang bukan tujuan awal Feronica Kristoofer. Namun seiring berjalannya waktu adanya peluang dan kebutuhan pasar pun mengantarkannya menjajaki bisnis fashion dan menjadi seorang desainer. Tak sampai di situ, ibu dari dua anak ini pun kini mulai melebarkan sayap bisnis di dunia kesehatan yang diakui membuatnya merasa bahagia bisa membantu banyak orang.
Mulai berkecimpung di dunia fashion sejak kapan?
2010 akhir, mulanya aku mau cari baju buat nikah,udah keliling satu Jakarta, ke designer juga, ternyata susah ya cari baju wedding yang kita mau. Costumize tapi dengan harga terjangkau. Desainer Indonesia sih bagus-bagus ya, tapi kok waktu itu yang saya lihat harganya agak pricey, itu tahun 2010. Waktu itu saya jalannya kan sama teman yang desainer juga, saya pikir-pikir kita bikin yuk? Kami kan tahu toko kain yang jual bahannya bagus, terus kita lihat bahannya, karena akan lebih bagus yang kita lihat sendiri bahannya dari pada yang sudah jadi.
Ada basic sebagai desainer?
Nggak ada background desain sama sekali, sekolahnya malah bisnis. Jadi awalnya aku serahkan ke temanku ini yang desainer. Tapi seiring berjalannya waktu, aku belajar juga secara otodidak, menangani klien yang berbeda-beda badannya, umurnya, style, itu bikin banyak belajar sih berkecimpung di dunia fashion.
Dengan menangani banyak orang jadi banyak tahu, pasar tuh senangnya yang seperti apa. Di Indonesia, khususnya di Jakarta kan panas, mereka mau yang enteng, nggak terlalu berat. Balau beli di bridal katanya berat dan panas. Waktu itu aku juga cobain dan gatal. Dari situ aku cari kelemahan-kelemahan yang ada dan buat sendiri untuk menutupi kelemahan di pasar.
Jadi memulai bisnis dari kelemahan pasar ya?
Nah dari situ kami lihat peluang bisnis di Indonesia ternyata belum banyak pilihan ya at the time. Desainer banyak yang bagus tapi mahal. Kalo bridal nggak worthy juga dengan harga sekian yang dikasi baju mass product yang kainnya juga nggak begitu bagus.
Dari situ aku kepikiran untuk coba buat yang bagus tapi dengan harga yang nggak mahal untuk ukuran orang Indonesia. Lagian waktu itu saya penggennya yang simpel, sedangkan banyak desainer yang heboh (desainnya), saya cari yang simpel susah banget lho. Ada pun desainer luar. Pernah cari dari desainer luar, tapi kok harganya nggak make sense dengan modelnya yang simpel.
Ciri desain baju pengantin Feronica?
Kalau dibandingkan sama yang lain mungkin ada yang mirip, cuma cirinya aku ini lebih enteng, lebih light, simpel, nggak banyak bling-bling. Aku lebih fokus pada siluetnya, potongan badannya seminimalis mungkin, menutupi kekurangan badannya.
Jadi orang yang nggak pd dengan bentuk badannya, ketika pakai gaun aku kelihatan lebih cantik, singset, aku utamakan itu. Kalau soal detail, itu tergantung dari customer. Kadang orang juga nggak notice kelemahan badannya, jadi itu tugasnya kita untuk menutupi lengkapan kelemahan klien.
Selain desain baju pernikahan, apa ada desain baju yang lain?
Selain baju wedding, ternyata baju pesta laku. Orang mau married, mamanya pakai baju pesta, jadi keluarganya minta juga. Akhirnya kita bikin baju pesta juga. Pada dasarnya proses pembuatannya sama, cuma baju wedding lebih banyak detilnya. Saat menikah seseorang kan pasti mau jadi ratu sehari, jadi harus perfect kan, detailnya benar-benar kita perhatikan banget.
Bagaimana Feronica melihat persaingan di dunia fesyen?
Aku sih senang lihatnya mereka masih muda dan spirit yang luar biasa, di mana mereka mau memajukan fashion di Indonesia. Aku lihatnya positif aja, mereka kreatif dengan teknologi yang ada mereka bisa maksimal, sedang dulu aku masih pakai corat-coretan. Tantangannya mungkin lebih ke harga, karena mereka masih baru pasti masih promosi. Mereka dari segi harga lebih murah, tapi saya akui mereka lebih kreatif dan setiap orang pati punya ciri dan keunggulan masing-masing.
Impian awal sebelum jadi desainer?
Awalnya aku mau jadi business woman, yang bisa bantu banyak orang maunya. Cuma waktu itu sambil cari peluang aku jalanin apa saja, restoran juga pernah. Intinya ingin buka lapangan pekerjaan dengan kondisi ekonomi pada waktu itu yang masih bagus di tahun 2010, karena aku pernah sekolah di luar, aku sih melihatnya di Indonesia masih banyak yang bisa dikembangin.
Jadi yang aku lihat waktu itu, tenaga kerja ada banyak, mereka punya kemampuan cuma perlu di arahkan. Aku sih maunya memajukan, aku punya impian bisa punya satu bisnis yang bisa bantu banyak orang dan punya andil dalam ekonomi Indonesia.
