Fimela.com, Jakarta Bait puisi Cahaya Bulan selalu mengiringi kepalaku saat mengingatmu. Ya, kita memang begitu berbeda dalam semua kecuali dalam cinta. Kamu dengan ideologimu dan aku dengan cara berpikirku.
BACA JUGA
Advertisement
Seperti kata orang, cinta saja tak cukup untuk menghidupi. Namun, apakah benar cinta juga tak cukup hanya sekadar untuk membahagiakan? Aku ingin bahagia bersamamu, tak bisa kah?
Aku ingin menua bersamamu, tak bisa kah keluarga kita memberi restu? Bukan, ini bukan perkara beda agama, namun cara berpikir dan perbedaan budaya yang menjadi jurang antara kita.
Tak bisa dipungkiri bahwa banyak juga yang bilang bahwa asal cinta, semuanya bisa dilalui dengan mudahnya. Tak bisakah kita menjadi seperti pasangan yang seperti itu? Aku dengan diriku, kamu dengan dirimu dan kita pada akhirnya tetap bersama.
Budaya dan keluarga kita memang berbeda, kita pun tumbuh di dua negara yang berbeda. Ketika aku mengatakan bahwa yang paling penting adalah berakhir bersama dirimu, yang kamu pikirkan tentu bukan aku dan cinta yang jadi nomor satu.
Pekerjaan kita pun berbeda. Ketika aku ingin menghabiskan waktu luangkuĀ untuk mengetahui lebih banyak tentangmu, kamu menghabiskan waktu luang untuk belajar lebih banyak dengan pekerjaan yang tengah kamu geluti.
Sepertinya bukan hanya perbedaan diri yang menjadi penghalang. Perbedaan waktu di antara negara kita pun membuat komunikasi aku dan kamu tak terlalu berjalan lancar. Ketika aku melihat matahari terbit, yang kamu pandangi adalah bulan yang bersinar dengan indahnya.
Ya, kita memang berbeda dalam semua kecuali dalam cinta. Sama seperti bait puisi lain yang ditulis oleh SoeĀ HokĀ Gie, "ketika kudekap, kau dekaplah lebih mesra. Lebih dekat". Karena meski berbeda, yang aku butuhkan darimu hanya cinta.
Ā