Fimela.com, Jakarta Jumat, 2 Desember 2016, publik dikejutkan dengan penangkapan 11 orang terkait dugaan makar. Mereka ditangkap polisi dalam rentang waktu pukul 03 . 00 WIB hingga 06.00 WIB.
Mereka yang ditangkap yaitu Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Soekarnoputri , Ratna Sarumpaet, Kivlan Zein, Adityawarman Thahar, Firza Huzein, Eko Santjojo, dan Alvin Indra. Kedelapan orang itu ditetapkan sebagai tersangka. Mereka dijerat Pasal 107 Juncto Pasal 110 Juncto Pasal 87 KUHP tentang perbuatan makar dan pemufakatan Jahat untuk melakukan makar.
BACA JUGA
Advertisement
Polisi juga menangkap dan menetapkan tersangka pada Rizal Kobar dan Jamran. Keduanya dijerat Pasal 107 Juncto Pasal 110 Juncto Pasal 87 KUHP & Pasal 28 UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Terakhir, Ahmad Dhani. Dia dijerat Pasal 207 KUHP tentang Penghinaan terhadap Penguasa.
Polisi hingga saat ini masih menahan tiga orang, yakni Sri Bintang Pamungkas, Jamran, dan Rizal Kobar. Sementara delapan orang lainnya sudah dilepas usai menjalani pemeriksaan 1x24 jam. Meski tidak dilakukan penahanan namun proses hukum pada delapan tersangka tetap berlanjut hingga ke meja hijau.
Terkait perencanaan upaya makar 2 Desember. polisi juga saat ini sedang mencari keberadaan aktivis Hatta Taliwang yang diduga ikut terlibat, dan memburu aktor utama di balik upaya makar tersebut, yaitu sang penyandang dana.
Polisi mengatakan penangkapan dilakukan sebagai langkah antisipasi. Mereka yang ditangkap diduga ingin menggiring massa aksi damai 2 Desember di Monas untuk menduduki gedung MPR/DPR ,menuntut sidang istimewa untuk menggantikan pemerintahan yang sah. Dugaan itu dilandaskan kepada sejumlah alat bukti yang dikumpulkan penyidik Polri, antara lain berupa percakapan antara tersangka makar dan surat Sri Bintang Pamungkas yang ditujukan kepada MPR, DPR, dan TNI berisi aspirasi untuk menggantikan pemerintahan yang sah.
Advertisement
Heboh Antisipasi Rencana Makar 2 Desember
Upaya antisipasi dari kepolisian tersebut menuai pro dan kontra. Sebagian pihak mendukung langkah kepolisian, dan sebaliknya sebagian pihak menyayangkan penangkapan tersebut karena dinilai sebagai kemunduran berdemokrasi.
Memang, kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum merupakan hak asasi manusia yang secara tegas telah dijamin dalam peraturan perundang-undangan. Kemerdekaan menyatakan pendapat tersebut merupakan perwujudan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Namun akan sangat disayangkan apabila aksi unjuk rasa yang dimotori Rachmati dkk yang direncanakan dilakukan usai salat Jumat pada 2 Desember di Gedung DPR/MPR dengan agenda penjarakan Basuki Tjahaja Purna (Ahok) dan menuntut MPR melakukan Sidang Istimewa agar mengembalikan undang-undang dasar amandemen ke Undang-Undang Dasar 1945 yang asli, berubah anarkis, apalagi sampai terjadi penggulingan kekuasaan seperti yang dikhawatirkan pihak kepolisian.
Tentu, saya pribadi tak mau apabila itu terjadi. Sebab, saya masih percaya dengan pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla, bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Sebagai rakyat biasa, terkait dugaan upaya makar kepada Rachmawati dkk, saya memilih untuk mempercayakan aparat penegak hukum dalam membuktikan kebenaran tuduhan upaya makar tersebut. Tapi tetap mengawal dan terus mengontrol secara ketat.