Fimela.com, Jakarta Buat kamu yang suka nongkrong di kota hujan alias Kota Bogor pasti sudah tidak asing dengan tempat makan yang satu ini, Yellow Trux. Ya, sesuai dengan namanya tempat makan yang satu ini memang menggunakan kontainer yang di cat dengan warna kuning mentereng sehingga kamu tidak akan kesulitan mencari tempat nongkrong anak-anak gaul ini saat berada di Bogor.
BACA JUGA
Advertisement
Saat ini Yellow Trux memiliki tiga cabang yang ketiga-tiganya ada di Bogor, yakni di Jl. Dr. Semeru, Jl. Cikaret Komplek Nirwana, dan Jl. Achmad Sobana. Hmmm, kali ini Bintang.com tidak akan membahas soal makanannya, tapi siapa orang dibalik kontainer-kontainer kuning itu alias sang pemilik. Yup, dialah Febri Juanda Siregar, pria berusia 25 tahun yang mengaku ketagihan berbisnis di dunia kuliner.
Bukan cuma Yellow Trux lho, sebelumnya Febri juga lebih dulu merintis kafe Food Addict yang terletak di Taman Yasmin Sektor 3, Jalan Yasmin Raya Nomor 8, Kota Bogor. Dan tak berhenti sampai di situ, masih ada lagi, di tahun 2016 ini Febri juga membangun Food Box, sejenis food court yang berisi 13 tenant dan tentunya diisi oleh anak-anak muda di Bogor yang memiliki bisnis kuliner. “Someday itu pengen bikin satu tempat yang isinya semua kuliner yang ada di Bogor,” ujar Febri dengan penuh semangat.
“Enak ya jadi Febri masih muda, tapi usahanya sudah banyak.” Mungkin itu adalah kalimat yang ada dalam benakmu saat ini, tapi tentu saja perjalanan yang telah dilalui oleh Febri tidak semanis minuman susu Strawberry yang Bintang.com cicipi saat mampir ke Yellow Trux. “Saya pernah kok beli nasi goreng telornya dipisah, itu nasi gorengnya di makan untuk hari ini, dan telornya di makan untuk sarapan pagi,” kenang Febri.
Ya, boleh dibilang di usia mudanya Febri telah meraih kesuksesan, namun apa yang di dapatnya saat ini tentu saja adalah buah dari usahanya sejak dulu, tepatnya sejak ia masih berusia belasan tahun. Mau tahu seperti apa manis dan pahitnya perjalanan Febri membangun kerajaan bisnis kulinernya sendiri? Simak perbincangan Bintang.com dengan pengusaha muda asal Kota Bogor selengkapnya di bawah ini.
Pada Akhirnya Hidup Ini Memang Pilihan
Manusia selalu dihadapkan dengan dua pilihan, dan kedua pilihan tersebut pastilah memiliki resikonya masing-masing. Hal itu yang disadari betul oleh Febri Juanda Siregar. Keputusannya untuk tidak meneruskan kuliah pun bukan semata-mata hanya karena ia tidak suka dengan dunia formal atau dunia pendidikan. Febri tahu jalan mana yang harus dia pilih dan dia pertanggung jawabkan, yakni menjalani bisnis dan terus berusaha meskipun ada saat dimana ia harus mengalami kegagalan.
Sejak kapan mulai tertarik dengan bisnis kuliner?
Kira-kira empat tahun lalu, berpikir gimana caranya saya nggak kerja sama orang lain, tapi saya menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain. Awalnya kerja dulu jadi anak buah, terus main-main, sambil pergi ke sana ke mari. Maksudnya main sekalian cari ilmu di sana sini. Akhirnya banyak belajar, dan tertarik untuk membuat usaha kuliner, karena saya suka makan juga.
Katanya sampai nggak kuliah karena ingin fokus ke bisnis?
