Fimela.com, Jakarta Dulu, gagasan solo travel sendiri mungkin masih begitu asing. Namun sekarang, jenis penjelajahan yang satu ini malah kerap digandrungi, termasuk oleh para traveler cewek. Ya, percaya-tak-percaya, di luar sana terdapat (banyak) kaum hawa yang tengah tidur di antara hamparan bintang hanya beralaskan sleeping bag atau melangkah di sempit labirin jalan Dubrovnik.
BACA JUGA
Advertisement
Tertarik dengan gagasan macam demikian? Coba bayangkan, kamu bisa menjelajah kota anonim dan berkenalan dengan ragam budaya yang kaya, juga uniknya mungkin tak dipernah dibayangkan, bahkan dalam angan paling liar sekalipun. Hanya kamu sendiri, menjejak di tanah-tanah yang dulu hanya bisa didongengkan orang lain.
Sedikit berbeda dengan saat traveling bersama keluarga, teman maupun kekasih, sudah semestinya kamu punya agenda tersendiri jika ingin solo travel. Dengan kehati-hatian yang tentu tak boleh memudar, ragam pengalaman bisa dibawa pulang untuk nantinya jadi bekal kepribadian. Tak hanya bagi yang baru pertama solo travel, kegiatan macam ini mungkin juga luput dari radarmu saat kemarin bepergian sendiri.
Menginap di hostel. Tak ada waktu lebih baik untuk mengenal orang asing dalam jumlah lebih banyak dari ketika kamu tengah solo travel. Tak membawa serta teman perjalanan, setidaknya bisa sedikit memaksamu untuk berinteraksi dengan sekitar.
Cara terbaik dan paling mudah melakukannya? Tidurlah di hostel! Dengan konsep berbagi yang sedemikian rupa, percakapan jadi lebih mudah terjalin di sini. Mungkin nantinya kamu malah bisa menghabiskan satu-dua hari bersama atau sekedar berbagi pengalaman perjalanan. Seru, bukan?
Advertisement
Seni Mendengarkan
Jelajah kota dengan berjalan kaki. Memang sih agenda ini juga masuk dalam daftar saat kamu tengah punya teman perjalanan. Namun demikian, coba rasakan sendiri sensasi berjalan, terutama saat traveling ke luar negeri, dengan deretan bangunan asing di kanan-kiri.
Sen-di-ri. Ya, hanya kamu yang berkawan diri sendiri, lalu menjejak di tanah-tanah anonim. Dengan begini, sangat mungkin menjamah sejumlah sudut yang bahkan luput dari penglihatan para penulis buku panduan. Mendengar pembicaraan antara penduduk lokal atau bahkan semata mencium aroma masakan dari dapur-dapur yang dilewati.
Belajar seni mendengarkan. Semestinya ini jadi salah satu alasan kuat untuk solo travel. Coba luangkan waktu, barang 1-2 jam untuk duduk di tempat umum, kafe yang punya meja-meja di ruang terbuka misalnya, atau taman mungkin. Tak melakukan apa-apa.
Setidaknya bisa minum kopi dan memerhatikan apa-apa yang terlihat. Jangan sampai menjauhkan pandangan terlalu lama. Salah-salah orang lain malah curiga kamu akan bertindak jahat. Gunanya? Kamu belajar mendengarkan, apapun. Ini bisa menyadarkan diri kalau hidup tak hanya soal siapa yang pandai bicara, namun juga mendengar.
Bercampur dengan Budaya Lokal
Jalin komunikasi dengan penduduk lokal. Satu lagi keunggulan dari tak membawa teman perjalanan adalah kamu bebas menjalin komunikasi dengan orang lain, tak terkecuali penduduk lokal. Bukankah begitu penting mengetahui berbagai kebiasaan langsung dari sang 'empunya rumah'?
Setelah meluangkan waktu beberapa malam di hostel, tak ada salahnya berpindah untuk menetap di homestay. Dengan begini, kamu bisa mengetahui segala budaya yang mungkin tak pernah dimuat buku perjalanan manapun. Kalaupun tak di homestay, lebih asyik lagi kalau punya teman yang merupakan warga lokal di suatu tempat.
Habiskan waktu di alam. Tanpa interupsi, karena kamu tak membawa serta teman perjalanan, menjalin dialog dengan alam tentu sangat mungkin dilakukan. Menyisih sejenak dari ragam dinamika yang mengalir deras di kota tak terdengar seperti ide buruk, bukan?
Lanskapnya bisa kamu pilih sesuai kesenangan. Seberapa lama tinggalnya pun bisa sangat fleksibel. Ide ini juga bisa dilakukan sembari road trip bila memang ingin. Terbuai tenang alam dan sejenak mengganti bingkai penglihatan, mengapa pula tak mencobanya saat solo travel?