Anak dan Bisnis di Dunia Kesehatan
Bagaimana akhirnya bisa melebarkan sayap bisnis ke dunia kesehatan?
Soal dunia kesehatan, kamu tahu kangen water nggak? Awalnya aku tahu itu dari temanku. Dari segi produk, keluarga ku itu penyakitan, kayak maag. Kita memang masih bekerja, tapi itu disturbing gitu. Sebenarnya itu sudah lama, cuma kita baru tahu, ternyata bener diabetes ibuku turun, soalnya mamiku itu orangnya bandel banget, sudah tahu diabetes tapi masih makan durian, jadi dari 200-an jadi 135. Magh aku hilang, pegal-pegal juga, anakku nggak pernah sakit. dari situ aku lihat, produknya bagus.
Tapi di tengah aku sedang minum itu, aku sadar kalau di sekeliling aku itu nggak banyak yang tahu. Lalu aku mulai kasih tahu banyak orang amazing-nya banyak yang sembuh, bikin aku tambah semangat. Jadi sekarang aku jadi distributor aktif menjual mesin untuk produksi air tersebut.
Bagaimana dengan penjualannya?
Kayak kacang goreng, basicliy kalau dari segi income ini perusahaan Jepang yang legal bayar pajak full nggak main-main. Jadi setiap ada penjualan mesin, pajaknya langsung dibayarkan ke negara. Jadi income yang dikasih ke kita itu udah bersih, after pajak. Kita kalau mengurus SPT aja, mereka kasih bukti setor pajak, jadi kita nggak perlu bayar lagi.
Omzetnya sendiri bagaimana?
Aku beli mesin ini untuk pakai sendiri dengan harga Rp 48,5 juta, sekarang aku sudah bisa mendapatkan uang lebih besar dari itu, jadi kebayang nggak dalam waktu 6 bulan kalau dikumpulin aku sudah dapat 250-an juta. Basically untuk sebagian orang itu jumlah yang kecil, tapi beberapa kalangan itu jumlah yang besar dalam waktu sebentar. Aku pun ngejalanani ini untuk sampingan dan income yang sebesar itu.
Bagaimana rasanya menjalani bisnis ini yang sekaligus memberi tahu banyak orang tentang manfaat air yang bisa membantu mengobati berbagai penyakit?
Dengan bekerja seperti ini sebenarnya aku sudah menabur kebaikan, degan memberi tahu mereka yang nggak tahu. Dari segi produk aku bisa membantu banyak orang dari segi kesehatan. Dari segi bisnis, orang yang nggak punya peluang, yang juga nggak punya modal untuk bisnis, nah di sini tuh cukup beli mesin yang seharga Rp 48,5 juta.
Orang Indonesia kan kreatif, mereka juga bisa jualin airnya lagi, tapi aku sih nggak rekomen. Nah yang pH rendah untuk luka itu laku banget karena satu botol itu mereka bisa jual Rp 50 ribu. Kebayang nggak sih mereka cuma modal air dan botol dan mereka bisa membantu banyak orang menyembuhkan luka sepeti jerawat. Tapi kalau aku sih nggak aku jualin, karena aku punya mesin ini aku botolin dan aku bagi-bagikan. Aku sih cuma jual mesinnya.
Bagaimana bagi waktu dengan keluarga dan mengurus anak?
kalau pagi aku pasti ketemu mereka, mereka dengan aktivitasnya siang aku pergi, aku pulang malam mereka udah tidur. kalau waktu libur sudah pasti sama mereka. Karena kan istilahnya kalau punya bisnis sendiri kita yang atur waktu sendiri, jadi nggak ada masalah. Lebih bermasalah orang yang kerja kayaknya. Pagi sudah harus jalan, nggak bisa main dengan anak-anak karena macet kan. terus mereka pulang sudah sore, sampai rumah malam dan nggak ketemu sama anak-anaknya. Kebutuhan anak tetap diperhatikan.
Motivasi terbesar Feronica?
Anak-anak. Melihat mereka lucu-lucu bikin nggak bisa down. Aku fight buat mereka, aku nggak mau tergantung sama siapa-siapa buat masa depan anak-anak. Aku single mom, jadi aku berjuang banget untuk memenuhi kebutuhan aku sendiri, dua anak, mba yang membantu, terlihat lah kebutuhan aku dari dua anak kalau dihitung. Belum buat aku, cicilan biasa, jadi aku harus cover itu sendiri. Dengan kondisi perekonomian seperti ini, aku juga memasarkan pakaian secara online dan di sebuah toko besar. Dari situ sebenarnya lumayan, aku punya karyawan juga, bayar pajak, walaupun butik punya sendiri tapi tetap ada itung-itungannya.
Tips agar bisa survive?
Banyak berdoa, berserah, kalau mau ambil langkah tanya Tuhan dulu, apakah itu benar atau salah.
Hal yang belum tercapai?
Banyak, perjalanan aku istilahnya ini kanal bisnis baru di dunia baru which is positif banget dan bantu banyak orang. Aku berharap bisa lebih dari ini karena akan ada banyak yang bisa dikerjain. Baru 6 bulan aja binis ini aku sudah punya market di Makassar, Jogja, Surabaya, itu aja sudah terlihat leukemia bisa sembuh, bikin aku makin ngotot kerjanya. Kepuasan di bidang ini itu beda.