Sukses

Lifestyle

Editor Says: Mengapa Indonesia Butuh Lebih Banyak Om Telolet Om

Fimela.com, Jakarta Om Telolet Om. Padat, singkat dan mudah diingat jadi kesan dangkal saya akan fenomena yang beberapa hari belakangan membuat dunia keranjingan. Ya, kamu tidak salah baca. Sekali lagi saya ulang, dunia. Mulai dari Obama, hingga sederet public figur yang namanya kian familiar tak terhindar dari serangan demam telolet.

Sederhana, sangat sederhana bahkan. Fenomena ini bermula dari teriakan atau tulisan bak spanduk dari bocah yang meminta supir bus membunyikan klakson. Dalam sederet video yang beredar di dunia maya, gelak tawa akan langsung pecah ketika permintaan itu dikabul. Bahkan tak jarang disertai sorak dan lompat kegirangan.

Gokil! Telolet Mendunia (Lucu.me)

Berbekal kamera ponsel seadanya, video-video tersebut diunggah dan akhirnya memenuhi dunia maya. Seiring bertambah populer, aksi 'om telolet om' ini tak hanya dilakukan anak-anak, namun juga orang dewasa dengan ragam profesi, termasuk petugas kepolisian. Para telolet hunter ini akan berkumpul di tepi jalan dan jika melihat bus langsung berteriak atau mengangkat tulisan 'om telolet om'.

Viral di media sosial, sejujurnya saya sempat terkejut 'om telolet om' jadi kicauan sederet nama ternama. Karena tentu saja bukan kali pertama trending topic worldwide Twitter digenggam Indonesia, namun sebegitu berpengaruhnya si telolet ini sampai-sampai disebut 'mesin baru' Indonesia oleh orang nomor satu di Negeri Paman Sam.

Mungkin gelak tawa yang begitu lepas nan ikhlas dari anak-anak itu yang menggugah dunia. Bisa juga bunyi klakson khas, di mana (tentu) sulit dimengerti titik tepat lucunya oleh orang di luar Indonesia, yang membuat aksi ini kian fenomenal atau keramahan supir bus mengabulkan permintaan dari para penanti setia mereka.

Supir mana yang bisa nolak permintaan gadis-gadis ini? (1cak.com)

Apapun itu, saya pribadi melihat 'demam' ini sebagai pengingat akan satu-dua-tiga-sembilan hal yang secara tak sadar hilang, ambyar, tenggelam. Betapa selama ini saya, kamu dan mungkin sejumlah pengguna media sosial lain dipaksa untuk mengikuti arus yang jauh, begitu jauh, dari kegembiraan.

Mungkin benar seseorang tak akan tahu seberapa haus ia sampai meminum air barang satu teguk. Setidaknya itulah yang saya rasakan dari arus deras fenomena telolet. Jadi, mengapa Indonesia butuh lebih banyak om telolet om?

Penyegaran Timeline Lewat Om Telolet Om

Meski beberapa orang ada yang melayangkan komentar sinis, saya berusaha menyikapi telolet dari segi positif. Teorinya sama seperti sepakbola tempo hari, yakni sedikit sekali orang yang berkicau atau post soal SARA dengan bumbu politik. "Akhirnya timeline segar, jauh jauh jauh lebih segar," batin saya kala itu.

Bukankah semudah tidak mengikuti atau berteman dengan mereka yang berbicara soal pembahasan-pembahasan yang demikian kalau tak mau melihat? Mudah memang mempersepsikan begitu, namun secara praktik ada rasa tidak enak (ya, ini bukti saya orang Indonesia asli) dan teman-temannya yang memaksa saya harus menahan heran sekaligus miris pada orang-orang di kubu tersebut.

Ilustrasi om telolet om. (masduy/Instagram)

Karena saya bukan siapa-siapa yang bisa mengubah soal persepsi 'tidak berteman di media sosial, maka ada apa-apa di antara satu pihak dan lainnya', suka tidak suka dalam beberapa keadaan memang harus diredam. Sekalipun akhirnya memutuskan untuk tidak berteman, ada saja share atau retweet yang nyangkut. Belum lagi lihat daftar trending topic.

Jadi tak peduli sekeras apapun usaha saya untuk menghindar dari topik tersebut, tetap saja ada yang muncul walau cuma segelintir. Dengan adanya telolet beberapa hari ini, timeline media sosial saya berbeda. Hampir semua orang berguyon dan momen ini seakan menarik saya kembali ke rentang tahun (kalau tidak salah) 2010 hingga 2012.

Saat itu Twitter begitu santai. Bahasannya ringan, namun informatif. Minim provokasi berlebihan atau kicauan penebar kebencian dan kesalahpahaman yang berujung pada pelaporan ke pihak berwajib. Pendapat netizen belum jadi 'hukum saklek'. Semua begitu menikmati media sosial yang segar dan jadi tempat penumpahan ide.

Minion ikutan minta telolet. (instagram)

Kemunculan telolet ini entah mengapa membuat saya berharap media sosial bisa se-fair dulu. Tak ada komentar yang seakan-akan berlakon seperti Tuhan, tak ada bentukan opini yang memenangkan hanya satu SARA dan akhirnya malah membuat orang saling memahami dengan salah.

Tak harus om telolot om, yang saya maksud di sini adalah guyonan harmless semacam itu. Selama tidak berlebihan dan mengganggu, saya pikir sah-sah saja. Mungkin saja dari sejumlah bercandaan di media sosial bisa menghadirkan ide-ide kreatif yang berguna jika diaplikasi ke kehidupan nyata. Jadi, kami butuh lebih om telolet om!

 

Asnida Riani

Editor Kanal Style Bintang.com

Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.

Loading