Fimela.com, Jakarta Duduk rapi dengan pakaian formal ala kantoran, Alexandra Asmasoebrata tampak sangat bersemangat menceritakan masa kecilnya saat pertama kali diperkenalkan dengan gokart oleh sang Papa. Ya, pembalap gokart dan juga Formula yang telah berkali-kali mengikuti kejuaraan nasional, Asia, dan juga dunia ini nampaknya memang sudah jatuh cinta dengan gokart dan Formula sejak kecil.
BACA JUGA
Advertisement
Kepada Bintang.com, dia bercerita sudah mengenal dunia balapan sejak lulus SD. Darah sang Papa, Alex Asmasoebrata, yang merupakan mantan pembalap mobil nampaknya mengalir dalam tubuh Andra, begitu anak ketiganya ini disapa.
Namun, siapa sangka, kalau Andra sebenarnya nggak langsung suka dengan dunia balap. "Awalnya nggak mau, tapi dipaksa Papa untuk coba. Bukan untuk menjadi pembalap sebenarnya. Cuma didorong untuk mencoba gokart," kata Andra kepada Karla Farhana dari Bintang.com.
Namun, meskipun pada awalnya sungkan untuk mencoba, tapi perempuan yang baru saja berulang tahun pada 23 Mei ini ternyata menikmatinya. Berada di dalam gokart, berlatih mengendarainya, hingga akhirnya ikut kejuaraan yang pertama. Karier Andra sebagai pembalap perempuan di Indonesia melejit, sampai memenangkan beberapa kejuaraan. Bukan cuma kejuaraan tingkat nasional, tapi juga Asia dan dunia.
Padahal, sebagai atlet muda, dia sempat beberapa kali mengalami kecelakaan. Bahkan pernah sekali cedera parah hingga kakinya terluka. Namun, semua pengalaman yang dia dapat selama ini tak menjadikannya kapok apa lagi mundur sebagai pembalap.
Apa lagi trauma. Perempuan berambut hitam lurus ini mengaku tak pernah mengalami trauma di lintasan balap. Justru, pada saat menyetir mobil di jalan rayalah yang membuatnya trauma. "Aku trauma karena banyak motor dan pengendara lain yang nggak ikutin aturan. Kadang aku juga takut kalau disetirin orang lain. Nah, di circuit, mau jatuh, mobil terbalik pun nggak merasa trauma atau takut," ungkapnya dengan sangat bersemangat.
Kepada Bintang.com, Andra menceritakan kisahnya, bagaimana akhirnya dia enjoy berada di circuit, dan berhasil menaklukkan rasa khawatir dan takutnya pada saat pertama kali dibujuk oleh sang Papa untuk mencoba gokart. Selain itu, dia juga mengatakan dulu, waktu kecil, dia tak pernah bercita-cita menjadi pembalap. Lalu, apa, cita-cita Andra dulu? Berikut wawancara selengkapnya.
Advertisement
Taklukkan Rasa Takut Mencoba Gokart
Kapan mulai berlatih untuk menjadi pembalap?
Jadi awalnya itu aku mulai terjun di dunia otomotif, mulai dari gokart. Itu tahun 2001. Jadi sudah 16 tahun yang lalu. Jadi aku mulai dari gokart, karena aku waktu itu masih berumur (sekitar) 11-12 tahun, dan aku baru lulus SD, SMP kelas 1. Jadi waktu itu aku disuruh cobain gokart sama Papa. Soalnya Papa dulu juga seorang pembalap. Jadi mungkin (Papa) ingin ada yang meneruskan.
Setelah disuruh mencoba, apakah langsung mau?
Nah, jadi aku punya abang. Dua-duanya, aku sama abang disuruh mencoba gokart. Kebetulan banget, dua-duanya nggak ada yang suka. Tapi tetap disuruh, dipaksa. Ya, namanya juga anak kecil, jadi dipaksa juga ya udah kita lakuin. Entah kenapa, Papa aku akhirnya meneruskan aku. Jadi aku tetap terus dipaksa.
Kenapa nggak suka dengan gokart?
Ya, nggak tahu. Padahal, dari kecil, dari umur 5 atau 6 tahun, aku dan abangku sudah sering nonton Papa balapan. Sering ke Sentul juga. Terus, tahun 1999, dulu ada F1. Nah, kami nonton bareng-bareng. Bahkan hampir setiap long weekend, tontonan kita ya balap. Kadang nonton di TV, kadang nonton secara langsung. Jadi sebenarnya, bukan suatu hal yang tabu untuk menonton balap. Aku senang, tapi nggak pernah terpikir kalau aku mau menjadi pembalap. Misalnya, aku ingin kayak Papa, gitu. (Itu) nggak pernah.
Kenapa sampai bisa menjadi pembalap pada akhirnya?
Jadi, sampai suatu hari, Papa aku memaksa aku untuk ikut balap. Saat itu, aku menolak. Penuh penolakan dan juga drama. Ya, namanya juga anak kecil. Waktu itu aku bilang, pokoknya aku nggak mau ikutan balap. Terus aku akhirnya ngambek, lah, pokoknya.
Tapi, walaupun aku nggak mau, Papa aku tetap suruh aku untuk ikut balap. Akhirnya waktu itu Papa, pinjam gokart milik sepupu jauh. Gokart itu dibawa ke depan rumah, dan akhirnya aku main di depan rumah. Nah, saat itu akhirnya aku coba. Sepertinya, saat itu Papa melihat aku punya darah yang sama dengan dia. Akhirnya, dengan penuh drama, aku dibelikan gokart bekas, dibelikan baju balap lokal, dan akhirnya berhasil membawa aku ke Sentul untuk berlatih. Aku waktu itu pada akhirnya mau, karena ada sepupuku yang cewek juga, ikut berlatih sama-sama aku.
