Fimela.com, Jakarta Penetapan status tersangka atas Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama dinilai pegiat hak asasi manusia (HAM) Hendardi adalah preseden buruk bagi upaya memajukan kebebasan beragama /berkeyakinan di Indonesia.
BACA JUGA
Dalam pandangannya, pria yang menjabat sebagai Ketua Badan Pengurus Setara Institute itu, penegakan hukum atas dugaan penistaan agama yang menjerat Ahok tidak sepenuhnya berjalan sesuai prinsip due process of law.
Advertisement
"Penggunaan Pasal 156a KUHP jo Pasal 28 (1) UU 11/2008 tentang ITE, di tengah kontestasi politik Pilkada DKI, menegaskan bahwa Ahok terjebak pada praktik politisasi identitas yang didesain oleh kelompok-kelompok tertentu," Kata Hendardi seperti keterangan pers yang diterima Bintang.com, Kamis (16/11/2016).
Meski demikian, ia mengapresiasi keputusan Polri dan ia meyakini langkah polri akan berkontribusi pada penguatan stabilitas politik dan keamanan Republik Indonesia. “Karena secara pararel, putusan ini akan mencegah hadirnya kekuatan-kekuatan lain, dengan agenda berbeda dari kelompok ulama, yang memanfaatkan kemarahan publik atas Ahok jika tidak ditetapkan menjadi tersangka,” kata Hendardi.
Hendardi juga mengatakan putusan Polri menunjukkan bahwa Jokowi, yang selama ini dituduh melindungi Ahok dan mengintervensi Polri, sama sekali tidak terbukti.
“Dengan putusan ini, diharapkan demonstrasi anarkis yang rentan mengundang keterlibatan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, bisa dihentikan,” ucapnya.
Ia juga mengimbau kepada masyarakat agar mengedepankan azas praduga tak bersalah untuk menilai status hukum Ahok sebelum hakim memutus bersalah. “Penetapan tersangka bukan berarti seseorang telah dinyatakan bersalah,” kata Hendardi.