Fimela.com, Jakarta Di antara sederet film keren Indonesia maupun mancanegara yang muncul belakangan, salah satu dari yang saya tonton dan yang paling berkesan buat saya adalah La La Land. Sebuah film asal Amerika yang bergenre musikal.
BACA JUGA
Advertisement
Sebelum saya sendiri akhirnya nonton, di media sosial saya banyak sekali orang-orang yang membicarakan tentang La La Land. Mereka bilang, film ini sangat bagus.
Tak terlepas dari sifat latahan netizen pada umumnya, saya pun penasaran untuk nonton. Terlebih film ini sempat ramai pula dibicarakan karena berhasil masuk ke dalam 7 nominasi di Golden Globe Awards ke 74, dan membawa pulang piala dari ketujuh kategori tersebut.
Ah, ya, alasan lain saya nonton La La Land adalah karena, ehem, Ryan Gosling.
Dengan modal #lopelopediudara yang dilontarkan orang-orang di media sosial tentang La La Land, saya masuk bioskop dengan semangat. Salah seorang teman yang sudah menonton lebih dulu sempat memberi kisi-kisi, "sinematografinya bagus," katanya. Dan itu bisa segera saya Amini sejak awal, tentunya terlepas dari teori sinematografi yang bagus menurut para pegiat perfilman itu seperti apa.
Soundtrack film La La Land juga enak banget dinikmati telinga. Sebelum nonton filmnya, saya sudah terlebih dahulu mendengar lagu-lagu tersebut, dan bagi saya pribadi itu membuat saya lebih bisa menikmati filmnya. Saya jadi pengin dansa-dansa, pengin main piano. Intinya sih, cukup melibatkan emosi penonton, at least buat saya sendiri.
La La Land bercerita tentang Mia (diperankan oleh Emma Stone), seorang barista di kedai kopi yang giat mengikuti audisi aktris di sela-sela pekerjaannya, dan Sebastian, pianis yang idealis akan kecintaannya pada musik jazz. Keduanya sangat passionate mengejar mimpi mereka masing-masing. Berlatar kota Los Angeles, keduanya dipertemukan dan akhirnya.. jatuh cinta.
Personally saya suka tema yang diambil. Tentang mimpi, harapan, cita-cita, ambisi, whatever you name it. Menariknya, dan mungkin ini yang bikin saya merasa ‘dekat’ dengan kisahnya, adalah bagaimana cerita itu dibingkai dari sudut pandang Mia dan Sebastian sebagai pasangan.
Advertisement
Kenapa La La Land Bikin Patah Hati?
Sepanjang film saya dibuat senyum-senyum sendiri. Alur cerita, akting pemainnya, musiknya, gambarnya, semuanya bikin saya terkagum-kagum. Tapi begitu sampai ending, saya dibuat melongo, patah hati. Entah gimana saya harus deskripsikan patah hati yang saya rasa karena ending film La La Land ini. Patah hati yang saking patah hatinya, nggak ada air mata keluar, nggak bisa berkata-kata, dan ujung-ujungnya malah ketawa-tawa, seakan menertawai sakit yang dirasa.
Saya suka melihat bagaimana Mia dan Sebastian berbagi mimpi, berbagi harapan, berbagi semangat dan berbagi ruang dalam hidupnya untuk saling mendukung satu sama lain mewujudkan itu semua. Well, don’t we all do that with our partner?
Esensi dari perjalanan hidup sebagai pasangan, salah satunya memang seperti itu, tentang saling mendukung di berbagai situasi. Tentang melimpahkan semangat saat salah satunya lelah bermimpi. Tapi melihat bagaimana Mia dan Sebastian kemudian menempuh dua jalan berbeda dan akhirnya hidup sendiri-sendiri setelah mimpinya terwujud itu menyakitkan.
Sebagai orang yang sudah menjalani hubungan percintaan selama tahunan dengan satu orang yang sama, tentunya banyak fase yang telah saya dan pasangan saya lalui, banyak hal yang telah kami perjuangkan bersama hingga kami sampai pada titik ini, menjadi seperti sekarang ini. Tapi kami sadar, perjalanan kami masih panjang, kami masih punya mimpi yang belum terwujud.
Mungkin itulah alasan yang mendasari patah hati saya karena La La Land ini. Mungkin juga karena kisah Mia dan Sebastian itu membuat saya merasa tertampar, atau malah jadi berkaca pada diri sendiri dan melihat banyak ketakutan di sana. Bagaimana jadinya bila setelah melakukan perjuangan yang panjang itu bersama-sama, lalu justru terpisah dan menikmatinya sendiri-sendiri saat mimpi itu jadi nyata?
Well, the future is not ours to see.
Setidaknya Mia dan Sebastian memberi satu pelajaran baru; berjuanglah. Berjuanglah tanpa rasa takut. Berjuanglah bersama, seakan kelak kalian akan menghidupi mimpi-mimpi itu berdua. Kalaupun nanti semesta ingin kalian menikmatinya sendiri-sendiri, di tempat yang berbeda, bersama orang yang berbeda dengan dia yang menemani kamu berjuang, satu hal yang bisa dipastikan; you'll be his/her good memories forever.
Salam,
Fitri Andiani.
By the way, Ryan Gosling ini kenapa patah hati mulu ya di film?