Fimela.com, Jakarta Hak dan kewajiban setiap orang pasti ada segudang, dengan jumlahnya yang mengikuti sebagai banyak kamu berperan di dunia ini sepanjang jantung masih berdetak. Membicarakan hak dan kewajiban seorang presiden terlalu jauh. Dan saya tidak akan berani melakukan itu. Karena saya hanya menjalani 3 peran utama dalam hidup; saudara, teman, dan anak.
BACA JUGA
Advertisement
Kalau membicarakan peran anak pasti tak bisa lepas dari peran orangtua. Masing-masing peran memiliki kewajiban dan hak. Orangtua punya kewajiban. Anak juga punya kewajiban. Anak di sini, bukan cuma anak-anak, tapi juga orang dewasa hingga lanjut usia. Mereka semua punya peran sebagai anak di dunia.
Saya tidak akan berbicara panjang lebar soal apa kewajiban orangtua. Karena saya jamin, semua orang, bahkan yang belum berkeluarga pun tahu soal hal ini.
Tapi anak kadang lupa dengan kewajibannya. Tak perlu membicarakan orang lain. Saya adalah manusia yang penuh dengan lupa. Saya lupa kalau Mama sudah tidak muda lagi, meskipun tenaganya seperti baterai terkenal berjargon "Tak Ada Matinya."
Mama saya pulang bekerja setiap hari dan masih sanggup mencuci bathtub, padahal anak-anaknya yang sudah besar, yang akan menggunakannya usai makan malam. Setelah membersihkan diri, dia juga masih sempat memasak untuk makan malam.
Tentu saja di sini terlihat lalai dengan segala kewajiban. Usai pulang kantor, bathtub sudah siap pakai. Keluar dari kamar mandi, langsung dipanggil untuk makan malam. Pakaian yang tadi siang dijemur juga sudah diangkat dan dilipat dengan rapi. Meskipun saya kadang ada uang lebih dari gaji seadanya, saya lupa untuk memberikan Mama sedikit uang. Dengan anggapan, uang listrik dan bahan pokok sudah saya penuhi.
Advertisement
Orangtua Merampas Hak Anak
Ini gambaran di mana kamu akan berkata betapa brengseknya saya sebagai anak. Dan betapa kasihannya Mama yang telah bekerja keras tapi kerap dilupakan jasanya oleh anak pertama yang juga belum kaya-kaya setelah beberapa tahun berkarir. Tapi pernahkah orang mempertanyakan hak anak.
Orangtua punya hak untuk dihormati, disayang, dan dicintai. Tapi orang sering lupa kalau anak juga punya hak yang sama. Ini menarik untuk diperhatikan karena saya adalah seorang anak, yang berteman dengan para anak dari banyak orangtua dengan latar belakang pendidikan, harta kekayaan, dan darah yang berbeda.
Anak, sejak mereka bisa berbicara, memiliki hak untuk berdiskusi. Mereka berhak untuk menentukan pilihan mereka. Orangtua, tentunya berhak untuk melarang kalau apa yang jadi pilihan sang anak membahayakan nyawa dan kesehatannya. Seperti obat terlarang. Tapi sayang, kebanyakan orangtua hanya melarang.
Anak menjadi tidak mengerti kenapa ini dan itu tidak boleh. Pada akhirnya, mereka terdorong oleh rasa ingin tahu mereka yang tinggi untuk mencoba berbagai hal, termasuk seks. Tak punya bekal yang cukup kuat, anak-anak mereka akhirnya terjerumus. Sudah, ibu-ibu dan bapak-bapak. Yang sudah terjadi tak perlu ditangisi.
Tapi ada hal yang penting untuk digaris bawahi; hak anak, terutama hak mendengarkan, didengarkan, berbicara, berdiskusi, memilih pilihannya sendiri, dan berhak untuk menentukan siapa diri mereka, telah terampas selama berada-abad. Membesarkan anak tak mudah. Tapi hidup sebagai anak, di dalam lingkungan di mana orangtua melakukan perampasan yang kejam justru lebih berat.
Anak menjadi takut untuk mengatakan hal yang benar menurut mereka. Parahnya, anak menjadi takut untuk menjadi diri mereka sendiri.
Editor Feed,
Karla Farhana