Fimela.com, Jakarta Berlari menjauh, ngumpet di tempat yang dirasa aman, mungkin itu adalah beberapa hal yang akan dilakukan oleh orang-orang yang tak sengaja berada di situasi tak mengenakan, seperti berdekatan dengan para teroris yang tengah melancarkan aksinya. Namun ternyata tak semua orang mengambil keputusan untuk berlari melindungi diri, hal yang berbeda dilakukan oleh anak-anak SMA Negeri 6 Bandung.
Ya, meskipun usianya masih belasan tahun namun anak-anak ini secara tegas dan berani mengambil sikap yang patut diacungi jempol. Bukannya berlari, anak-anak ini malah mengejar teroris yang telah meledakan bom panci di Taman Pendawa, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Bandung, Senin, 27 Februari 2017.
Advertisement
BACA JUGA
Tak hanya mengejar pelaku pengeboman, ke sembilan pelajar SMAN 6 Bandung pun diketahui turut membantu mengevakuasi para pegawai Kelurahan Arjuna, tempat pelaku ngumpet setelah diteriaki oleh warga sebagai teroris. Bahkan seorang siswa yang mengejar pelaku, Lupy Muhammadtollah (17 tahun) yang ternyata adalah atlet lempar lembing sempat mengajak pelaku pengeboman untuk berkelahi, meskipun saat itu pelaku tengah mengarahkan pisau kepadanya dan teman-temannya.
Apa yang dilakukan oleh anak anak kelas XI SMA Negeri 6 Bandung ini tentu saja bikin kagum dan bangga, meskipun ada beberapa orang yang bilang kalau apa yang mereka lakukan sangat berbahaya dan nekat. Mungkin memang berbahaya, tapi saat berada di situasi seperti di atas, kita memang dihadapkan pada beberapa pilihan dan rasanya adalah sesuatu yang sangat tepat dan benar apabila kita memilih untuk tidak takut pada teroris atau orang-orang jahat yang akan semakin senang ketika melihat kita menangis, dan akan semakin sangat bahagia ketika aksinya membuat semua orang panik dan takut.
Kisah keberanian anak-anak SMA Negeri 6 Bandung tersebut tentu saja tak kalah menghebohkan dengan kehadiran polisi cantik bernama Ismi Aisyah yang telah membuat netizen kehilangan fokusnya. Ya, saat bom Bandung terjadi, tidak hanya soal isu terorisnya saja, kehadiran Bripda Ismi dan keberanian anak-anak muda Bandung juga menjadi hal yang disoroti oleh masyarakat Indonesia.
Selain anak-anak muda, yakni para pelajar SMA Negeri 6 Bandung yang telah berani mengejar para teroris, ucapan terima kasih juga tak ada salahnya ditujukan kepada Bripda Ismi Aisyah. Karena Bripda Ismi Aisyah-lah masyarakat jadi lupa akan kepanikan mereka soal adanya bom. Terima kasih untuk Lupy dan kawan-kawan, kalian telah memperlihatkan sisi berbeda dari para pelajar Indonesia. Kerennnnn!!!
Advertisement
Menghilangkan Budaya Tawuran
Sebelum peristiwa pengeboman di Bandung, sebelum kisah heroik para pelajar SMA Negeri 6 Bandung, masyarakat Indonesia terlebih dahulu dibuat heboh dengan video tawuran beberapa pelajar SMA di Jakarta. Tawuran yang dilakukan oleh murid SMK Budi Murni 4, SMK Adi Luhur 2, dan SMK Bunda Kandung terjadi di "flyover" Pasar Rebo pada 14 Februari 2017.
Ya, 14 Februari, hari di mana orang-orang mengenalnya sebagai hari Kasih Sayang atau Valentine itu malah dipilih oleh puluhan pelajar tersebut untuk tawuran. Dengan menggunakan senjata tajam mereka berkelahi dan ditonton langsung oleh para warga, bahkan ada warga yang sempat mengambil gambar dalam bentuk foto atau video. Yang paling menyedihkan lagi dari peristiwa tersebut adalah satu orang pelajar tewas kehabisan darah setelah terkena tusukan.
Aksi tawuran memang seakan masih menjadi budaya bagi sebagian para pelajar Indonesia. Katanya dulu ada kakak kelas yang mati dibunuh saat tawuran, sebagai teman atau bahkan adek kelas yang mengaku "setia kawan" tentunya merasa tidak terima dan ingin membalaskan dendam. Agak mengerikan memang, tapi biasanya dendam adalah pemicu utama dari sebuah tawuran yang tidak hanya menyebabkan luka-luka, parahnya juga banyak pelajar yang mati sia-sia.
Peristiwa tawuran tersebut tentu saja berbanding terbalik dengan kisah keberanian para pelajar SMA Negeri 6 Bandung. Ya, kalau merasa lebih pintar atau lebih kuat maka buktikanlah dengan prestasi. Coba pikir lagi kalau mau tawuran, apa sih manfaatnya, apa sih keuntungannya, siapa yang kamu bela?
Ingat, orangtua menyekolahkan kita bukan untuk mati terbaring di pinggir jalan karena kehabisan darah terkena celurit atau pun pisau saat tawuran. Bukan juga menyekolahkan kita untuk menjadi orang yang pandai melempar batu dan memukul lawan saat tawuran. Di setiap doa para orangtua hanya berharap bahwa anak-anak mereka menjadi anak-anak yang baik dan berguna untuk orangtua serta lingkungannya. Impian yang sederhana, bukan?