Sempat kuliah satu semester, udah gitu cabut, lanjut kuliah, enam semester terus cabut. Jalan ke Kediri, Surabaya, Bali. Nah, di Bali jadi pelayan selama dua bulan, ngumpulin uang dari jadi pelayan itu ke Singapura.
Kenapa berhenti kuliah?
Kuliah akhirnya memang nggak lulus. Sempat kuliah di dua kampus, yang pertama ambil Hubungan Internasional cuma sampai empat semester. Setelah itu kuliah di kampus ekonomi Islam gitu akhirnya karena memang basic-nya nggak suka sama dunia kuliahan atau formal gitu akhirnya ya saya memilih untuk fokus sama usaha yang memang sudah menjadi passion saya.
Belajar darmana soal bisnis kuliner?
Setelah megalami banyak kegagalan dari usaha yang saya buat lalu memutuskan untuk berhenti kuliah saya bertemu dengan satu orang teman yang punya usaha, cuma dia memang lebih seniorlah. Akhirnya belajar lagi sama dia soal bisnis kuliner, hingga akhirnya saya berpikir bahwa usaha saya tidak boleh berhenti sampai di sini, saya harus lanjut walaupun sempat beberapa kali mengalami kegagalan.
Sebelum Yellow Trux banyak usaha yang Anda coba dan gagal, bagaimana ceritanya?
Iya, gagal terus si, hahaha. Nggak lama pulang dari Singapura bikin roti bakar Jhon, awalnya buka satu gerobak di Bogor, nggak puas sama hasilnya. Akhirnya berpikir apa sih selain makanan, apalagi yang bisa diusahain, akhirnya saya buat minuman bubble drink, sempat punya delapan gerobak, tapi akhirnya gara-gara ada Capcin (Capucino Cincau) akhirnya mulai agak sepi, gerobaknya itu saya jual-jualin.
Setelah banyak kegagalan yang dialami kok malah kepikiran untuk membuat kafe?
Usahanya nggak mau berhenti dan menyerah disitu aja. Setelah banyak usaha gagal, akhirnya memilih membuat kafe yang memang harganya lumayan mahal, segmennya menengah ke atas. Akhirnya pengen punya kafe yang anak-anak muda. sampai akhirnya bukalah yang namanya Yellow Trux ini, sampai sekarang Alhamdulillah ada tiga cabang.
Apa yang memotivasi Anda hingga akhirnya memutuskan untuk tidak kuliah dan lebih berfokus menjalankan bisnis?
Kalau menurut saya memang harus follow passion sih. Dalam artian, kalau mau jadi sukses itu harus tahu passion-nya, kalau sudah tahu passion-nya tekunin dalam satu bidang aja. Jadi, benar-benar difokusin. Karena faktanya setelah kuliah banyak banget yang masih nganggur, ada yang tiba-tiba kuliah ambil jurusan pertanian tiba-tiba kerjanya di bank. Nggak aplikatif, saya mikirnya bukannya nggak butuh kuliah. Kuliah itu buat saya untuk networking aja, tapi selebihnya mindset sih. Bukan berarti nggak belajar, saya tetap belajar dengan ikut seminar bisnis.
Belajar dari Pahitnya Kegagalan
Si bontot dari dua bersaudara ini mengaku sudah terbiasa dagang ketika masih kecil, jadi Febri sudah tahu betul bagaimana rasanya susah mencari uang. Apalagi Febri menuturkan bahwa setelah lulus SMA ia sudah tidak lagi dibiayai oleh orangtuanya yang memang selalu mengajarkan anak-anaknya untuk terbiasa hidup mandiri. Meskipun awalnya tak mudah, namun Febri mengaku bahwa dirinya banyak belajar dari kegagalan dan pengalaman hidup mandiri yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidup.
Pengalaman pahit yang tidak bisa dilupakan ketika awal-awal membangun bisnis kuliner?
