Fimela.com, Jakarta Selain momen Natal, bulan Desember juga begitu akrab dengan langit yag sendu. Kelam. Dari balik awan kelabu, matahari mengintip malu-malu. Bulan Desember adalah bagian dari musim penghujan, dengan angin kencang, hembusannya menebarkan bau tanah basah.
BACA JUGA
Advertisement
Sebentar lagi Natal tiba. Pohon cemara dengan bermacam hiasan sudah terpajang manis di sudut ruang tamu rumah. Di meja, ada kue-kue juga permen warna-warni. Semua sudah siap, yang kurang hanya satu; kamu.
Desember kemarin kita masih duduk bersama memanjatkan doa-doa. Berbagi canda, meniupkan terompet, bertukar kado. Ah, aku masih menyimpan kado sepatu seharga seratus lima puluh ribu darimu.
Kau menyiapkan satu kado untuk diperebutkan secara acak, tapi juga memberikan satu yang khusus untukku. Untuk kudapatkan tanpa perlu rebutan, katamu. Aku tahu kamu secinta itu terhadapku.
Desember kali ini, kemeriahan kerlip lampu yang menggantung di pohon Natal itu memang tak berkurang, toples-toples kue pun tetap terisi penuh. Kado-kado masih bertumpuk untuk diperebutkan. Tapi tanpamu, di mataku semuanya tak lagi berwarna-warni seperti dulu.
Desember pertama tanpamu, Natalku tak lagi berwarna merah dan hijau, tapi abu-abu. Mengapa kamu pergi meninggalkan kami terlalu cepat, Ayah?