Mau karena dipaksa atau karena akhirnya suka?
Sebenarnya, aku mau (pada akhirnya), karena ada sepupu aku itu. Jadi, ternyata aku nggak mau latihan dan ikutan di Sentul karena takut. Aku itu cewek sendirian di sana. Soalnya, kan kebanyakan cowok yang balapan. Aku takut. Cewek sendirian, nggak bisa nyetir, bodoh, aku takut, gitu, lho! Jadi sebenarnya aku menolak pada waktu itu bukan karena aku takut mencoba gokart dan balapan, tapi karena malu.
Kapan pertama kali ikut kejuaraan?
Akhirnya aku latihan terus, bahkan sampai hari sekolah aku juga tetap latihan. Jadi pulang sekolah aku langsung latihan. Pada saat itu, yang mengajari aku Papa sendiri. Nah, setelah banyak latihan setiap hari, nggak kerasa akhirnya langsung ikut kejuaraan daerah. Nah, setelah itu, langsung ikut kejuaraan nasional. Nggak berasa, sampai akhirnya udah 2017! Jadi nggak ada moment, di mana aku memutuskan untuk menjadi atlet. Semua itu mengalir begitu saja. Bahkan aku nggak pernah bercita-cita menjadi pembalap.
Cita-cita Masa Kecil
Waktu kecil punya cita-cita selain menjadi pembalap nggak?
Nggak. Jadi, kalau anak-anak biasa mungkin punya cita-cita dan rencana. Kalau mau jadi dokter, mereka pasti akan memilih jadi anak IPA. Sementara aku nggak pernah berpikir untuk jadi apa nanti. Soalnya, sejak SMP aku sudah ikut kejuaraan. Jenjang aku terus naik, naik, naik, sampai akhirnya aku sudah SMA dan naik Formula.
Kapan akhirnya bisa ‘pegang’ Formula?
Jadi, aku naik gokart itu dari 2001-2010, itu dari kejuaraan daerah, nasional, Asia, terus kejuaraan dunia dua kali. Tapi, di sela-sela perjalanan ini, tahun 2005 aku sebenarnya sudah naik Formula juga. Jadi sebenarnya tahun 2005-2010, aku ikut dua, formula juga, gokart juga.
Bagaimana prosesnya hingga bisa membawa Formula?
Papa selalu mengajarkan, kamu nggak bisa langsung loncat ke jenjang yang tinggi atau kejuaraan yang lebih bergengsi. Jadi, Papa mengajarkan dan menggiring aku untuk naik tingkat secara bertahap. Ikut kejuaraan ini menang. Ditingkatin lagi. Dari CC 60 jadi 125 junior, terus 125 senior, terus naik, naik, naik. Jadi Papa mau aku ini naik kelas kalau sudah menang di kelas tersebut. Jangan sampai aku belum menang, terus mau naik kelas. Karena nggak akan menang di jenjang yang lebih tinggi. Jadi aku dididik seperti bayi. Terus bertahap. Begitu juga saat mulai membawa Formula . Aku coba dari yang CC terkecil dan terus bertahap.
Apa latihan rutin yang kamuu lakukan sebagai pembalap?
Ada banyak latihan. Fisik dan juga mental. Kalau mental ya itu, pada saat mengikuti kejuaraan. Sebenarnya latihan semua atlet itu sama saja. Jadi selain teknik, kamu juga harus menyesuaikan diri dengan lintasan. Latihan di sirkuit dengan cuaca panas berbeda saat cuaca dingin. Cuaca dingin dengan cuaca yang agak buruk, hujan misalnya, itu juga beda. Hujan deras, dengan hujan ringan, itu juga beda. Nah, hujan reda, tapi lintasan masih basah, itu juga beda lagi.
Tapi yang paling penting, latihan kedisiplinan. Jadi aku belajar banyak dari balapan. Datang latihan nggak boleh telat, karena begini, misalnya start race jam 07.05, tapi kita belum melewati garis jam 07.05 lewat 1 detik, itu kita bisa nggak jadi balap. Jadi aku menjadi sangat disiplin dengan waktu. Dan ini juga kebawa di kehidupan sehari-hari. Aku jadi orang yang paling panik kalau janjian, terus telat.
Pernah cedera nggak?
Ada. Kecelakaan itu sering banget. Tabrakan, lah. Terbalik, lah. Tapi, kalau luka itu cuma sekali, tahun 2009. Jadi waktu itu sedang di Surabaya, bawa gokart. Gokartnya nggak terlalu hancur, tapi kaki aku bolong. Tapi aku santai saja, nggak terlalu ngeh juga. Cuma merasa kaki aku dingin dan seperti ada keringat mengalir. Tapi pas aku lihat, gulung celana, itu udah darah semua. Terus malam itu juga dijahit, besoknya tetap balap. Lumayan juara dua. Tapi nggak pernah kapok dan takut.
Pernah trauma nggak setelah banyak kecelakaan dan cedera parah?
Kalau soal itu nggak, sih. Tapi, justru aku traumanya di jalan raya biasa. Jadi, kalau di arena balap itu, kan kamu punya peraturan yang sangat ketat. Semuanya di atur. Sementara, kalau di jalan raya, banyak banget pengendara motor dan mobil yang melanggar aturan. Apa lagi nggak pakai pengaman. Jadi, justru traumanya di jalan raya, bukan di arena balap.