Tiga tahun lalu, semenjak masih kurus ya, hahaha. Awalnya tuh setiap ada keuntungan diputar lagi. Sempat uangnya dibawa kabur sama pegawai karena salahnya saya terlalu percaya, sempat salah paham sama investor akhirnya saya keluar dari bisnis itu.
Susah nggak hidup mandiri?
Saya kan Batak banget ya, jadi memang dituntut untuk mandiri, setelah lulus SMA itu memang sudah budayanya nggak boleh nyusahin orangtua. Tapi, bagusnya di situ, karena dididik seperti itu oleh orangtua saya, jadi saya bisa seperti ini.
Bagaimana caranya mempertahankan bisnis yang sudah ada?
Setelah banyak gagal saya banyak belajar, binis kuliner itu harus dibangun dengan matang. Mulai dari makanannya saya perhatikan, rasanya saya mencicipi sendiri, jadi nggak heran lah kalau badan saya naik 20 kilogram. Terus jangan lupa juga manfaatkan sosial media untuk promosi. Kepuasan pelanggan juga nggak boleh dilupakan, mereka maunya seperti apa. Nggak berdasarkan asal buka aja dan harga murah.
Kenapa pilihan usahanya selalu di daerah Bogor? Nggak mau mencoba untuk buka usaha di tempat lain, kah?
Mau coba di daerah lain, tapi belum lah yah, karena takut standarisasinya beda-beda. Ada rencana mau membuka delapan cabang Yellow Trux, tapi kita masih memikirkan sistemnya dulu, jangan sampai rasa di sini sama yang di sana beda. Ya, sekarang kan pengangguran ada dimana-mana, jadi nggak ada salahnya kalau saya mencoba untuk membangun lapangan pekerjaan di daerah yang memang tempat tinggal saya. Rumah saya di Bogor, jadi saya cinta sama Bogor juga. Saya juga pengin teman yang punya usaha atau nggak punya modal saya kasih tempatnya.
Apa pendapat orangtua melihat kesuksesan yang sudah Anda dapat saat ini?
Senang sih, tapi yaitu saya kan nggak lulus kuliah, awalnya mereka memang mau saya tetap kuliah. Saya dari keluarga Batak banget lah ya, pendidikan itu penting. Kakak saya saja lulusan S2, ibu saya sempat jadi guru, jadi mungkin orangtua maunya juga saya seperti itu. Tapi, memang sudah nggak mau meneruskan kuliah juga si.
Saran buat anak-anak muda yang juga ingin membuka usaha?
Sekarang memang lagi zaman banget anak muda usaha, tapi seakan-akan usaha itu mungkin keren. Di luar itu mereka cuma buka, nggak mikirin minimal tahu dulu usaha itu apa, kenapa saya harus jualan. Mereka itu kadang yang punya modal tidak memikirkan itu. Jangan asal, belajar dulu baru dapetin uang. Sayang banget kalau punya modal, googling, buka usaha, dan sudah sampai di situ aja. 70 persen yang seperti itu bangkrut di tahun pertama.
Kedepannya mau membangun usaha apa lagi?
Pengen bikin Cullinary Bogor, dimana dalam satu tempat kita bisa menemukan beracam-macam kuliner khas Bogor yang memang sudah terkenal. Biasanya kan tempat kayak itu ada di event yang cuma tiga atau dua hari, nah ini saya maunya ada tempat yang memang tetaplah. Untuk mewujudkannya si nggak susah, tapi memang butuh waktu aja.
Meskipun banyak yang bilang kalau saat ini Febri Juanda Siregar adalah salah satu pemuda sukses namun secara tegas Febri mengatakan bahwa hingga saat ini ia belum merasa sukses, walaupun ia sangat bersyukur dengan apa yang telah didapatnya saat ini. “Sukses itu patokannya belum ada si. Tapi, sukses itu ya ketika sudah menemukan passion sendiri dan itu jadi uang. Kamu melakukan hobi yang dibayar, sampai kapanpun kerja seperti itu nggak akan pernah capek.”