Fimela.com, Jakarta Pertama kali bertemu dan saling memperkenalkan nama, kamu tersenyum malu. Sejak itu, senyummu tak pernah redup sekalipun, hingga akhirnya kita saling menatap dan tak kuasa menentukan; menyatakan perasaan dengan jujur atau melanjutkan persahabatan.
BACA JUGA
Advertisement
Meski malu dan takut, akhirnya kami menyatakan suka bersamaan. Hari-hari kemudian jadi berbeda dengan hari sebelumnya. Kamu selalu ada di depan gerbang kampus setiap kali kelas usai. Ucapan selamat pagi dan malam tak pernah absen satu hari pun. Setiap hari selalu bertemu dan bertukar cerita.
Sebulan berjalan. Dua, tiga, empat bulan berlalu. Waktu terus bergulir hingga hubungan kita telah berusia 3 tahun lamanya. Ada banyak yang berubah. Kalau dipikir-pikir, perubahan kecil ini tak begitu terasa.
Ponselku tak lagi berdering sering. Bahkan beberapa hari berlalu tanpa suaramu yang menelepon untuk mengajak makan malam, atau hanya sekadar melepas rindu. Aku pun akhirnya terbiasa tanpa suaramu lagi di telepon. Aku biasa tak menerima ucapan selamat pagi dan malam. Tak mengapa. Aku paham.
Karena aku tahu, kamu dan aku saling menyayangi meski raga terpisah oleh samudra. Meskipun kamu berada di kaki gunung Fuji dan aku di Jakarta yang panas, kita masih mencintai dalam hati. Bersama-sama menghitung hari untuk bekerja dan meniti karier masing-masing. Suatu hari, kita akan kembali lagi bertatap muka. Nanti, setelah Ibu dan Bapak kita saling berhadapan, saling menerima satu sama lain sebagai keluarga utuh yang baru.