Fimela.com, Jakarta Sahabat, terkadang aku merindukan kita yang sering bercanda tawa hingga tak terasa tengah malam sudah tiba. Tak jarang, aku akhirnya bermalam di rumahmu karena malam sudah terlalu larut.
Persahabatan kita memang bisa dibilang unik. Ketika musuhku menjadi musuhmu, ketika tangismu menjadi dukaku. Ya, kita memang pernah melawan dunia bersama. Menghadapi tajamnya cibiran kakak kelas di masa putih abu-abu.
Advertisement
Namun, kemana dirimu kini? Aku tak menyalahkan dia yang sudah menambat hatimu. Tapi aku harus bersikap seperti apa? Toh memang kita berhenti tertawa usai kamu memutuskan untuk pergi ke pelukannya.
Atau, apakah benar bahwa setiap hubungan memang miliki akhir? Ketika bahagiamu dan bahagiaku tak lagi sejalan, apakah memang di persimpangan itu kita harus saling mengucap salam kata perpisahan?
BACA JUGA
Aku masih mengingat saat kamu mengetuk pintu kamarku, menangis sesugukan karena cowokmu yang tak lagi bisa dipercaya. Aku ingin menjadi sahabat yang selalu ada dan memberi dukungan sepenuhnya. Namun usai itu kamu kembali lagi bersamanya.
Tak apa memang, karena toh aku bahagia ketika kamu juga bahagia. Namun tak bisa kah kamu berbagi rasa itu ketika tengah bersuka cita? Aku tak ingin ada hanya dalam keadaan lara. Karena sedari dulu kita selalu bersama dalam suka dan duka.
Maaf, mungkin aku terlalu menuntut hadirmu. Namun kusadari bahwa sebagian bahagiaku adalah datangnya kamu. Entah hanya untuk sekadar mengaktualisaasi diri dengan gosip hot artis terkini atau membicarakan cewek yang dulu merebut mantan pacarku itu.
Meski saat ini kamu pergi, tapi ketahuilah bahwa aku masih menjadi sahabatmu. Jika bersedih lagi, silahkan datang kemari dan menumpahkan segala rasa sedih di hati. Sembari menangis juga tak apa, toh aku tahu kamu akan kembali bahagia dengan es krim rasa matcha. Aku hanya rindu kamu, sahabat.