Fimela.com, Jakarta Sudah seminggu ini saya menjadi 'tong sampah,' mendengar banyak cerita soal pernikahan dan percintaan yang itu-itu saja. Bukannya bosan bertemu teman. Bukannya tak ingin mendengarkan karena toh sebenarnya saya tidak bercerita banyak tentang kehidupan saya kepada mereka.
BACA JUGA
Advertisement
Tapi tema yang itu-itu saja kadang membuat saya bosan. Dia yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Tak mau move on, tapi terus mengeluh. Dia yang justru ditinggalkan, dan menolak untuk tetap lurus berjalan, tanpa menolah ke belakang. Ada dia juga, yang kebelet menikah karena berbagai alasan.
Saya memutuskan untuk berkata pada diri saya sendiri. 'Ya sudah, lah. Toh teman memang seharusnya mendengarkan cerita dan memberi masukan, kalau bisa.' Kisah mencintai dan dicintai sudah biasa. Tapi ada satu cerita yang bikin saya heran. Pernikahan.
Sejak saya SMA hingga sekarang, saya belum pernah melihat gambaran tentang hal ini di benak masa depan saya. Meskipun sudah menginjak usia 24 tahun, menikah buat saya urusan sekian. Yang penting, mimpi saya pelan-pelan diusahakan.
Pemikiran yang sebenarnya bikin saya pusing sendiri ini berawal dari cerita teman lama yang ingin menikah. Tanpa cinta. Tanpa rasa suka. Hanya karena ingin sama-sama berstatus 'istri,' dengan gambaran dunia pernikahan yang sakinnah mawaddah warahmah.
Sementara teman saya, juga teman lama, sering meminta tolong saya untuk memperkenalkannya dengan seorang teman perempuan saya. Saya tanya mau yang seperti apa? "Ah, yang kaya gimana aja. Manis dan proporsional. Sebenarnya yang seperti apa pun tak masalah, yang penting mau diajak nikah."
Seriously?!
Advertisement
Menikah Karena Cinta
Saya jadi bingung mencari teman perempuan saya. Secara, siapa yang mau diajak langsung menikah? Tapi ternyata ada. Sepupu dari teman saya baru saja menikah tadi pagi, bertepatan dengan aksi 112. Pasangan ini menikah tanpa pacaran. Ketemu, langsung membicarakan soal masa depan yang semoga saja gemilang. Lalu menikahlah mereka.
Mempelai perempuan memang katanya kebelet menikah. Dia bilang, tak ingin sendirian jomblo di antara kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga. Juga teman-temannya yang sudah punya kehidupan masing-masing. Dia ingin menikah, karena sudah harus menikah sebelum usia 26 tahun.
Saya yang memang selalu ceplas-ceplos langsung bertanya, "sodara lo cita-citanya nikah kali, ya?" Dan saya hampir tersedak air putih saat membaca jawaban teman saya. "Dia emang ingin menikah dari kecil. Ditanya kenapa, ya memang karena harus."
Menikah di hampir semua agama memang anjuran. Selain alasan biologis, juga ada ikatan hati yang ingin memiliki orang tercinta. Bukan karena sudah tua. Bukan juga karena dipaksa. Mungkin saya yang berbeda dari orang-orang yang saya kenal. Tapi kali ini, alasan untuk menikah karena sudah berumur, buat saya itu terlalu konyol.
Kalau memang sangat-sangat ingin menikah, lakukanlah atas dasar kesiapan diri dan pasangan. Lakukan karena kamu ingin bersama pasangan seumur hidup. Memiliki anak dari dia, bukan orang lain. Karena percayalah, pernikahan yang punya landasan berlapis-lapis saja bisa goyah dan hancur.
Apalagi menikah dengan keterpaksaan umur dan waktu, seolah diburu dan dikejar-kejar malaikat jodoh. Kasus keretakan dan hancurnya pernikahan, ambruknya tiang keluarga sudah banyak. Bahkan saya beberapa kali menyaksikan perceraian, perselingkuhan.
Menikah mungkin memang menjadi hak siapa pun. Tapi jangan mengatasnamakan hak untuk melukai dirimu sendiri di masa depan.
Karla Farhana,
Editor Feed