Fimela.com, Jakarta Seperti kebanyakan perihal di hidup, solo travel juga tak lepas dari 'hukum' enak dan tidak. Jadi selain berisikan sejumlah manfaat, jenis perjalanan yang satu ini pun berhiaskan deretan lara, di mana tak banyak diungkapkan secara gamblang. Bukan untuk membuat urung, namun lebih ke arah pertimbangan.
BACA JUGA
Advertisement
Bila kamu adalah satu dari sekian pelancong yang hendak solo travel, sederet poin ini sekiranya penting untuk dipikir masak-masak. Tak lantas takut, dengan mengetahuinya, kamu justru bisa lebih siap dan merencanakan berbagai tindakan antisipasi dari sejumlah nelangsa solo travel, walau nanti tetap harus berimprovisasi.
Terdengar sedikit menyeramkan, namun kamu jangan lupa bila sejatinya traveling tersusun atas sejumlah suka dan sederet duka. Hanya saja, seberapa banyak keduanya memang bergantung pada jenis perjalanan yang dilakoni, serta penentuan destinasi dalam periode tertentu. Jadi mari kita menilik satu per satu poin yang sekiranya jadi cacat solo travel!
Meningkatkan risiko jadi korban kejahatan. Sudah berapa banyak pelancong cewek yang tengah pelesiran sendiri dan jadi korban penculikan di Filipina? Berapa kali sudah kamu mendengar turis cewek yang hilang di Thailand? Memang bisa menimpa meski tengah traveling bersama orang lain, namun dengan pergi sendiri? Risikonya bisa meningkat tajam.
Menghindarinya, kamu mesti melakukan riset soal daerah mana saja yang rawan, juga di mana semestinya bermalam. Patuhi sejumlah 'jangan' bila kamu temukan secara berulang, serta bawa pelindung diri sederhana, alat kejut (pastikan sipil boleh membawa ke mana-mana di daerah itu) misalnya.
Advertisement
Rengkuhan Memori Hanya untuk Diri Sendiri
Harus lebih waspada. Masih berkesinambungan dengan poin pertama, agar kamu terhindar dari berbagai macam kejahatan, di mana beberapanya mungkin sudah sangat familiar, kewaspadaan jadi bekal utama. Lengah bisa saja terjadi, namun tidak di saat-saat genting.
Ketika solo travel, seakan matamu mesti ada di sisi kanan-kiri dan belakang. Mengawasi apa yang ada di sekitar dan mengantisipasi berbagai kemungkinan tak menyenangkan. Namun demikian, bukan juga harus selalu berprasangka macam-macam. Kencang dan kendurkan insting dengan tepat jadi kuncinya.
Semua memori terekam hanya untuk diri sendiri. Terdengar menyenangkan memang, namun berbagi memori manis tentu meninggalkan kesan tersendiri bila dibagi selama melakoni perjalanan. Namun jika solo travel? Kisah dari perjalanan agungmu hanya bisa dibagikan dalam sebuah telepon (yang kadang singkat) atau dalam lembar-lembar jurnal.
Mungkin membekas, tapi sensasi persisnya tentu tak akan sama dengan saat mengalami bersama. Namun demikian, sensasi demikian biasanya hanya terjadi di saat kamu (sebenarnya) ingin punya travelmate. Selebihnya? Solo travel akan sangat menyenangkan. Berani coba?