Fimela.com, Jakarta Rabu (12/10) menjadi hari sakral bagi para jemaah konser Morrissey kloter ke-dua di GBK Sports Complex Senayan, Jakarta. Buah penantian harap-harap cemas bagi mereka yang empat tahun lalu absen menyaksikan konser perdananya di Jakarta, akhirnya terbayar sudah. Termasuk saya, jemaah yang absen menjadi saksi keflamboyanan Mozz, begitu ia akrab disapa, di konser kloter pertama.
BACA JUGA
Advertisement
Bagaikan sebuah ibadah, konser pria berusia setengah abad lebih itu menjadi sebuah kegiatan 'wajib' bagi pecinta kancah musik independen tanah Britania Raya, khususnya generasi 80’s-90’s bekas 'antek-antek' The Smiths. Tak heran jika malam itu rata-rata yang datang ialah mereka dari angkatan lately 20 dan 30. Semacam generasi om, tante, dan ponakan berkumpul jadi satu.
Berbeda dengan konser awal Morrissey yang membagi tiga kelas (tribun, festival, dan VIP), konser bertajuk How Soon is Now? garapan Kios Play kali ini hanya dibagi menjadi dua kelas, yakni regular dan VIP. Menurut saya, berapapun harga tiket yang dibeli tidak akan mengurangi rasa cinta para jemaah terhadap Mozz. Ini hanya soal isi dompet saja.
***
Sekitar pukul 20.00 WIB, perhelatan yang sebelumnya digosipkan tak akan terjadi itu dibuka dengan kumandang lagu Suedehead yang menggelegar, setelah sebelumnya Mozz bersenandung riang "my heart, my heart, my heart, Jakarta" sebagai salam pembuka. Serempak, para jemaah dari seluruh kelas gegap gempita membuat paduan suara tanpa titah.
"Why do you come here, when you know it makes things hard for me? When you know, oh why do you come?"
Tak mengingkari kabar bahwa dirinya akan membawakan lagu-lagu dari lastest album yang berjudul World Peace is None of Your Business di 2014, mantan front man band punk The Nosebleeds itu betul membawakan dua dari selusin lagu yang ada dari album tersebut, yakni Kiss Me a Lot dan Bullfidgit Dies yang saya belum hapal sempurna.
"Kiss me a lot, kiss me a lot. Kiss me all over my face. Kiss me a lot, kiss me a lot. Kiss me all over the place."
Advertisement
Akhir Konser Morrissey Memberi Saya Beberapa Pelajaran
Tak hanya menyajikan tembang-tembang populer dari belasan album yang dimiliki, sebagai aktivis hak asasi hewan, Mozz juga tak lupa untuk memberi kampanye perlindungan hewan dari kekerasan untuk para jemaah yang hadir pada lagu Ganglord, Bullfidgit Dies, dan Meat is Murder dengan menampilkan tayangan video kekerasan pada hewan dan manusia di sepanjang lagu.
Malam itu, semua yang hadir di Ex Golf Diving Range, Senayan, sebagai penggemar, tampak bahagia menyaksikan sang pujaan and the gank beraksi di atas panggung. Membentuk paduan suara dadakan, melempar bunga ke panggung, menyanyikan bait demi bait dendang dengan riang dalam durasi satu setengah jam ke depan. Hingga pada akhirnya...
Penonton dibuat kehilangan arah usai lagu ke-19, Meat is Murder. Di ujung lagu tersebut, ketika video tengah vokal-vokalnya menyuarakan kekejaman yang terjadi hewan di ranah industri, Mozz menghilang begitu saja, ditelan lighting yang semakin meredup. Tanpa pamitan. Tanpa salam perpisahan. "Hmm.. Gimmick, nih pasti," ucap saya dalam hati dan mungkin yang lainnya.
Video kampanye selesai, pemain band pengiring membubarkan diri dengan tertib, alat-alat musik dibenahi, dan riuh suara para jemaah memohon encore dengan "WE WANT MORE!" yang berulang-ulang. Dugaan saya benar-benar mentah. Tak ada 'kehidupan' ke-dua di atas panggung sana. Yang ada hanya para kru tengah sibuk 'menyapu' alat-alat musik ke backstage.
"Gini aja, nih?"
"Lah udahan?"
"Kayak ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya."
Saya sendiri seperti digantungkan tanpa kepastian. Bahkan, saking terbuai melihat mirisnya video kampanye yang disuguhkan, saya sampai tak melihat ke arah mana Morrissey menghilang. Sampai pada akhirnya kami dibuat kebingungan dan menganggap semua itu gimmick padahal sama sekali bukan, lalu memilih bubar jalan setelah seorang petugas keamanan mengatakan "konsernya sudah selesai, Morrissey sudah masuk mobil dan panggung akan segera dibongkar." Damn!
Well, meski terasa 'kentang', gantung, tanggung, nggak jelas, atau apapun itu namanya, konser Morrissey adalah konser Morrissey. Perhelatan yang sejak berbulan-bulan lalu saya nantikan. Pertunjukan sakral yang sejak bangku sekolah SMA saya idam-idamkan. Begitu pula bagi mereka lainnya.
At least, dari lenyapnya Morrissey tanpa pesan dari panggung malam itu, ditambah tak ada encore yang membuat klimaks sebuah konser, membuat saya memetik sebuah pelajara. Meninggalkan itu urusan dua arah; ada satu pihak lain yang ditinggalkan.
Untuk itu, jangan lupa agar selalu pamit ketika ke manapun pergi. Jangan sampai ada pihak-pihak yang merasa kecewa dan tersakiti. Apalagi sampai bunuh diri. Hidup di Indonesia, kesopanan harus dijunjung tinggi. Di mana lewat depan kerumunan tetangga tanpa permisi bisa menjadi bahan rumpi.
***
Well, apapun yang terjadi pada konser malam itu, Morrissey telah memberikan yang terbaik bagi kami, para jemaah Al-Morrisseyiah di Jakarta dengan caranya sendiri. Dengan mengucapkan pamit, pesan, dan salam atau tidak, faktanya, ia tak pernah pergi dari hati saya dan para penggemar lainnya.
Febriyani Frisca
Editor Kanal Unique
Ps: Pelajaran kesopanan tersebut berlaku pula ketika ingin meninggalkan si dia yang tengah cinta-cintanya padamu.