Fimela.com, Jakarta Kehadiran orang tua bagi anak-anak itu ibarat listrik bagi kehidupan. Mereka memudahkan. Sejak di dalam kandungan saat kita belum bisa makan, kita menumpang makan dari nutrisi yang masuk ke tubuh ibu. Saat kita belum bisa berjalan, ayah siap sedia menggendong atau memapah langkah kita ke arah yang kita mau.
BACA JUGA
Advertisement
Sampai kapanpun, orang tua akan selalu butuh kehadiran anaknya. Karenanya ketika mereka tiada, anak-anak akan memiliki sebuah ruang hampa dalam dirinya. Ruang yang biasanya diisi oleh perhatian dan wujud-wujud kasih sayang yang ditunjukkan oleh ayah dan ibu untuk kita, anak-anaknya.
Bagi seorang anak perempuan, ketiadaan sosok ayah dalam hari-harinya akan sedikit lebih menyakitkan. Saat ayah pergi untuk selamanya, ia bukan hanya kehilangan seorang kepala keluarga, tapi juga cinta pertama. Bukan kah setiap ayah adalah cinta pertama bagi anak-anak perempuannya?
Saat ia belum tahu rasanya disayang dan dimanja pacar, ayah lah yang mengenalkan perasaan itu padanya. Bedanya, ayah tak pernah mengenalkan bagaimana rasanya patah hati, sampai akhirnya ia benar-benar pergi dunia ini.
Kepergian ayah rasanya berlipat-lipat ganda lebih menyesakkan dada dibanding tiba-tiba diputusin pacar waktu lagi sayang-sayangnya. Perihnya bukan hanya terasa sehari, seminggu, atau sebulan, sampai setahun dan bertahun-tahun berikutnya pun sakit itu masih akan terasa. Akan selalu ada momen yang membuat seorang anak perempuan berpikir 'seharusnya ayah ada.." dan ia pun menjatuhkan air mata.
Momen Berat yang Hanya Dimengerti Oleh Anak Perempuan yang Telah Ditinggal Ayahnya
1. Ada masanya ia teringat, dulu ia sering merengek agar ayah selalu menuruti apa yang dimau, sekarang setelah ia mampu memenuhinya sendiri, ia tak lagi memiliki kesempatan untuk membahagiakan beliau dengan menuruti semua keinginannya.
2. Saat ia patah hati karena putus sama pacar, ia harus menahan pedihnya sendiri. Dulu selagi ada ayah, patah hati terasa lebih mudah dilalui karena sebagian sakitnya akan terobati dengan cinta darinya yang tak pernah putus.
3. Saat ia merasa terlalu lemah untuk menghadapi kegilaan dunia ini sendirian, tak ada lagi sosok ayah yang siap pasang badan untuk melindungi.
4. Saat membayangkan tentang bahagianya pernikahan, ia harus menerimanya sepaket dengan kesedihan bahwa tangan ayah takkan bisa dicium untuk meminta restu.
5. Saat memikirkan masa-masa di mana anak-anaknya telah lahir kelak, mereka hanya bisa mendengar cerita tentang kehebatan sang kakek tanpa pernah bisa merasakan dimanja di pangkuannya.
Begitulah, sebagian momen-momen menyedihkan yang hanya akan bisa dipahami betapa beratnya, oleh seorang anak perempuan yang telah ditinggal ayah untuk selamanya.